Chereads / Indescriptible / Chapter 3 - three•Canteen

Chapter 3 - three•Canteen

Mentari pagi menembus gorden jendela kamar Venus, dengan cepat membuat pemilik kamar itu menyadari cahaya itu dan membuatnya terbangun dari mimpinya. Ia segera bangkit dari balik selimutnya dan beranjak pergi ke dalam kamar mandi lalu bersiap-siap.

Setelah selesai bersiap-siap Venus menuruni anak tangga untuk sarapan di bawah bersama Mamanya. Ia menyapa mamanya dengan senyum manis yang terukir di kedua sudut pipinya.

"Pagi ma," sapa Venus membenarkan posisi duduknya.

"Pagi juga anak Mama," balas sang mama.

Mamanya mengambilkan makanan untuknya. Menuangkan nasi dan berbagai macam lauk Pauk yang tersedia di atas meja tersebut. Tak ada percakapan antara dua orang tersebut. Hanya ada sedikit senyum dan suara garpu serta sendok yang sedang mereka gunakan sebagai alat makan.

"Ma Venus berangkat dulu ya." Pamitnya mengambil tas yang berada di samping tempat duduknya.

"Hati-hati ya Ven." Pesan mamanya pada Venus.

Venus mulai memasuki mobilnya. Hari ini ia diantar oleh supir pribadi keluarganya menuju ke sekolah. Sebenarnya ia sangat dengan dekat supirnya itu, karena supirnya itu memilik anak yang sepantaran dengannya dan sering berkunjung untuk bermain di rumahnya.

Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat. Jarak rumahnya dan sekolahnya tak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk ia sampai di sekolahnya.

"Makasih ya pak," ucapnya pada supir itu.

"Iya non, sekolah yang pinter ya." Pesan supirnya yang hanya ia balas dengan senyuman.

Ia berjalan gontai menuju ke kelasnya. Hari ini cuaca sedikit dingin yang mengharuskan Venus untuk memakai jaket miliknya. Ia segera masuk ke dalam kelasnya setelah sampai berjalan sekitar 5 menitan dari gerbang depan.

"PAGI VENUS..." Teriak Zara dari dalam kelas ketika melihat Venus yang sudah mendekat.

Venus tak berekspresi apapun. Walaupun hanya tersenyum, ia tak menunjukan reaksi tersebut.

"Heh Ven Lo manusia apa setan sih. Kaget nggak malah diem aja,"ucap Zara aneh.

"Lagian lo sih, pake acara ngagetin orang segala," ejek Arva.

"Ya kan gue cuma mau nyambut kedatangan tuan putri doang, masak nggak boleh sih," ucap Zara sambil manyun.

"Zar plisss deh lo jangan gitu, jijik gue jadinya. Bukan jijik aja tapi udah jijik kelas dewa." Nada tersenyum jijik pada Zara.

"Sumpah fix kalian semua jahat sama gue." Zara semakin memajukan bibirnya.

Venus hanya tersenyum melihat tingkah lucu ketiga sahabatnya. Baginya mereka adalah keluarganya ketika di sekolah. Dan mereka adalah bidadari yang di anugerahkan Tuhan untuknya. Sikap lucu ketiga sahabatnya menambah lengkap kisah hidup Venus yang setiap harinya hanya berkecimpung dengan para buku-buku.

"Napa Lo senyum-senyum sendiri, udah gila lo." Sewot Zara sinis.

"Terserah," ucap Venus tak kalah sinis.

"Sumpah ya nih anak, lama-lama gue jitak ya." Geram Zara yang tak terima jika Venus menatapnya dengan tajam seperti itu.

"Lagian lo udah tahu kalau tuan putri emang gitu. Lagian lo aneh deh." Nada makin tak tahu dengan sikap absurd Zara.

Suara ketukan sepatu terdengar di seluruh telinga para siswa. Suara itu mengartikan bahwa guru pengajar sudah akan memasuki area kelas mereka.

"Pagi anak-anak," sapa guru itu.

"Pagi Bu," balas semua siswa.

"Ok hari ini kita akan bahas fisika yang kemarin ya, dan nanti saya akan beri tugas hal 120-125. Kalian kumpulan hari ini setelah itu kalian boleh istirahat."

"Baik bu," jawab para siswa lalu dengan cepat mereka membuka buku tulis dan buku paket mereka untuk mengerjakan tugas yang diberikan.

20 menit berlalu, kini Venus sudah selesai dengan 20 soal yang diberikan oleh guru mata pelajaran tersebut. Ia segera mengumpulkan tugas itu kepada guru pengajar yang ada di depan.

"Bu ini tugas yang ibu berikan sudah saya kerjakan dan sudah selesai." Venus memberikan tugasnya.

"Oh iya Ven, silahkan kamu istirahat," ucap guru pengajar tersebut.

"Ven tungguin gue dong," ucap ketiga sahabatnya dari kejauhan.

Guru pengajar hanya bisa menggelengkan kepalanya saja melihat keharmonisan antara 4 gadis itu.

"Bisa diem nggak." Teriak Venus yang membuat ketiga temannya diam seketika.

"Kalian mau pesen apa? biar Venus aja yang pesenin. Sekalian mau beli air putih." Tawar Venus menatap ketiga temannya.

"Kita bertiga saamin aja sama lo," ucap Zara yang disetujui oleh Arva dan Nada.

Venus berjalan menuju ke kedai dimana penjual bakso berada. Ia memesan 4 porsi bakso untuk dirinya dan ketiga sahabatnya. Tak lupa ia juga mengambil 4 buah air putih botol di sebelah kirinya.

"Ini Ven pesenan kamu." Penjual itu menyodorkan 4 porsi pesanan Venus.

"Makasih ya mbak," ucap Venus tersenyum ramah.

Venus membawa 4 porsi bakso dan 4 buah air minum diatas nampan besar berwarna coklat batang.

"Nih pesanan kalian." Venus memberikan bakso dan air putih kepada mereka masing-masing.

"Makasih tuan putri," ucap Zara tersenyum lebar.

"Yang tuan putri siapa yang disuruh siapa," sindir Nada.

"Terserah." Zara tak memperdulikan hal tersebut.

Mereka menikmati semangkuk bakso dan air putihnya dengan sangat nikmat. Terdapat sedikit percakapan dan interaksi serta canda dan tawa yang terukir di keempat sudut bibir gadis-gadis berumur 18 tahun tersebut.

"Ven tadi gue disuruh sama Bu. Lilik, katanya yang mewakili olimpiade MIPA itu lo sama Aldrich anak Ipa sebelah." Ucap Titan kepada Venus.

"Oh iya, kemarin Venus juga udah dikasih tahu kok. Tapi makasih ya tan," ucap Venus tersenyum lebar.

"Hadeh kalau udah 2 murid Albert Einstein keluar turun tangan langsung, aduh udah deh serasa gue sendiri ya bodoh," ucap Nada merendahkan dirinya sendiri.

"Tuh dah tahu. Kenapa nggak dari dulu aja ya taunya," sindir Zara yang masih melahapa baksonya.

"Biarin aja, yang penting gue nggak bodo-bodo amat," ucap Nada sedikit memuji dirinya.

"Iyain aja biar fast," ucap Zara.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang datang kepada Venus dan memberikan selembar kertas berisi catatan Ipa dan Matematika.

"Lo partner gue kan? Nih lo pahami." Laki-laki itu adalah Aldrich. Ia memberikan selembar kertas kepada Venus lalu pergi bersama ketiga sahabatnya.

"Ya Allah ganteng banget tuh ciptaan Tuhan ya." Nada masih bengong melihat ketampanan Aldrich yang bagaikan titisan dewa.

"Tuh mulut udah banjir, mohon ditutup ya nad." Tiba-tiba Arva menutup mulut Nada dengan cepat.

Nada hanya menatap tajam Arva tanpa henti. Ia sungguh sangat marah kepada Arva sekarang. Venus yang melihat itu hanya bisa diam dan tersenyum manis.

Gadis-gadis cantik yang berumur 18 tahun yang tengah bahagia dengan para sahabatnya. Keharmonisan keempat perempuan itu mungkin akan membuat siapa saja iri dengan kedekatan mereka.

Keempat gadis itu sudah seperti sebuah adik kakak yang sangat bahagia di tengah-tengah kehidupannya.