Chereads / Terjerat Cinta Kontrak / Chapter 6 - Rasa yang Aneh

Chapter 6 - Rasa yang Aneh

"Hhhh! Hhh! Hhhh!" Reina terengah-engah. Ia terbangun dari mimpi buruknya malam itu dengan keringat dingin mengucur di wajahnya.

Ia memandang Yose yang ada di sampingnya, lelaki itu tidur nyenyak setelah seharian sudah menemaninya ke mana-mana hari ini.

"Aku mimpi buruk lagi," desis Reina. Ia menurunkan kakinya satu persatu dan hendak mengambil minuman yang ada di dapur.

Ia melangkah perlahan menuju pintu. Namun ketika dia membuka pintu kamarnya, Yose sadar jika Reina terbangun malam itu.

Yose hanya memandangi bayangan Reina sesaat sebelum akhirnya dia kembali tidur lagi. Matanya sudah sangat berat malam itu.

"Sepertinya aku harus mengunjunginya ke sana," bisik Reina ketika hendak membuka kulkas. "Sudah lama aku tidak ke sana, makanya aku bermimpi buruk."

Reina menarik kursi yang ada di meja makan kemudian duduk di sana. Ada satu hal yang tak bisa ia katakan pada Yose dengan apa yang sebenarnya terjadi. Karena Reina masih belum memercayai suaminya tersebut.

Tiba-tiba terlintas bayangan mengerikan yang selama ini ingin Reina lupakan.

"Lebih baik kamu pergi sekarang!" Daniel, kekasih Reina mendorong Reina beberapa bulan yang lalu.

"Bagaimana aku bisa pergi dengan keadaan yang seperti ini?!" pekik Reina dengan mata yang gusar. Ia melihat seorang lelaki meregang nyawa di tangannya.

Darah segar sudah melumuri tangan Reina dengan pisau tajam yang masih ia pegang.

"Tak apa-apa. Aku yang akan bertanggung jawab," ucap Daniel. Ia mengambil pisau yang masih dibawa oleh Reina, menghapus sidik jarinya kemudian ia pegang erat agar sidik jari tersebut berganti menjadi miliknya.

"Tapi—bagaimana bisa aku meninggalkan kamu?!" Reina menangis di depan kekasihnya itu, karena lelaki itu lah yang membayar perbuatannya.

"Kamu adalah wanita dari keluarga terhormat—jadi kamu tidak boleh di penjara. Biar aku yang menggantikanmu di peniara." Daniel mencium bibir Reina dengan lembut, kemudian menyuruh Reina pergi dan seolah tidak terjadi apa-apa dengannya.

"Orang-orang akan lebih percaya kalau aku yang membunuh lelaki ini," ucap Daniel. Reina yang masih bisa mendengarnya hanya dapat menangis dan meninggalkannya di tempat karaoke tersebut.

Tak lama setelah kejadian polisi datang ke tempat itu untuk menangkap Daniel. Lelaki itu menyerahkan diri dengan menelepon polisi terlebih dulu.

Sementara Reina, melihat Daniel dari kejauhan. Di antara orang-orang yang datang untuk melihat pemandangan mengenaskan tersebut. Bahkan di antara mereka yang tidak tahu apa-apa menyumpahi Daniel yang sebenarnya sama sekali tidak bersalah.

"Maafkan aku Daniel," ucap Reina lirih. Ia menundukkan wajahnya malam ini dan terus merasa bersalah pada lelaki itu.

Dua Minggu setelah kejadian itu Reina mengatakan pada Daniel jika dirinya tengah hamil.

Daniel tidak terkejut karena dia sudah terlalu sering melakukannya dengan Reina. 

Daniel menyuruh Reina untuk menikah dengan seseorang. Karena dirinya saat itu dipenjara. Ia tak ingin membuat Reina menggugurkan kandungannya ataupun melahirkan tanpa seorang suami.

Dan pernikahannya dengan Yose pun disetujui oleh Daniel agar orang tua Reina tidak mencurigai jika anak tersebut adalah anak Daniel.

Orang tua Reina sama sekali tidak menyukai Daniel, karena lelaki itu sudah banyak terlibat dalam tindakan kriminal. Meskipun sudah berubah pun, mereka tetap tidak menyukai Daniel sampai akhirnya Reina dan Daniel memilih untuk berpacaran di belakang orang tua perempuan itu.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Yose yang sudah berdiri di samping Reina.

Reina menatap Yose, kemudian mengalihkan pandangannya lagi. Jika bukan karena permintaan Daniel untuk mempertahankan anaknya mungkin dia tidak akan memilih Yose untuk menjadi suaminya.

"Hmm, aku baik-baik saja," jawab Reina. Ia kemudian memijat kepalanya yang terasa berat.

"Mau aku buatkan sesuatu? Mungkin kamu lapar," ucap Yose pelan.

"Tak usah." Reina masuk ke dalam kamarnya.

Rasa bersalahnya pada Daniel semakin menjadi ketika dia merasa nyaman ketika mendapatkan perlakuan baik dari Yose. Di mana lelaki itu selalu membuatnya merasa seperti dihargai meski pernikahan mereka hanya kontrak.

"Mungkin aku sudah lama tidak ke sana, makanya tiba-tiba aku menjadi seperti ini. Iya kan?" tanya Reina pada dirinya sendiri.

Sementara Yose masih ada di dapur dan memandang kosong meja yang ada di depannya. Dia tidak memikirkan Reina, tidak. Melainkan memikirkan Lara.

Dia tiba-tiba terpikirkan dengan wanita itu malam-malam seperti ini. Senyumnya dan bahkan suaranya yang halus yang dapat menjadi obat di telinganya ketika dia mendapatkan bentakan dari Reina.

Yose menghela napasnya.

"Aku tak boleh jatuh cinta dengan dia, lagipula dia sudah memiliki seorang suami. Dan pasti dia sangat mencintainya, Lara wanita yang baik. Jadi pasti dia akan setia pada suaminya." Yose malah bergelut dengan pikirannya sendiri.

Sementara Reina ada di kamar juga sibuk dengan pikirannya pada Daniel yang saat ini sedang mendekam di jeruji besi.

**

Lara masih terjaga. Dia sama sekali tidak nyaman tidur di samping Adrian malam ini.

Setelah beberapa menit yang lalu lelaki itu menamparnya karena menuduhnya telah berselingkuh dengan lelaki lain tanpa ada dasar dan bukti yang kuat.

Panasnya di pipi sudah tidak ia rasakan lagi. Namun panasnya hati Lara sama sekali belum bisa dingin setelah dia mendapatkan perlakuan kasar dari Adrian.

"Kamu sudah dua hari ini menolakku untuk berhubungan suami istri, apa kamu sedang berselingkuh dariku?" tanya Adrian ketika dia masuk ke dalam kamar Lara.

"Aku sudah mengatakan padamu kalau aku sedang kedatangan tamu bulanan."

"Kamu pikir aku percaya?" Adrian menarik dagu Lara dengan kasar, kemudian melumat bibir itu dengan sangat rakus seperti bukan cinta yang dirasakan oleh Lara melainkan seperti pelampiasan seksualnya saja.

"Terserah kalau kamu tidak percaya!" pekik Lara lalu tiba-tiba tangan Adrian melayang dan menampar pipi Lara dengan sangat keras.

Mata Lara membulat, Adrian pun juga terkejut dengan apa yang baru saja dilakukannya. Ia seperti tidak sadar, tetapi bukan itu masalahnya.

Lara sudah mulai muak dengan Adrian.

Lara kemudian memandang ke arah jendela yang menampakkan langit malam itu. Dua jam lagi pagi akan datang, dan dia sudah tidak sabar untuk memulai harinya lagi di sekolah.

Hanya di sana dia mendapatkan kebahagiaan. Mendapatkan banyak kasih sayang dari murid-muridnya. Tidak seperti di rumah yang ia rasakan seperti neraka.

**

Pagi harinya Lara pergi ke toko kue milik nenek Yose. Sudah menjadi kebiasaan dia datang ke sana tiga atau dua hari sekali membeli kue buatan nenek Yose tersebut.

Meski awalnya dia merasa kasihan pada nenek Yose, tapi ketika dia memakan kue tersebut ternyata rasanya sangat enak di luar dugaannya. Sampai dia menjadi pelanggan tetap di sana.

"Selamat pagi, Nek!" sapa Lara pagi itu dengan senyum yang sangat manis. Seakan ia melupakan apa yang sudah terjadi tadi malam.

"Pagi nona cantik? Apakah masih sama seperti biasanya pesanannya?" tanya nenek Yose.

"Iya, nek. Tolong dibungkus ya," ucapnya sangat lembut.

Dia tidak menyadari jika ada Yose di dalam dapur toko neneknya.

Yose keluar dengan kue yang mengepulkan asap manis, membuat Lara terkejut.

"Lho?!"

"Oh—Ibu Lara ternyata yang datang. Selamat pagi," sapa Yose sambil menutupi rasa canggungnya.

"Saya datang ke sini kalau bangun terlalu pagi," ucap Yose menjelaskan.

"Wah, nenek sangat beruntung karena memiliki cucu yang berbakti," puji Lara.

"Benar, dan istrinya pasti sangat beruntung bisa menikah dengan Yose," timpal neneknya.

Yose hanya mengulum senyumnya, kemudian membungkus kue pesanan milik Lara.

"Ini Bu, pesanannya." Yose meletakkan satu kotak kue itu di depan meja Lara. Lara menyambutnya dengan senyum lalu memberikan selembaran uang berwarna biru pada Yose.

"Terima kasih," ucap Lara. Ia hendak berbalik dan meninggalkan toko itu sendirian, tapi ia menundanya dan memberanikan diri untuk mengajak berangkat ke sekolah dengan Yose.

"Uhm—itu. Apa Anda tidak keberatan kalau berangkat dengan saya pagi ini?" tanya Lara ragu-ragu.