Chereads / ADURA / Chapter 31 - Bab 30 — Takdir

Chapter 31 - Bab 30 — Takdir

Baru kali ini ada yang berani menggandeng Hazard, tangan dari seorang gadis pula. Hazard bukannya tidak suka, hanya saja berkat sentuhan tak terduga itu fokusnya mendadak goyah. Selama bergandengan detak jantung seperti terdengar sendiri. Garis merah muda terlukis samar pada wajah. Kesadarannya kembali ketika Yena berhenti berlari dan meremas kepala seperti orang gila.

Hazard berkedip. Mereka berdua sudah benar-benar dikepung. Seorang penyihir hitam menepuk leher kuda tunggangannya untuk mendekat, penyihir yang pernah bertarung dengannya. Hanya ada satu cara agar mereka bisa selamat. Yaitu dengan cara...

"Maaf, Nona." Tanpa menunggu persetujuan, Hazard memangku Yena. Melompat ke atap dan berlari sembari mengelak, menghindari bayangan hitam yang ingin menjeratnya.

Yena memeluk erat tengkuk Hazard, akibat anak panah hampir mengenai kepalanya. Hazard berlari zig-zag dari satu atap ke atap lain, beberapa kali menunduk untuk menghindari panah yang menyerbu dari bawah.

"Nona, Anda membawa kuda?" tanya Hazard setelah berhasil kabur dari musuh.

"Ah, tentu! Kudaku di sebelah sana!" seru Yena, menunjuk ke kanan.

Tak sengaja, Hazard menginjak atap rapuh. Kakinya terperosok dengan punggung yang jatuh terlebih dahulu, menimbulkan bunyi gedebuk amat keras. Tulang belakang serasa remuk, begitupun dengan perutnya, ingin muntah berkat tekanan dari tubuh Yena. Telinganya berdengung, beserta langit-langit yang tampak berputar. Akibatnya seruan Yena tidak terdengar sama sekali.

"Suaranya ada di sebelah sana. Ayo cepat! Jangan sampai lolos!" teriak lantang seorang pria pada bawahannya. Mereka turun dari kuda, berjalan bersama ke arah rumah reyot.

Riuh tapal kuda semakin mendekat dan terhenti. Ringkikan kuda mengalihkan perhatian Yena. Terdengar pintu depan didobrak. Yena segara menyampirkan sebelah lengan Hazard di pundaknya.

"Tidak ada waktu, kita harus kabur!" pekiknya memaksa Hazard untuk berlari, beberapa prajurit berbaju besi mengejar-mengejar mereka.

Mereka keluar rumah dari pintu belakang, langsung berhadapan dengan sebuah tembok—dari lumpur dan susu—berwarna putih kekuningan. Yena segera memanjat kemudian mengulurkan tangan untuk membantu Hazard.

Sebuah anak panah dari belakang hampir menembus lengan Hazard, tangannya terpeleset sampai badannya tergantung-gantung. Hazard mencengkram ujung tembok lagi, berusaha memanjat.

"Ayo, Naik!!!" Yena berteriak, segera menarik ikat pinggang Hazard hingga dirinya terjengkang kebelakang. Kantung yang terikat pada pinggang Hazard pun ikut terlepas, tergeletak di bawah lantai lumpur padat.

Beruntung mereka jatuh di atas tumpukan pakan ternak—berupa daun-daun kecil, pipih, dan bulat dari pohon Akasia—yang sudah menguning.

Yena segera keluar dari sana, berlari sembari merapat pada Hazard. Membawanya hingga ke gudang tempat kudanya diikat.

Setelah masuk ke dalam Yena segera menutup pintu gudang. Hazard menjatuhkan diri pada lantai kayu, beringsut ke sisi gudang sebelah kiri. Tangannya memegangi perut. Napasnya tampak berat, keringat panas membasahi pelipis.

Beberapa saat mengambil napas, Yena berjalan pelan menuju kudanya, meraih sebuah jubah dalam kantung besar—tersampir di punggung kuda.

"Ambil ini, kita harus pergi sekarang,"  titah Yena seraya melempar jubah bertudung coklat kusam pada Hazard. Sementara Yena mengambil jubah lain dan memakainya.

Bunyi langkah kaki beberapa prajurit terdengar sangat jelas. Otomatis Yena bersembunyi di sisi lain dibalik kuda "Sepertinya mereka mulai berpencar," bisiknya merapat ke dinding gudang.

Tiba-tiba pintu gudang terbuka lebar. Kedua bagian pintu menutupi mereka yang tengah bersembunyi. Seorang prajurit memasuki gudang tanpa melihat ke belakang.

"Satu orang, aku bisa membuatnya pingsan," gumam Hazard  lalu memakai tudung jubah dan mengendap kearah si prajurit. Dia pun menyerang dari belakang, menekan leher hingga prajurit itu jatuh pingsan.

Yena keluar dari balik pintu, menatap sesaat prajurit yang tergeletak. "Ayo, pergi," ajaknya dan keluar terlebih dahulu dengan Hazard mengekor dari belakang.

Mereka akhirnya bisa kabur. Dengan Hazard berpegangan pada pinggang ramping Yena. Kemudian Yena memacu kuda untuk berlari secepat mungkin hingga bangunan kota kian mengecil dan hilang.

🍂🍂🍂

Hari sudah gelap, bintang-bintang bertaburan di langit. Yena menurunkan masker kainnya lalu menepuk leher kuda untuk berjalan biasa. Sebuah pelukan dari pria di belakang sedikit membuatnya tidak nyaman. Yena menoleh, rupanya si pria telah tertidur di pundaknya.

Yena memutuskan untuk berkemah di tengah gurun, beberapa pohon kaktus tumbuh dengan acak di sekitarnya. Dia segera membangunkan pria di belakang untuk ikut membantu Yena membuat tenda. Sayangnya Yena hanya membawa satu.

Di dalam tenda dengan sebuah lentera untuk penerangan. Hazard duduk, satu kakinya diluruskan. Sakit akibat terjatuh sudah mulai hilang. Tetapi, warna hitam aneh makin menjalar di kedua lengannya. Ketika kaus merah disingkap keatas, tanda lahir jadi terlihat jelas. Kemerahan dan tidak tersentuh oleh warna hitam pekat itu.

Tiba-tiba Yena masuk ke dalam tenda, alisnya mengernyit tak sengaja melihat tanda lahir Hazard sebelum tertutup kaus lagi, ia membawa gulungan selimut tebal. "Aku hanya memiliki ini. Mungkin kita bisa berbagi," usulnya.

"Tidak perlu, kau pakai saja. Kita tidur bergantian untuk jaga-jaga jika ada yang mengejar sampai sini," tutur Hazard.

"Hn, oke."

Yena menghamparkan selimut di atas matras kemudian duduk di atas selimutnya. "Kau masih kuat, kan?" tanyanya menatap jemari Hazard yang sudah benar-benar hitam, begitupun pada lehernya.

"Kuat apa?"

"Warna hitam pada tubuhmu semakin banyak."

Hening.

Hazard tidak menjawab pertanyaan. Ia tampak menunduk seperti memikirkan sesuatu yang berat. Sedangkan Yena segera berbaring dan menutup tubuhnya dengan selimut tebal mencoba tidur.

Beberapa menit terlewat Hazard mulai bertanya, "Sebenarnya, mengapa kau membantuku?"

Tak ada jawaban masa sekali, mungkin Yena sudah tidur. Sialnya karena tubuh sedang tidak sehat, Hazard kesulitan untuk istirahat malam ini.

🍂🍂🍂

Suara bising dari lentera berhasil menyadarkan Yena. Dia duduk dan terbelalak saat mendapati Hazard meringkuk, terlihat kesakitan. Lentera pun segera dijauhkan.

Yena membaringkan Hazard jadi terlentang. Napasnya terdengar putus-putus, dada naik turun seperti sedang diambang kematian.

"Dia kenapa?" Yena meremas rambut. kebingungan harus melakukan apa.

Cahaya putih seketika menerawang dari balik kaus merah Hazard. Ketika disingkap, cahaya itu menghapus ingatan Yena, seakan pikirannya menjadi kosong.

Seketika, Yena memangku Hazard, mengelus pipinya lembut. Warna mata abu-abu Yena berkilat dan berubah menjadi biru terang. Pertama kalinya energi alam terbangun dari tubuhnya. Bibir Yena terbuka, segera menarik masker Hazard dan membuangnya. Yena mengecup Hazard dengan kedua netra yang tertutup.

Dibalik kerah pakaian Yena, menyala cahaya putih di sisi kiri pundaknya. Cahaya itu membetuk lingkaran spiral dan memanjang menjadi benang cahaya, kemudian menjalar pada bibir yang saling bertaut. Benang cahaya itu melanjutkan perjalanannya menuju bibir Hazard, memecah aura hitam yang hampir menyelimuti seluruh tubuhnya.

Perlahan, benang cahaya semakin masuk ke dalam pakaian Hazard. Sementara tanda lahir yang ada di bawah pusar, bereaksi dan membentuk lingkaran spiral juga. Tampak benang cahaya memanjang dari ujung lingkaran. Saling bertemu dan mengikat di sekitar organ jantung Hazard.

Aura hitam itu hancur bagai pecahan kaca yang berjatuhan lalu menyisakan kabut hitam dan menghilang perlahan. Lambat laun, benang cahaya menyatu dan masuk pada kulit mereka, tapi tanda lahir tidak kembali pada bentuknya yang semula.

Ketika sadar, Yena menjatuhkan Hazard dan keluar dari tenda. Wajahnya merah padam, bahkan sampai ke telinga.

"Apa yang sudah kulakukan? Argh! Bodoh!" erangnya lalu berjongkok dan memeluk kaki. Pipinya terlihat seperti tomat.

Tengah malam seperti ini tak ada angin yang berhembus kencang. Yena memutuskan untuk mencari kayu di sekitar pohon Akasia yang tumbuh dekat tenda.

Tadi itu apa? Mengapa aku melakukan  sesuatu yang tidak sopan pada orang sakit? Memalukan!

Seketika pipinya bersemu lagi. Yena menggeleng, berusaha menghindari pikiran-pikiran aneh dengan terus mengumpulkan kayu dan ranting untuk api unggun.

Sementara di dalam tenda. Hazard terduduk setelah kejadian tersebut. Tubuhnya kembali sehat seperti sedia kala. Saat ciuman berlangsung Hazard tak bisa berbuat banyak, tapi kesadarannya tidak hilang. Sentuhan lembut itu menjadi pengalaman pertama, cukup intim dengan seorang gadis.

Tiba-tiba, rasa gerah menyerbu. Hazard lekas melepas jaket dan keluar dari tenda.

Diluar ada Yena, terlihat menenteng ranting-ranting kering. Pandangan mereka kontan bertemu. Semburat merah timbul dari keduanya.