Hazard menggenggam lengan adik kecil yang berada di pipi, menatapnya tak berkedip.
Tiba-tiba ...
Keributan antar pengawal dan penduduk mulai nyaring di luar. Tak berlangsung lama, Hazard menyerahkan adik kecil pada kakaknya lalu melongok ke jendela. Ternyata benar, manusia-manusia sampah itu tampak mengusik gadis-gadis berparas cantik.
"Tolong Tuan Omar, jangan ambil putri saya ...." Mohon seorang wanita tua meraung-raung, ia memeluk kaki Tuan Omar sangat erat. Sedangkan putrinya segera diikat tangan dan kaki. Mulut pun disumpal dengan kain agar tidak berisik.
Hazard menajamkan pendengaran. Pria yang disebut oleh wanita tua, merupakan target selanjutnya. Namanya memang Omar sesuai yang tertulis, tapi Tuan Omar bukan seorang Menteri Perpajakan dalam paripus yang ia terima dari Harith. Sepertinya memang ada yang tidak beres.
Saat itu juga matanya menyipit lalu berbalik menatap adik kakak yang sedang berpelukan. "Kalian tunggu di sini. Jangan keluar. Aku akan mencoba mengusir mereka."
"Paman hati-hati!" pekik remaja perempuan, sorot matanya mengisyaratkan kekhawatiran.
Senyum yakin dia tunjukkan melalui mata. Hazard keluar dari bangunan tersebut melalui pintu belakang lalu berjalan mengendap-endap dan bersembunyi di balik punggung para penduduk. Sejauh mata memandang, tak ada yang mencurigakan. Hanya ada manusia biasa yang tidak bisa mengendalikan energi hitam. Anehnya masih ada perasaan mengganjal, entah apa itu. Semoga bukan apa-apa.
Energi alam dalam tubuh bangkit bersama netra yang bergerak menandakan bahwa Hazard sedang mengerahkan energi angin di sekitar tempat berdirinya. Angin ribut mulai mengamuk lalu mengikat butiran-butiran pasir dan membawanya terbang membentuk lingkaran.
Seketika Hazard melesat ke atap dengan berpijak pada dinding rumah warga yang saling berdempetan. Dia meningkatkan energinya menjadi lebih kuat di situ. Seringainya terkembang, rombongan Tuan Omar ambruk karena pusaran pasir membuat udara di dalamnya menipis. Mereka semua terlihat kesulitan bernapas. Saat itu lah kesempatan terbuka. Pedang segera dikeluarkan dalam sarung dengan sekali tarikan, sekarang waktu yang tetap untuk membantai semua sampah berserakan.
Hazard melesat, melompat tinggi-tinggi mengincar leher Tuan Omar. Namun tanpa diduga, bayangan hitam muncul dari dalam tubuh Tuan Omar, bayangan itu mencengkeram kuat pedangnya kemudian menggerogoti energi alam yang terdapat pada pedang. Saat itu juga Hazard terpental hingga membentur tandu berisi bahan makanan—dekat penduduk.
"Sial!" desisnya memegangi lengan kanan yang terluka.
Badai pasir yang tercipta mendadak terhenti, aura hitam dengan cepat menyebar hingga ke bagian lengan. Terpaksa, Hazard harus membuang pedangnya dari cengkeraman hingga menimbulkan bunyi gedebuk yang cukup keras. Karena pedangnya terlempar di pasir.
"Wah... wah... wah... akhirnya wujud Tuan Pembunuh dapat kami lihat dengan baik di sini."
Di balik rumah penduduk, rombongan Raja Firan muncul. Terdapat seorang penyihir hitam di antara mereka. Rupanya dialah yang menyembunyikan aura kehidupan mereka semua.
Dia terlihat seperti roh pohon yang masih sangat muda. Tapi mengapa tidak bertelinga runcing dan memiliki flek? pikir si penyihir mengamati ciri-ciri fisik Hazard.
Hazard berusaha bangkit, mencoba mengeluarkan energi alam dalam dirinya, tetapi gagal. Energinya tersegel secara tiba-tiba.
"Ada apa? Kekuatanmu hilang? Sayang sekali, jadi hanya segitu saja kemampuanmu?" cerca si penyihir pria. Dengan santai dirinya masih menenteng buku hitam di tangan kiri.
"Inti kekuatan penyihir itu ... pasti berasal dari sana," gumam Hazard terfokus pada buku.
Hazard segera mengambil pedang kembali lalu berlari dan melompat. Mengincar pergelangan si penyihir.
Nahas, bayangan hitam lebih gesit melindungi tuannya. Seketika Hazard terpental lagi, hampir menabrak barisan penduduk. Tulang rusuknya serasa remuk, aura hitam itu menyebar perlahan bagai virus.
"Ughuk ...." Segera ia menutup mulut, darah segar tampak mengintip dari sela-sela jemari. Tubuhnya sudah benar-benar terluka. Padahal hanya dua serangan saja dan semua itu sekadar pertahanan dari si penyihir. "Cih, kau lemah Hazard ...," celanya pada diri sendiri.
Raja Firan dan Penasihat Zain tersenyum melihat kondisi Hazard. Penasihat Zain tampak membisikan sesuatu pada si penyihir. Penyihir itu menyeringai, melangkah mendekati Hazard. Pedang yang sudah tersegel kekuatannya dapat dengan mudah digenggam oleh si penyihir.
"Tuan Assassin, Raja Firan memberimu dua pilihan. Pilihlah yang paling menguntungkan untuk Anda, bagaimana?" tanya penyihir angkuh.
Hazard tersenyum remeh, pandangannya menantang si penyihir tak kalah kejam. "Bunuh saja langsung. Bukankah itu lebih baik untukmu. Ataukah kau takut?"
Penyihir melotot. Ucapan Hazard ada benarnya. Menurut cerita zaman dulu, ketika manusia membunuh roh pohon secara langsung, manusia tersebut otomatis akan terkena kutukan. Entah benar atau tidak, yang jelas ucapan Hazard sukses membuat si penyihir gemetar.
"Kau, berani sekali—"
"Kenapa? Apakah yang saya katakan, benar?"
Emosi penyihir langsung tersulut. Dia mengeratkan genggaman. Pedang itu mengayun bebas di depan hidung Hazard.
"Mati saja kau! Sialan!"
TRANNKK!
Mendadak cahaya pelindung berwarna putih muncul, mementalkan tubuh si penyihir hingga tersungkur. Semua orang yang berada di lokasi tampak terkejut bukan main. Begitupun Hazard sendiri, tidak menyangka akan diselamatkan oleh sebuah pelindung yang muncul secara mendadak.
Penyihir hitam tercengang tak percaya, pelindung itu merupakan sihir terkuat milik penyihir putih. Bagaimana bisa? Dirinya menatap intens para penduduk.
"Orang-orang itu, tidak mungkin memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir putih. Artinya, pelindung ini sudah ditanam jauh-jauh hari," gumam si penyihir hitam. Para mengawal membantunya untuk bangkit. Ia berjalan sedikit pincang, kembali ke dalam rombongan.
"Kau baik-baik saja?" tanya Penasihat Zain.
"Tidak apa-apa, Kak. Hanya sedikit terluka," jawabnya lalu beralih menatap Raja Firan, "Yang Mulia, sepertinya kita harus mundur untuk sementara. Ada pelindung penyihir putih di sana dan saya tidak mampu menembusnya karena terlalu kuat. Jika Anda ingin menangkap si pembunuh sekarang tanpa bantuan saya, silakan. Tapi dia masih bisa melawan dan menghabisi para pengawal meski sudah terluka parah."
"Apakah sebegitu kuat?"
Penyihir mengangguk meyakinkan, akhirnya sang Raja mengerti. Tanpa sepatah kata rombongan Raja Firan dan Menteri Omar segera pergi dari kota Mitri.
Hazard tidak mengerti apa yang sudah terjadi. Nyawanya terselamatkan berkat pelindung misterius yang tiba-tiba muncul. Sayangnya ia tidak akan sempat untuk memikirkan banyak hal sekarang. Sebab Pandangannya tak lagi cerah. Lambat-laun mengabur dengan kepala yang mulai berdenyut. Terdengar suara langkah kaki mendekat. Seketika, semua berubah gelap.
🍂🍂🍂
Di padang rumput yang luas, Hazard kecil sedang duduk dan memperhatikan dengan seksama penjelasan dari Pangeran Ruar'vrede mengenai Pohon Kehidupan di sampingnya. Tampilan Pangeran Vrede walaupun sudah berusia senja—menurut usia manusia—raut wajahnya masih sangat muda. Rambutnya yang panjang berwarna putih diikat sebagian pada ujungnya, tak lupa dengan flek di sekitar mata berwarna emas mempertegas status Vrede sebagai Pangeran Ukheil.
"Pagi ini, aku ingin membahas tentang pohon kehidupan (Tree of Life) yang ada di sampingmu sekarang. Kau sudah membaca bukunya, Hazard?" tanya Vrede, menatap dengan mata hijaunya.
"Ya, saya sudah membacanya kakek." Hazard kecil mengangguk sambil membenarkan duduk.
"Baiklah, coba sebutkan apa yang kau ingat tentang pohon kehidupan."
Tampak Hazard kecil memandang kearah acak, mencoba mengingat isi buku yang sudah dibacanya. "Ugh... jadi... Pohon Kehidupan adalah jantungnya Alatar. Kalau pohon kehidupan tak ada maka elve tak akan mampu berkembangbiak dan akhirnya punah. Begitupun dengan semua tumbuhan di Middle Earth dan Human Earth, daya tahannya akan melemah jika pohon kehidupan tidak dilindungi dan mati."
"Daya ingatmu cukup bagus, Hazard. Tapi masih banyak hal yang belum kamu tahu tentang pohon kehidupan."
"Jadi, apakah itu kakek?"
Pangeran Vrede tersenyum kemudian berucap, "Para elve berasal dari roh pohon yang sudah mati maka pohon kehidupan sebagai nyawa keduanya. Itu berarti?"
"Aha! Elve dapat berumur panjang karena adanya nyawa kedua. Dalam artian elve bukan makhluk abadi. Elve hanyalah makhluk yang memiliki dua nyawa."
"Benar. Lalu, apakah kamu tahu mengapa elve tidak menua jika usianya sudah mencapai 25 tahun berdasarkan usia manusia?"
"Emm, Hazard tidak tahu. Memangnya kenapa?"
Pangeran Vrede tersenyum tipis. "Itu karena Dewa Freyr yang menghendaki. Sudah ketentuannya seperti itu."
"Ah! Yang benar saja! Tanpa belajar dari kakek pun yang seperti itu Hazard sudah tahu! Kakek curang! huhh!" Hazard kecil melipat tangannya dengan wajah dipalingkan. Ngambek.
Sedangkan Pangeran Vrede tertawa begitu renyah bahkan sampai mengeluarkan air mata. "Maaf Hazard, aku suka sekali melihat wajah kesalmu."
Sebenarnya Hazard kecil masih marah pada Vrede, terlihat dari bibirnya yang condong ke depan. Namun, rasa penasaran yang tiba-tiba datang menghilangkan amarahnya.
"Kakek, itu ... Hazard ingin bertanya soal energi hitam, katanya bisa digunakan sebagai pelindung dari serangan para iblis. Apa itu benar?"
Pangeran Vrede berubah serius. Pertanyaan Hazard cukup tak terduga baginya. "Dari mana kau tahu tentang hal itu?"
"Umm, itu ... Hazard tahu dari ...." Hazard tidak menuntaskan kalimatnya, terlebih karena melihat muka Pangeran Vrede yang sekarang, Hazard tak berani bilang.
"Ya sudah, kalau tidak ingin menjawab. Yang jelas kau harus mempelajarinya juga. Secepatnya. Jangan malas! Mengerti, Hazard?"
"Iya, Kakek! Hazard mengerti!"
"Kakek!" teriaknya lantang, napas pun berderu kencang. Hazard membuka mata setelah beberapa waktu mengalami pingsan. Cukup mengecewakan karena pertemuannya dengan Pangeran Vrede hanyalah sebuah mimpi.
"Akhh ...." Kepalanya mendadak berdenyut, Hazard mencengkeramnya kuat. Saat itu juga ia baru sadar, sedang berada di sebuah kamar dan bertelanjang dada. Maskernya menghilang entah kemana, menyebabkan kepanikan yang berlebihan.
Kriettt
Pintu kamar terbuka, seorang remaja perempuan membawa segelas teh hangat. Aroma teh memanjakan penciuman. Hazard terpaku sesaat, menilik poni rambut yang mengalun indah. Remaja itu mengenakan baju terusan rok berwarna merah pucat dengan pita mengikat pinggang.
seketika Hazard memalingkan wajah, ada perasaan takut meremas hatinya. Bagaimana ini? Ia tidak mengenakan masker!
Remaja itu menaruh teh di meja kecil sembari tersenyum. "Paman, akhirnya sadar. Seharian ini paman pingsan loh, untung saja Ayahku mempelajari sihir penyembuh sejak dulu. Jadi, paman tidak perlu khawatir. Semua bekas luka, sudah di obati."
"Semua?"
"Iya." Remaja perempuan itu tersenyum simpul.
"Aneh ...," gumam Hazard.
Bagaimana bisa hanya dengan kekuatan sihir dari seorang manusia luka dalamnya sembuh tanpa bekas? Tidak masuk akal sama sekali. Dirinya terus memikirkan kejanggalan dari tubuh yang ia raba dan tampak sehat sekarang, sampai tak sadar pintu telah diketuk berulang-ulang.
Kemudian masuk seorang pria mendekati Hazard. Pria itu merupakan walikota yang kakinya terluka parah. Beliau mengenakan celana coklat tua dengan hem berwarna telur asin. Tapi, mengapa dia tampak sehat-sehat saja?
"Kaki Anda? Kenapa sehat?"
Tuan Walikota malah tersenyum mendengar dua pertanyaan itu, lekas duduk di samping Hazard. Netranya tertuju pada tanda lahir yang tergambar jelas di bawah pusar.
"Mata Anda menatap kemana?" pekik Hazard menutupi tubuhnya dengan selimut. Bulu kuduknya mendadak berdiri ditatap intens seperti itu.
Pak Walikota justru terkekeh. Hazard mengerjap bingung dibuatnya. "Saya tidak tahu harus memulainya dari mana. Yang pasti, saya sangat senang, bisa bertemu dengan Pangeran Hazard, putra kedua Yang Mulia Ghani dari istri ketujuhnya Ratu Alea."
Alisnya bertaut hingga bersatu. Hazard tidak mengerti apa maksud walikota itu. "Putra siapa?" tanyanya meyakinkan dengan menunjuk diri sendiri, "Aku?"