Chereads / ADURA / Chapter 19 - Bab 18 — Furo

Chapter 19 - Bab 18 — Furo

Tengah malam di Gurun. Seorang penyamun dengan unta tunggangan berjalan menuju kota Mitri. Dia menyandera gadis yang tersesat di tengah oase tempat singgahnya siang tadi. Gadis itu terikat tali tambang yang ujungnya digenggam oleh seorang pria, kaki tangan si penyamun. Tujuan akhir mereka adalah kota Dellena.

"Tuan, Anda sudah mendengar tentang rumor si pembunuh gurun?"

"Sudah, memangnya kenapa? Kau takut?"

"Hehehe, sedikit. Tapi, sepertinya pembunuh itu hanya mengincar petinggi kerajaan saja."

"Sudah pasti. Jadi kau tidak perlu khawatir. 'Dia' tidak akan mengincar kadal-kadal kecil seperti kita."

"Iya, betul juga ... yang Tuan katakan ada benarnya."

Mendadak sebuah batu kerikil melesat, melukai sebelah kaki unta tunggangan si penyamun. Debu pasir bertebaran menyakiti pandangan mereka bertiga. Kedua unta hilang keseimbangan dan terjatuh dengan suara gedebuk yang cukup keras.

"Kurang ajar!" Si penyamun bangkit dari unta tunggangan sembari menutup wajah menggunakan jubahnya karena debu pasir. Dia mencabut pedang di pinggang, mengacungkan ke segala arah. "Keluar kau sialan! Jangan jadi pengecut!" pekiknya tak gentar.

Anak buah penyamun melakukan hal sama. Namun sayang, kedua kaki dan tangannya bergetar, tidak seperti tuannya.

Lagi-lagi sebuah batu kerikil melayang mengenai kening anak buah penyamun, seketika pingsan saat itu juga. Penyamun mendesis kesal melihat anak buahnya tergeletak. Kedua tangan ia eratkan pada pedang.

Sedangkan dari kejauhan ada sesosok makhluk sedang tiarap di pasir. Makhluk itu menggenggam sebuah katapel. Ia memiliki ekor rubah dengan warna cokelat dan putih. Telinganya tampak panjang di atas kepala dan bergerak-gerak.

Makhluk itu menyeringai. "Giliranmu ..."

Bletak!

Penyamun seketika pingsan mengikuti anak buahnya, akibat benturan keras di kepala. Batu kerikil yang dilontarkan oleh katapel mengandung energi alam. Energi alam tersebut dikeluarkan menjadi energi pegas yang sangat kuat pada katapel sehingga tak satupun mampu menahan rasa nyeri dari benturannya. Makhluk berekor dan bertelinga rubah itu bangkit. Menuju dua manusia yang tergeletak. Sedangkan si gadis tampak ternganga melihat makhluk aneh dengan mata telanjang.

"K-kau itu apa?"

Makhluk itu melirik, tapi tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan si gadis. Dia menjarah semua perbekalan penyamun termasuk uang dinar dan dirham dari kantung yang tersampir pada punggung unta. Setelah semuanya berhasil dijarah, makhluk itu berjalan mendekati si gadis lalu berlutut dan melepas ikatan.

"Kau bebas. Sekarang pergilah, jangan sampai tertangkap oleh penyamun lain."

Gadis itu menatap manik hitam di hadapan. Menyadari makhluk tersebut sangatlah berbeda. Bentuk matanya indah dengan sudut yang tajam. Hidungnya pun mancung sempurna, terdapat pula taring runcing di dalam bibirnya yang tipis. Sungguh, benar-benar makhluk yang tampan.

"Hei ... kau baik-baik saja?" tanya si makhluk tampan seraya mengibas-ibaskan tangan.

Wanita itu langsung menggenggam lengannya dan bertanya, "Makhluk apa kau sebenarnya?"

"Emm, siluman rubah? Para manusia di negeri seberang sering memanggilku seperti itu, padahal aku bukan bagian dari mereka," ucapnya santai.

"Si-lu-man rubah? Apa itu?"

"Kau tidak tahu ya." Makhluk itu menopang dagu, menatap si gadis. "Yang jelas aku bukan manusia. Terserah kau mau memanggilku apa."

"Baiklah. Kalau begitu ... maukah kamu menjadi temanku?"

Alisnya mencuat lalu bangkit dan tersenyum menatap si gadis. "Ah, maaf Nona. Saya tidak berminat menjalin hubungan dengan manusia. Selamat tinggal. Berhati-hatilah, jangan sampai tertangkap kembali," pamitnya dan menghilang bagai hantu. Meninggalkan bunga prup tergeletak di atas pasir.

🦊🦊🦊

Di Kota Denvail. Hazard membeli beberapa bekal makanan di pasar dengan penyamaran seperti biasa. Banyak pula pedagang senjata menjajakan pedang berkualitas baik padanya. Hazard sekadar menolak dengan sopan.

Sekejap, netra Hazard menyala biru. Ia dapat merasakan energi alam dengan kepekatan yang sangat kental. Pertanda makhluk sebangsanya sedang berada dekat dalam jangkauan. Manik hitam Hazard mengunci sosok berkaki empat sedang berlari kearah jalan sempit. Hazard yakin sosok itu adalah seekor rubah. Namun, mengapa rubah bisa ada di kota? Aneh, harusnya mereka menetap di oase.

Hazard bergegas membuntuti rubah itu. Rupanya berhenti di sebuah gudang tak terurus. Rubah itu seketika berubah menjadi  sosok manusia, namun masih memiliki ekor dan telinga rubah.

"Furo?? Kaukah itu?"

Tercekat. Rubah bernama Furo berbalik, terkejut melihat Hazard. "Ya-yang Mulia Pangeran?!" Saking terkejutnya, Furo otomatis bersujud. Tidak menyangka akan bertemu dengan Pangeran dari Ukheil.

"Berdirilah ... kau tidak perlu bersujud seperti ini."

Furo berdiri sesuai instruksi. "Maaf Pangeran. Bagaimana Anda bisa menemukan saya?"

"Kau lupa dengan kemampuan spesialku?"

Saat itu juga Furo menunduk, malu dengan pertanyaan sendiri. Kemampuan yang dimiliki Pangeran Hazard memang tergolong spesial. Namun kemampuan mendeteksi aura itu dirahasiakan oleh sang Ratu karena ditakutkan banyak yang menginginkannya dan malah membahayakan pangeran. Sementara Furo bisa tahu karena saat masih kecil pangeran memberitahukan kemampuannya. Bisa dibilang ia dan Hazard adalah teman baik ketika masih kanak-kanak.

Hazard tersenyum tipis mengamati tingkah pemuda rubah di depannya. Pandangan beralih pada gudang di belakang Furo. "Sepertinya kau menyimpan banyak benda di sana."

Furo menelan ludah. "Itu ... sa-saya ...."

"Aku penasaran. Mengapa kau betah sekali tinggal di Human Earth. Padahal Middle Earth jauh lebih nyaman. Sepertinya yang di belakang adalah alasannya."

Keringat dingin mulai bercucuran pada wajah Furo. Mau tidak mau jika pangeran bertanya, ia harus menjelaskan semua rahasia yang sudah disimpannya sejak lama.

Tanpa perlu izin, Hazard memasuki gudang selepas kedua pintunya dibuka. Dia mengerjap, melihat bahan makanan dan uang yang ditimbun Furo dalam gudang. Bahkan hampir menyentuh langit-langit. "Untuk apa semua ini? Kau tidak membutuhkan semuanya, bukan?" tanyanya menyelidik.

"Memang tidak, tapi para manusia malang di luar sana sangat membutuhkan makanan dan uang yang saya timbun."

Hazard menatap Furo intens. "Kau mencuri?"

"Iya ... eh tidak! Maksud saya ...." Furo menutup mulutnya takut-takut. Kenapa juga ia sampai keceplosan begitu?

"Sudahlah, mengaku saja. Kau ingin berbuat baik pada manusia, kan? Aku tahu dari Ratu Tel'onera. Kau ada hutang budi pada mereka saat masih muda."

Furo menunduk dalam, menandakan semua yang dikatakan Hazard adalah benar.

"Kau, pulanglah. Biar aku yang memberikan semua ini pada mereka. Katakan saja, para manusia dibelahan mana yang ingin kau bantu."

Seketika Furo menatap Hazard lagu berucap, "Manusia di kota Mitri. Para manusia di sana semuanya sangat baik. Melihat kondisi mereka sekarang, saya ingin sekali membantu agar mereka tidak mati kelaparan."

Hazard berlutut, membuka karung berisi makanan. "Lalu, ada lagi?"

Furo menggeleng. "Saya ingin mereka sejahtera sampai Raja Altair yang sekarang turun tahta. Bukankah ... Pangeran sedang merencanakan pemberontakan bersama Pangeran Altair buangan itu? Saya ingin bertarung bersama Anda."

Hazard bangkit, berbalik dan tersenyum tipis. Dirinya berkata, "Jika kau ingin bertarung bersamaku, pulang sekarang dan berlatihlah lebih keras. Lawanmu, bukanlah manusia sembarangan. Sebagai Anima Elve yang berbakat harusnya kau tidak menyia-nyiakan kemampuanmu. Bantu para Anima Elve lain, agar mampu berevolusi dengan sempurna seperti kau yang sekarang."

Furo termenung. Memikirkan kalimat demi kalimat yang Hazard sampaikan padanya. Furo adalah Anima Elve satu-satunya yang mampu berevolusi, tak ada sebelum dia yang bisa melakukannya. Bahkan Ratu Tel'onera sendiri baru menyadari setelah melihat evolusi Furo yang begitu sempurna. Seharusnya Furo membantu kaumnya untuk berevolusi juga, tapi karena ambisi, Furo kabur dari Middle Earth beberapa tahun lalu untuk membalas budi kepada manusia-manusia baik diluar sana.

Furo membantu manusia lain yang berada di negeri seberang, sebagai bentuk balas budi dan permintaan maaf karena telah berpikir buruk soal manusia. Ia baru mengetahui kondisi kota Mitri ketika mengunjungi kota tersebut karena ingin bertemu dengan manusia yang sudah menolongnya dari kematian. Kelompok manusia di sanalah yang menghapuskan pemikiran buruk Furo tentang manusia.

"Baiklah, saya akan pulang sekarang. Tolong berikan semua persediaan makanan dan uang ini pada mereka, Pangeran."

"Kau tidak perlu khawatir, Furo."

Furo tersenyum kemudian berlutut. "Saya pamit undur diri."

Hazard sekadar mengangguk. Sementara Furo segera mengubah wujudnya menjadi rubah kemudian berlari menuju oase tempat portal pintu.

Setelah aura pekat Furo benar-benar tak terasa lagi, Hazard melipat tangan lalu berbalik menatap tumpukkan uang dan makanan. Ia mendengkus setelahnya, terpaksa harus mengenyampingkan rencana awal, menemui Pangeran Harith.

🍂🍂🍂

Penduduk kota Mitri di paksa keluar dan berbaris oleh seorang Petinggi Kerajaan bernama Omar. Tuan Omar merupakan Menteri Perpajakan yang baru. Dia dilantik oleh Raja Firan secara langsung. Para pengawalnya mengambil bahan makanan yang tersimpan di setiap rumah penduduk. Ketika ada yang tidak terima persediaan makanannya di ambil, penduduk itu dicambuk berkali-kali hingga terluka parah.

"Aku sudah bilang sejak awal, siapapun yang berani macam-macam akan seperti pria di sana. Maka, jangan membantah dan menurutlah!"

Penduduk gemetar mendengar suara lantang Tuan Omar. Mereka menunduk sangat dalam. Bahkan walikotanya pun tidak bisa berbuat banyak. Kondisinya saat ini sungguh menyedihkan,  tampak kedua tangan terikat kebelakang dengan kaki yang terluka akibat cambukan sangat keras, hingga kakinya sulit untuk berpijak kembali. Siksaan tersebut dilakukan karena sang Walikota sempat memberontak dan memprovokasi warganya untuk melawan.

Hazard berjongkok di atas atap, terlihat membawa karung kain cokelat di punggung. Maniknya mengamati perlakuan menteri dan anak buahnya lalu menghela napas kasar. Sungguh mengerikan yang terlihat, perbuatan manusia terhadap sesamanya. Menurut Hazard, pekerjaan yang ia lakukan sekarang justru lebih memanusiakan manusia, karena tidak menyiksa korbannya terlebih dahulu melainkan langsung di penggal. Tentu saja. Tapi lihat manusia-manusia tak berhati di bawah. Rasanya Hazard ingin membantai mereka segera.

Mendadak pandangannya beralih pada sebuah bangunan bertingkat, terdapat sosok anak kecil di balik jendela yang tertutup setengah kain. Dia penasaran ingin menemui anak itu. Sebuah bunga prup langsung diambil dari kantung sebagai alat untuk berpindah tempat.

🍂🍂🍂

"Kakakk ... A-ayah kenapa? Sepertinya terluka ...."

"Sstt, jangan berisik. Nanti orang-orang jahat itu tahu kita ada di sini."

Remaja perempuan mendekap adik perempuannya yang berusia 6 tahun di dekat jendela, berusaha menenangkan. Padahal jantungnya sendiri sedang berdetak tak karuan. Remaja itu berusaha terlihat kuat, agar adik kecilnya merasa aman di dekatnya. Saat itu, Hazard mendadak muncul dari belakang, membuat si adik terkejut hampir berteriak, untunglah sang kakak segera menutup mulutnya.

"K-kau siapa?" pekiknya gagap.

Hazard tersenyum di balik masker kemudian berlutut, menaruh karung berisi makanan dan uang dari punggungnya. Remaja perempuan itu segera sadar ketika melihat karung yang di bawa.

"Jadi, Paman orang misterius itu? Yang memberi kami berbagai macam bahan makanan dan uang untuk bertahan hidup?"

Hazard menggeleng. "Tidak juga, aku hanya menggantikan orang itu, biasanya dia yang memberi kalian sekarung bahan pangan."

"Si-siapa?"

"Kalian tidak akan kenal."

Tanpa terasa adik kecil terlepas dari pelukan sang kakak, mendekat kearah Hazard dan menyentuh pipinya. Adik kecil mengusap lembut pipi Hazard. Dan saat itu juga Hazard langsung tahu, bahwa adik kecil ini memiliki darah elve dalam dirinya.