Chereads / Bossku Is My Boyfriend / Chapter 3 - HARI PERTAMA

Chapter 3 - HARI PERTAMA

Triing... triing... tring...

Suara alarm di ponselku berbunyi. Waktu menunjukkan jam 5:30. Segera ku matikan dan bangun. Langsung menuju kamar mandi untuk cuci muka. Aku melihat bundaku masih sibuk memasak.

" Bund.. sedang masak apa?"

" Ini sedang masak sayur bayam buat sarapan."

" Dimana bunda menaruh belanjaan bunda? Biar Davin yang memotong sayurnya." tanyaku sambil menoleh kanan kiri mencari kantung belanjaan bunda.

" Oh iya bunda lupa, tadi masih ada di kursi teras. Bunda lupa membawanya masuk."

" Tolong dong ambilkan Vin!!"

" Baik bunda."

Ini kebiasaan pagiku untuk membantu bunda. Aku yang bagian memotong sayur untuk bunda berjualan gado-gado. Sudah 1 jam berlalu. Aku melihat jam di dinding dapur sudah menunjukkan jam 6:30.

Aku menghentikan aktifitasku memotong sayur. Aku harus segera mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja. Di hari pertama kerjaku, aku tidak boleh datang terlambat.

*********

Memakai baju rapi, sudah. Pakai minyak wangi, sudah. Tinggal merapikan rambut yang sudah ku berikan pomade dengan sisir. Setidak nya aku harus berpenampilan menarik. Tak sabar untuk bertemu Pak Nando. Hatiku sangat bahagia cuma dengan memikirkannya saja. Setelah berpamitan pada bunda, aku segera berangkat.

Waktu menunjukkan jam 7:45. Ada 1 mobil mewah yang terparkir. Mungkin itu mobil dari Pak Nando. Masih muda sudah sukses dan mempunyai usaha sendiri. Atau memang dari keluarga yang kaya. Atau mungkin itu hasil dari jerih payahnya. Aahh entahlah.

Dalam lamunanku, kapan aku bisa sukses dan memiliki mobil sendiri?. Bisa membahagiakan orang tua. Menyekolahkan adikku ke jenjang yang lebih tinggi. Jangan sampai seperti kakaknya yang hanya lulusan SMA ini. Aku tidak menyesali, malahan aku sangat bersyukur masih busa merasakan bangku sekolah. Banyak anak di luaran sana yang dari kecil sudah harus bekerja mebantu keluarganya. Anak-anak kecil yang menjadi pengamen di pinggir-pinggir jalan. Pasti semua anak itu juga sangat ingin bisa merasakan jadi seorang pelajar. Mendapatkan sebuah ilmu yang dapat menunjang kehidupan mereka kelak. Tapi apalah daya kalau takdir mereka harus seperti itu. Dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu. Mereka hanya bisa berdoa dan berusaha. Begitu juga dengan kita semua.

Takdir. Berbicara tentang takdir. Semua orang pasti memiliki takdir yang berbeda-beda. Jalan yang dilalui semua orang pasti berbeda juga. Takdir memang sebuah ketetapan Allah untuk semua makhluknya. Semua manusia mempunyai takdir ketika ditiupkan roh dalam raga janin saat di kandungan sang ibu. Kematian, rezeki, dan jodoh, itu adalah takdir yang ditetapkan oleh Allah Sang Maha Pencipta.

Mungkinkah perasaanku, rasa sukaku yang berbeda terhadap laki-laki juga merupakan sebuah takdir?. Atau mungkin tidak?. Tapi yang aku rasakan bahwa perasaan ini sebuah rasa yang nyata. Tak bisa aku bendung atau aku lawan. Ingin sekali raga ini untuk melawan. Tapi hati tidak mengizinkan. Haruskah aku diam dan menjalani apa yang hatiku katakan?. Sementara logikaku menjerit tak tahan. Ketika aku tahu apa yang bakal dunia katakan. Saat semua mengetahui aku berbeda dari kebanyakan orang. Mungkin semua orang bakal menjatuhkan ku, atau mungkin bisa lebih dari itu.

Memang hidup itu terkadang sangat kejam. Meskipun aku tahu, aku bisa memilih. Karena hidup adalah sebuah pilihan. Memilih untuk menerima atau menolak perasaan ini. Tapi, aahhh bingung aku dibuatnya.

Plaaaak...

Aku menepukkan tanganku pada kedua pipiku. Untuk membuyarkan semua lamunanku. Saat ini bukan waktunya untuk melamun dan termenung mengasihani hidupku. Aku harus tetap melanjutkan kehidupanku.

2 menitku terbuang sia-sia hanya untuk melamun. Aku bergegas menuju pintu dan membukanya. Aku kaget ketika orang yang ku lihat pertama di dalam adalah Pak Nando. Dia sedang duduk di sofa berdempetan dengan dinding. Dari wajah yang kulihat, dia sedang sangat serius memainkan ponselnya. Sangat sibuk mengetik. Mungkin sedang chatting dengan seseorang. Aku melihat keseluruhan, belum ada yang datang selain kita berdua. Kenapa seorang boss datang sepagi ini?. Pikiran ku bertanya-tanya. Bahkan para pegawainya saja belum ada yang datang.

Aku menghampiri Pak Nando, dan mengucapkan salam.

" Assalamualaikum, selamat pagi Pak Nando!!"

Dia melihat ke arahku yang merupakan sumber suara yang menyapanya.

" Oh, kamu Vin. Selamat pagi juga." kemudian melanjutkan fokus pada ponselnya.

" Mmm.. apa boleh saya duduk di sini pak?."

Aku memberanikan diri untuk bertanya dengan gugup. Sedikit lama dia untuk menjawab. Dan aku tetap terpaku berdiri menunggu jawabannya.

" Duduk saja." jawabnya singkat tetap fokus ke ponselnya.

Aku duduk di depannya. Aku memandangi pemandangan yang sangat indah. Tubuh yang sempurna itu di balut kemeja merah maroon. Sangat cocok dipakai oleh Pak Nando. Menunjukkan aura kejantanannya dan kedewasaannya. Aku melihat bibirnya yang tipis dan sexy itu. Terkadang bibir nya bergerak-gerak keatas dan kesamping. Aku tersenyum melihat hal menggemaskan itu. Mungkin itu kebiasaan Pak Nando yang mirip dengan kebiasaanku saat sedang berpikir.

" Mmm.. apa saya boleh tanya sesuatu pak?."

" Silahkan tanya saja." jawabnya dengan mata yang tetap mengarah pada ponselnya.

" Kok Pak Nando datang pagi sekali? Sedangkan yang lain belum datang?." tanyaku penasaran.

" Tadi aku ada keperluan pagi-pagi, jadi aku putuskan sekalian saja berangkat kesini. Tapi kebiasaanku juga yang tak jarang datang lebih pagi."

" oh.. begitu." jawabku sambil mengangguk-anggukkan kepalaku.

Tak berselang lama, beberapa orang datang dan membuka pintu. Mataku dan matanya bersamaan memandangi mereka yang baru saja datang. Sepertinya mereka adalah rekan kerja baruku di cafe ini.

Merekapun menuju kearah kami yang sedang duduk di sofa yang hampir melingkar. Aku pun menggeser tubuhku untuk memberikan mereka ruang untuk duduk. Hal itu membuatku duduk berdempetan dengan Pak Nando. Tanpa sengaja pingganggu menabrak pinggangnya, dan lenganku sedikit menyentuh bagian samping perutnya.

" Maaf pak, saya tidak sengaja." kataku sambil jantungku berdegup kencang dengan sedikit rasa takut kalau saja dia bakal marah.

"....."

Dia hanya terdiam, memalingkan wajahku sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Itu tanda yang menunjukkan kalau itu bukan masalah baginya.

Mata ini tidak bisa mengalihkan pandangannya. Pandanganku tertuju hanya pada bibir yang tersenyum manis itu. Betapa indah senyuman di bibirnya. Hatiku sangat senang dan berbunga-bunga mengetahui bahwa senyuman itu ditujukan kepadaku. Jantung ini berdegup kencang. Kukepalkan tangan kananku, dan ku tempelkan pada dada sebelah kiriku. Itu ku maksudkan agar orang lain tidak mendengar suara jantungku yang tidak bisa mengontrol irama detak nya.

" Selamat pagi semua."

" Selamat pagi juga pak." jawab kami dengan serentak.

" Mari kita mulai briefing pagi untuk hari ini."

" Tapi sebelum itu, ini adalah teman baru kalian yang akan bergabung di cafe kita. Namanya Davin." sambil menunjuk ke arah ku.

" Silahkan perkenalkan dirimu." tambahnya sambil menghadap ke arahku. Dan aku membalas isyarat pandangan matanya dengan menganggukkan kepalaku.

" Selamat pagi kakak-kakak semua."

" Perkenalkan, namaku Davin Oktavian Narendra. Mohon bantuannya." sambil ku todongkan tangan untuk berjabat tangan kepada kakak disebelahku berlanjut ke tiga yang lainnya.

" Namaku Dwiki, salam kenal juga ya." kata kakak sebelahku.

" Namaku Andi, mohon bantuannya juga ya."

" Dimas, salam kenal juga. Jangan sungkan-sungkan untuk bertanya dan meminta bantuan, okee?" dan aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. Tinggal perkenalan dengan yang terakhir.

" Vendi, salam kenal juga. Semoga betah kerja bareng kita-kita, hehe."

" Baik, semuanya sudah berkenalan, mari kita mulai briefing." kata Pak Nando.

Dalam briefing pagi tersebut, Pak Nando menjelaskan kepadaku job desk pekerjaanku. Aku dan Andi sebagai pelayan, mengantar pesanan, membersihkan meja, mengambil piring dan gelas kotor. Dwiki bagian front desk. Menerima pesanan dari customer, menerima pembayaran, dan membuatkan minuman yang di pesan. Sedangkan Vendi dan Dimas, bagian urusan dapur. Memasak makanan yang dipesan dan mencuci piring kotor.

Jika bagian front desk sedang ramai, bagian pelayan bisa membantu ke front desk jika sedang senggang. Begitupun sebaliknya, front desk bisa membantu bebersih. Saat front desk sedang senggang, juga bisa membantu ke bagian dapur. Dan jika pada saat itu cafe sedang ramai-ramainya, semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Maka Pak Nando akan turun dan membantu di bagian menerima pesanan dan pembayaran. Sehingga bagian frint desk bisa fokus untuk membuat minuman dan membantu ke dapur yang sibuk dengan banyak pesanan.

Kemudian Pak Nando menjelaskan tentang jam operasional. Jam bekerja dari pukul 08:00 AM sampai 21:00 PM. Cafe di buka di jam 09:00. Satu jam sebelumnya dipakai untuk briefing pagi dan persiapan opening. Tutup di jam 20:30, 30 menit sebelumnya untuk bersih-bersih. Jam istirat di bagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama jam 13:30 sampai 15:00, cafe di tutup dan kita beristirahat bersama. Sesi kedua di jam 17:30 sampai 19:00 dengan cara istirahat bergantian. Untuk hari libur setiap hari Jumat.

*******

Jam istirahat pun tiba. Masih belum terbiasa tubuh ini untuk bekerja. Agak sedikit capek, tapi masih bisa ditahan. Yaah wajar aja sih, sudah 2 bulan lebih hanya diam di rumah tidak mempunyai kegiatan. Cuma sekedar bantu-bantu bunda memotong sayur. Setelah itu cuma menjadi manusia rebahan yang tak berguna. Tidur malas-malasan di depan TV.

Tak banyak pengunjung yang datang, tapi juga tidak terbilang sedikit. Itu pun sudah membuat tubuhku sedikit merasakan capek.

Semua karyawan selain aku, pergi keluar untuk membeli makanan di luar. Hanya aku yang membawa bekal. Itu ku lakukan karena ini hari pertama kerja ku. Sedangkan aku belum mendapatkan upah. Jadi sebisa mungkin aku harus berhemat.

Aku menaiki tangga menuju lantai atas. Ruangan karyawan berada di sebelah ruangan Pak Nando. Di depan ruangan Pak Nando aku menengok. Dari balik kaca hitam yang tidak terlalu gelap, aku bisa melihat dia sedang sibuk dengan laptopnya. Dan terkadang juga dia membalik balikkan kertas yang sedang ia baca. Dari kejauhan aku dapat melihat wajahnya yang sedang serius.

Hendak ku lanjutkan melangkah ke ruang karyawan. Aku mendengar suara yang memanggilku dari ruangan Pak Nando

" Vin...!!!"

Suara itu tidak jelas tapi bisa aku dengar. Aku pun menoleh dan melihat isyarat tangannya yang memanggilku.

" Saya pak?" gumamku sambil menunjuk diriku.

"....." dia diam dan cuma bisa mengangguk.

Langsung saja ku buka pintu dan masuk ke ruangan itu.

" Permisi, ada perlu apa ya pak memanggil saya?"

" Kesini, ada yang ingin aku tanyakan."

Aku pun berjalan mendekat. Dalam batinku aku berkata : " Ada apa dengan Pak Nando?. Tatapannya yang melihatku saat ini ada yang aneh. Tidak seperti sebelum-sebelumnya. Atau ini cuma perasaanku saja?"

Sorot mata itu tak pernah melepas arah pandangnya. Sampai aku duduk di kursi depan mejanya. Rasa penasaranku semakin memuncak ketika ku lihat kedalam manik hitam kecoklatan itu. Bola mata yang indah itu seakan ingin mengatakan sesuatu. Rasa yang sudah lama terpendam jauh di lubuk hati.

Sepasang manik indah yang terasa seperti jurang tanpa ujung. Hitam pekat, gelap dan sunyi. Sorot mata itu menggambarkan rasa sedih, kesendirian, ketakutan, dan penyesalan yang sangat mendalam. Bercampur aduk menjadi sebuah kehampaan.

Aku mengernyitkan dahi sambil berucapap, " Pak...?"

Ia sedikit berjingkat dan kaget mendengar suaraku. Menegkkan punggungnya sambil berkata, " Ehmmm.. maaf. Aku sedikit melamun." Dengan sedikit jeda, dia melanjutkan. " Bagaimana dengan pekerjaanmu hari ini? apakah sulit dan melelahkan?"

" Tidak sulit kok pak. Tapi kalau capek, memang capek. Karena saya belum terbiasa. Sudah dua bulan lebih tidak bekerja, hanya rebahan saja di rumah, hehe." jawabku sambil terkekeh kecil dan menggaruk rambut meskipun tidak gatal.

" Baiklah, cuma itu saja yang mau aku tanyakan. Silahkan kembali dan selamat beristirahat."

" Baik pak. Saya permisi dulu."

Aku berdiri dan berjalan menuju pintu. Saat sudah berada di luar, ku tolehkan pandanganku yang melihat Pak Nando melanjutkan aktivitasnya. Pikiranku yang tadi pun muncul. Ada apa dengan Pak Nando?. Tapi melihat dia melanjutkan aktivitas nya, aku bergumam kecil dan menghembuskan nafas

"hmm... mungkin cuma perasaanku saja ."

Aku melanjutkan langkah menuju ruang karyawan. Ruangan yang cukup besar dengan loker para karyawan di pojok. Disampingnya ada satu meja dan lima kursi. Di depan meja kursi itu, di persiapkan matras lengkap dengan bantalnya. Di dekat pintu, sebuah musholla kecil yang cukup untuk 1 orang. Aku mengeluarkan bekalku dan memakan bekal yang seadanya. Terima kasihku pada bunda, yang telah menyiapkan bekal ini.

*******

Waktu pun begitu cepat berlalu. Senja yang kini telah berganti malam. Telah berlangsung berjam-jam yang lalu. Tapi rupanya sang rembulan masih malas memberikan sinarnya. Sang awan terlalu memanjakan sang rembulan. Berjejer rapat menyembunyikan keberadaannya. Sang angin menyapu lembut wajahku, memijat lembut badanku yang terasa sangat capek. Menyadarkan lamunanku yang sedang mendongak ke atas. Ahh sepertinya hari ini akan turun hujan.

Aku bergegas masuk setelah menyapu halaman depan. Masih banyak pekerjaan yang menanti di dalam. Malam ini lumayan ramai pengunjung. Terasa denyutan dan sedikit rasa sakit di kaki. Rasa capek mondar-mandir kesana-kemari mengantarkan pesanan.

Setelah menata rapi meja dan kursi, aku mendekat ke arah Kak Dwiki yang sedang mengelap front desk serta merapikan gelas dan cangkir. Aku duduk di dekat Kak Dwiki, dan menyenderkan tubuhku ke dinding dekat mesin pembuat kopi.

" Ahh.. Masyaallah capeknya..!!" kataku sambil menyelonjorkan kakiku.

Terdengar tawa kak Dwiki seraya berkata, " hahaa, ini masih hari pertama kerjamu, pastilah terasa capek. Aku dulu pun juga merasakan hal tang sama denganmu, Vin." Dengan sedikit jeda dia melanjutkan, " Lama-kelamaan kamu pasti akan terbiasa."

" Hmm.. jadi bukan aku saja yang merasa seperti ini ya, kak?"

" Tentu lah...!! bukan cuma aku dan kamu yang awalnya seperti itu, kemungkinan kita semua yang disini juga merasakan yang sama."

" Tapi ini masih hari biasa loh, kalau hari Sabtu dan Minggu, pengunjung bisa mencapai 2 sampai 3 kali dari ini."

Terkaget aku mendengar perkataan Kak Dwiki, dengan mata membelalak aku pun berkata, " Haaah, yang benar kak?"

" Hahaha, beneran. Jadi persiapkan dirimu ya." tawanya yang dengan nada sedikit mengejek, membuatku memoncongkan bibirku.

.

.

.

*******