Chereads / Cinta Wanita Lugu / Chapter 13 - EPISODE 12

Chapter 13 - EPISODE 12

***

Tidak biasanya seorang pemudi sepagi ini mendatangi kampus, udara terasa sejuk dan menenangkan jiwa. Belaian angin berhasil mengayunkan dedaunan pohon di lingkup gedung. Sinar matahari pagi menyempurnakan suasana.

Sesampainya disana Nadya menyiapkan lembaran-lembaran putih berkreasi tinta yang siap diberikan ke dosen pembimbing. Sementara menunggu yang akan datang, ia duduk di bawah pohon yang mana telah disediakan bangku-bangku.

Sesaat ia menoleh ke kanan ada mobil hitam terparkir tidak lama, Nadya langsung menghampiri.

"Pagi, Pak" Sapanya sopan. "saya ingin bertanya, kapan saya mulai magang, Pak?" Penuh semangat ia menanyakannya.

"Iya. Saya sudah mendiskusikannya dengan Pak Makmun, sepertinya empat hari lagi kamu bisa. Kelurahan menghubungi Pak Makmun kalau pihaknya meminta segera di kirimkan anak magang" jawabnya detail dan berwibawa khas seorang dosen.

"Terima kasih, Pak"

"Ya". Ia berlalu menuju ruangan meninggalkan Nadya sendiri. Biasa seorang dosen memang sibuk. Menjawab pertanyaanpun seperlunya saja.

Waktu masih menunjukkan lama datangnya sore, daripada pulang kerumah secepat ini mending ia memanfaatkannya kerumah paman, sudah lama mereka tidak berjumpa, semenjak Nadya menikah mungkin. Tanpa memberitahu ia langsung berjalan ketempat tujuan berpikir akan memberi kejutan.

Disaat akan kesana, ada suara lembut memanggilnya samar-samar. Sumber yang memiliki suara mendekat, ternyata itu Rea. Ada apa dia menghampiri Nadya jauh-jauh?!

"Nad, sudah mau pulang?"

"Eh, iya Re. tepatnya kerumah paman. Sudah lama tidak kesana" jelas Nadya sedikit ragu.

"Gimana kalo aku ikut?" Rea tidak biasanya menawarkan diri untuk menemani seseorang yang belum begitu akrab.

"Ha? Begitu ya? Kalo kamu gak keberatan" Nadya bingung harus jawab apa, jika ia menolak rasa tidak enakan mendominasi. 'Tapi tidak apa-apa lah, dia kan teman nya kak Revan'.

Dengan senyum sumringah, tanpa segan ia menggandeng sebelah tangan Nadya.

***

Suara benturan tangan dengan kayu dibalas oleh keheningan. Beberapa saat Nadya mengetuk pintu hingga berteriak secukupnya.

"Paman…"

"Paman… Nadya pulang"

Setelah tidak mendengar sahutan, mereka mencoba menunggu sambil duduk di kursi yang telah disediakan di teras rumah.

"Nad, kita sudah menunggu hampir setengah jam, kamu gak kepikiran mau kemana gitu?" cela Rea karena bosan menunggu.

"Sepertinya paman mu ada kepentingan. Besok kamu kesini lagi" solusi yang diberikan Rea benar menurutnya, Nadya tampak berpikir dan mengiyakan.

"Baiklah. Aku pulang saja, Re"

"Eh, tunggu. Kita main dulu, kita pedekatean aja yah?" pintanya sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada.

Nadya mengernyit, ia tak mengerti maksud ucapan gadis disebelah nya ini. Tanpa aba-aba Rea menarik tangan Nadya dan hendak mengajaknya main, layaknya pertemanan antara gadis satu dan gadis lainnya. Padahal mereka tak seakrab itu.

Kebetulan matahari saat ini masih menutupi dirinya dibalik awan tebal, sehingga cahayanya sedikit mengenai bumi, panasnya sedikit tidak terasa seperti hari-hari sebelumnya.

"Nah, ayo Nad duduk" pinta Rea mempersilahkan.

"i-iya, Re" Nadya sedikit canggung dan gugup entah kenapa, tidak biasanya. Sewaktu liburan kemarin seingatnya tidak begitu dekat, hanya sekedar teman satu kamar. Apa benar Rea ingin berteman dengannya atau memang ia dikenal sebagai adiknya Revan?

Rea menopang kedua pipinya dengan kedua tangan yang sikunya bertumpu pada meja kafe, mereka berhenti disebuah kafe favorite yang sering Rea kunjungi. Kafe yang menjual beberapa minuman berbahan dasar susu dan ada beberapa menu kopi juga tetapi tidak seperti kedai kopi biasanya yang menyediakan berbagai jenis dan macam kopi.

"Sambil nunggu pesanan datang, kita saling mengenal dulu aja, Nad"

"Oh? Iya, Re" lagi-lagi ia tak tahu maksud ucapan orang didepannya ini.

"Kamu udah berapa lama Nad tinggal dirumahnya Revan?"

Deg

firasat Nadya tidak meleset ternyata, dari tadi ia berusaha mengelak tetapi benar saja, Rea hanya ingin mengulik informasi tentang dirinya dan Revan.

"Kurang lebih lima bu..la..nan" senyum tipis mengiringi jawabannya.

"Yaahhhh… kok cuma segitu jawabnya?" Rea menunjukkan kekecewaan, jawaban yang ia dapat tidak sesuai yang diharapkan.

"Ceritain lagi dong, Nad. Gimana keseharian kamu disana, bukan yang gimana-gimana, keseharian kamu sama tante Riana. Dia cocok gak kalo sebagai ibu mertua? Hehe" ia bertanya dengan penuh harap seolah tidak ada maksud tersembunyi dibalik itu.

"Em… Mama baik banget kok, kami masak bareng kalo aku libur kuliah. Yahh.. di akhir pekan sih tepatnya" jawabnya jujur.

"Pas banget dong, ya kan? Hahaha..".

"Iya haha." Nadya ikut tertawa terpaksa hanya untuk mengimbangi gadis didepannya.

"Nad, istrinya Revan tinggal disana kan ya?" dengan polosnya Rea menanyakan itu, membuat Nadya semakin gugup. Nadya tidak tahu harus menjawab apa. Otaknya berpikir keras, karangan apa lagi yang harus ia ciptakan.

"Haha iya, dia kan istrinya kak Revan, sudah seharusnya tinggal disana" gugupnya sambil meminum minuman yang telah tersedia sejak beberapa saat lalu.

"Kesehariannya gimana, Nad? ceritain dong, kan kamu sudah jadi temanku sekarang. Bantuin aku ya? Ya?"

"Uhuk!"

Membuat Nadya tersedak mendengar kata 'teman' terucap dari bibir Rea, sejak kapan Rea menganggap mereka berteman?

"Kesehariannya yaaa layaknya suami istri normal" ia menjawab secukupnya.

"Mama tipe orang yang penyayang, jadi kami tidak dibeda-bedakan. Ia sudah menganggap kami sebagai putrinya sendiri".

'Semoga saja Rea gak bertanya lagi' batinnya meminta penuh harap.

"Ya baiklah. Kamu mau kemana lagi? Aku temenin ya?" tawar Rea lagi, melihat minuman mereka tinggal sedikit dan mencapai habis.

"Tidak, Re. Aku mau pulang, nanti Mama nyari" senyumnya canggung terlihat sopan, takut akan menyinggung temannya.

"Aku antar kamu saja ya"

"Eh. Tidak usah, Rea. tidak apa-apa" tolaknya halus.

"Ayolah, kita sudah jadi teman kan?"

Seperti biasanya, Nadya tak enak hati menolak niat baik temannya. Dengan berat hati ia menerima antaran pulang oleh Rea.

***

Pekerjaan dirasa telah selesai, inginnya Revan langsung menuju rumah ternyaman yang pernah ada dan tak sabar ingin melihat istrinya. Ia mengemudi sendiri mobil miliknya, selama ini memang Revan selalu mengemudi mobil nya sendiri, kecuali ia meminta jemputan dari bandara atau tempat lainnya yang memerlukan sopir.

Dihari yang sama tepat dipersimpangan rumahnya Revan tak sengaja melihat mobil yang ia kenal melaju.

"Itukan mobil…" tak memperdulikan apa yang dilihat, bergegas ia menuju rumah.

Mungkin memang sudah waktunya yang tepat, Revan melihat Nadya baru saja melangkahkan kaki masuk ke rumah. Berlari kecil mengejar istrinya yang tidak tahu bahwa dirinya pulang lebih awal.

"Nad. Kamu baru pulang juga?" Revan menyejajarkan tubuh dan langkah nya.

"Iya kak" tatapan terkejut tiba-tiba Revan ada dibelakangnya.

"Aku lihat mobil Rea pas dipersimpangan tadi. Kamu pulang bareng dia?"

"Iya kak. Rea maksa ingin mengantar aku pulang, tidak enak hati kalau menolak".

"Habis itu?" tanya Revan lagi, hatinya dipenuhi rasa penasaran tingkat sedang.

"Mmm… Rea langsung pulang, mungkin saat itu kakak lihat dia tadi"

Revan mencerna pernyataan itu. Dan bersikap masa bodoh saja.

"Ini aku bawakan kue. Kebetulan tadi lewat depan toko nya saat pulang" menyodorkan bingkisan berbahan plastik ke gadis itu."Ini buat kamu ngemil nanti malam, buat nemenin bikin laporan" imbuhnya.

"Udah gak ada laporan, kak" ia merasa sudah merepotkan Revan, tetapi kalau menolak Revan tidak akan senang.

Nadya membawa kue itu kekamar dan menaruhnya diatas meja kecil persegi empat khusus untuk meletakkan makanan dikamarnya.

***

Sepasang suami istri yang belum dimabukkan cinta sudah selesai dengan kegiatan kecilnya seperti berganti baju tidur masing-masing. Lebih tepatnya mereka sudah saling menerima dan saling memberi semangat disetiap usaha.

'Oiya. Aku tadi bawa kue, hm udah lupa aja, belom juga tua, Van' gumam mencerca dirinya sendiri. Biasanya kalau sedang nge game lupa segala tentang dunia, ini cuma kebetulan saja ingatannya bekerja dengan baik.

"Nad, kue tadi potongin dong, aku pengen nyoba".

"Iya kak". Nadya yang sedang main handphone bergegas keluar menuju dapur berniat mengambil piring kecil serta dua garpu juga pisau.

"Kak Revan ini kuenya sudah dipotong kecil" Nadya menyodorkan beberapa potong kue yang sudah ia potong lalu diletakkan diatas piring tadi.

"Oh. Iya. Taruh didepan aku aja, Nad" pinta Revan tanpa menoleh. Matanya fokus menatap layar ponsel, bagaimana tidak? Sekarang dia lagi asyik main game. Nadya membalikkan badannya yang hendak melangkah ditahan oleh Revan.

"Mau kemana, Nad?"

"Ke sofa, kak"

"Duduk sini bentar. Ada yang mau aku tanyain"

Nadya berpikir, menanyakan hal apalagi. Masalah Rea bukannya sudah dikasih tahu tadi. Tanpa penolakkan Nadya duduk diatas ranjang tepat depan Revan yang sedang memainkan ponsel. Revan juga segera menghentikan permainannya dan mulai menunjukkan keseriusan.

"Nad, kamu yakin Rea cuma nganterin pulang?" Revan mulai menanyakan yang sepatutnya ia ketahui.

"Maksudnya?" Nadya tak tahu arti pertanyaan suaminya itu.

"Aku yakin ada sesuatu yang dibicarakan Rea padamu, kamu jujur saja gapapa Nad. Apapun itu, aku janji gak akan marah" terdapat senyum yang menenangkan dari bibir Revan.