Kencan pertama pasangan cinta, sebut saja dengan kata itu, dilakukan disebuah mall yang menyediakan fasilitas zona bermain. Kencan anak muda sepertinya memang begitu, mengingat mereka masih berumur dibawah 25 tahun. Kenikmatan dirasakan keduanya, Nadya yang tertawa lepas diabadikan sepasang sorot mata suaminya.
Mereka terlena dalam zona permainan itu, hingga terdengar suara khas perut yang lapar. Nadya yang merasa suara itu berasal dari perutnya, ia menunduk malu. Laki-laki itu hanya tersenyum gemas melihat tingkah malu-malu istrinya.
"Mau makan apa, Nad?."
"Apa aja kak asal kenyang" jawab Nadya polos.
"Baiklah. Kita ke tempat makan yang disana saja" Revan menunjukkan ke sebuah tempat makan yang cukup ramai didatangi anak-anak muda. Tempat nya tidak jauh dari tempat mereka bermain tadi, masih dalam sekitaran Mall.
Nadya tampak bingung memilih menu makanannya, matanya fokus melihat dan memilah menu yang ada, matanya juga naik turun membaca tiap menu yang tersedia. 'asli. Aku gak tahu menu makanan apa ini, dari gambarnya sih menggugah selera, tapi rasanya kan aku gak tahu gimana' lumayan lama Nadya berkompromi dengan pikirannya, laki-laki didepan nya pun menatap heran.
"Nad"
"Nad" wanita itu masih saja mengacuhkannya, ia terlalu serius dengan menu disana. Atau memang ia tidak tahu apa-apa.
"NADYA" kali ini Revan mengeraskan suaranya, mengagetkan sang istri.
"I-iya kak"
"Udah milih makanannya?"
"Eh, emmm, sama in dengan kakak aja makan nya. Minum juga, kak" Nadya merasa malu, sambil meletakkan menu ke atas meja setelah ia pegang, sekian lama ia berkutat dengan menu. Namun, akhirnya Revan lah yang memilih.
Sebagai wanita yang belum pernah merasakan apalagi melakukan kencan, Nadya gugup sekali saat ini. Ingin rasanya lari dari posisi ini, ditambah Revan sedari tadi memperhatikannya tanpa henti, tidak punya pilihan lagi selain menundukkan pandangan nya.
'Kenapa makanan nya belom sampe juga? Bisa pingsan aku lama-lama disini. Kak Revan gak ada perhatian lain apa, selain muka ku?'
Revan yang sejak tadi menahan tawa, akhirnya lepas juga. Ternyata istrinya juga bisa ngelawak lewat gerak-gerik. Ingin sekali rasanya ia memangsa istrinya itu, kalau saja mereka menikah seperti pasangan lainnya, bertemu dan saling tertarik. Mungkin hari ini mereka adalah pasangan paling bahagia.
"Nad, coba diam sebentar"
"Eh?" karena kaget, tentu saja wanita itu diam tanpa bicara.
Seketika Revan menyelipkan rambut-rambut kecil kebelakang telinga Nadya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Nadya seakan pingsan kalau laki-laki itu melakukannya lebih lama lagi. Jantungnya tidak mau berhenti berdegup, seolah selesai berlari marathon saja.
Pelayan yang mengantar pesanan nya membuat Nadya tersadar kembali dari kegugupan yang menimpanya.
"Makan yang banyak, Nad. Biar nanti kuat kita kencan nya" senyum simpul mengiringi. Tanpa rasa bersalah ia melontarkan kata kencan.
"Uhuk.. uhuk.."
"Pelan-pelan maka nya. Nih minum dulu ya" menyodorkan segelas air putih miliknya.
Sebagian pendengaran seorang wanita kata kencan adalah kata yang lumayan asing. Tidak salah jika seorang Nadya mendengar kata kencan secara lantang membuatnya tersedak, apalagi yang berucap adalah laki-laki bernama Revan.
***
Suasana tegang saat makan sudah berakhir. Tidak! Yang tegang hanya diriku saja, tidak berlaku bagi Kak Revan. Dengan seenaknya dia memegang tanganku erat dan menariknya, lalu kami melewati beberapa toko pakaian. Kak Revan mungkin butuh beberapa jas dan kemeja untuknya kerja. Tapi ini toko khusus pakaian wanita, walaupun aku tidak paham pakaian disini bermerk apa, aku tahu betul kalau harganya tidak murah.
Kak Revan seperti terisi energy semangat, dia sudah memegang tiga helai dress yang sangat cantik. Warna soft kesukaan ku, aku tidak suka memakai pakaian dengan warna mencolok. Lebih tepatnya aku tidak percaya diri, apalagi aku orang yang kolot, tidak tahu fashion ini itu.
"Nad, kamu coba yang ini ya" kak Revan memberi salah satu dress cantik yang dipegangnya.
Tanpa bicara aku langsung mengambilnya, berlalu keruang fitting. Panjang dress sedikit diatas lutut, bagian dari pinggang sampai bawah agak kembang dan anggun. Lengan nya pendek tidak sampai siku, sedikit diatasnya. Tetapi ini terlalu berbeda dari bajuku sebelum-sebelumnya, kepercayaan diri ku luntur perlahan.
'kak Revan pasti menunggu sekali aku mengenakan dress cantik ini' dengan membuang rasa malu, aku keluar secara perlahan dari ruang ganti. Menundukkan pandangan lah yang bisa aku lakukan.
Sepertinya kak Revan akan mengejekku habis-habisan, reaksi nya Cuma diam setelah melihatku. Ini sudah dalam perkiraan ku, dress nya sangat cantik, aku nya yang membuat dress ini terlihat tidak cantik lagi.
"Oke. Saya ambil yang ini, mbak" seketika kak Revan mengatakan itu, apa maksudnya?
"Oh ya, dua dress lainnya juga saya ambil" dia juga langsung merangkul bahuku saat menjauh dari tempat itu.
"Kak"
"Kak"
"Kak Revan"
Beberapa kali aku memanggil, tapi seolah suara ku angin lalu. Dia terus saja menggenggam tangan kiriku, arah kami melangkah menuju parkir. Mungkin acara jalan-jalannya sudah selesai, kak Revan menyuruh masuk ke mobil, tentu saja aku menurutinya. Lalu ia mengendarainya melewati jalan yang sebelumnya kami lewati.
"Kak. Kita mau pulang ya?" sedari tadi dia diam saja, sepertinya kali ini juga berlaku. Kenapa mood nya bisa tiba-tiba berubah. Aku melakukan kesalahan mungkin.
"Iya. Ada yang harus kamu tunjukkan didepan ku nanti" senyum licik nya keluar.
Deg perasaan cemas dan takut datang tak diundang, memangnya apa yang harus aku tunjukkan? Seorang Nadya tidak tahu apa-apa didunia ini.
***
Akhirnya sampai juga dirumah besar. Namun, bukannya senang pulang kerumah melainkan khawatir. Revan kayaknya juga telah mengoleskan lem ditelapak tangannya sejak Nadya mencoba dress tadi, genggaman tangan nya tidak mau lepas. Membuat Nadya terus mengikutinya hingga ke kamar.
"Kamu coba kedua baju ini ya, Nad. Aku mau milih mana yang paling cantik kamu kenakan esok" tanpa bantahan Nadya melakukannya.
Baju kedua berbeda dengan yang pertama, gaun ini ukurannya lebih kecil sehingga menampakkan lekuk tubuh walaupun tidak berlebihan.
"Aku gak suka yang ini, Nad. Ternyata ukurannya gak pas, lekuk tubuhmu jadi kelihatan. Itu kan milikku, Cuma aku yang boleh melihatnya. Hem.. aku salah pilih ya"
'maksud kak Revan apa? Miliknya? Ini kan tubuhku, sejak kapan jadi miliknya!'
"Coba yang terakhir, Nad. Kalo masih gak cocok kita beli lagi yang lain" Dengan pasrah Nadya mengganti baju nya lagi.
Jika yang terakhir ini masih tidak sesuai dengan selera Revan, mau tidak mau wanita itu menguras tenaga kembali lagi ketempat tadi.
Gemetar dan gugup berdampingan seiring Nadya keluar untuk dilihat suaminya. Sekarang ia telah menampakkan seluruh tubuhnya dengan balutan gaun yang sangat cantik. Entah mengapa sangat cocok gaun itu melekat ditubuhnya, apalagi di sepasang mata Revan.
Revan tak bergeming, langsung saja ia berjalan mendekat. ke-kenapa kak Revan mendekat? 'Ka-kaki ku tidak bisa digerakkan, mulut ku juga tidak bisa bersuara.' Sepertinya rasa gugup serta gemetar tadi inilah jawabannya.
Semakin dekat tubuhnya dengan tubuh Nadya, tepat dihadapannya bukan pelukan yang ia berikan. Justru kedua tangan Revan memegang rambut Nadya yang terikat kebelakang, membuka ikatan disana, sehingga terurai sempurna rambut sebahu nya. Jantung Nadya berdetak kencang dapat dirasai laki-laki itu, ia hanya tersenyum simpul seolah tidak tahu.
Dirapihkan nya rambut cantik itu dengan lembut, semakin bertambah cantik saja wanita didepannya ini.
"Ka-kakak ngapain?" lolos juga pertanyaan dari mulutnya.
"Sssstttttt" Revan menatap seakan wanita didepannya sangat berarti.
"Kamu cantik banget makek ini, Nad. Besok akan launching brand parfume di Mall. Kamu datang bersamaku, aku ingin mengumumkan kesemua orang, kamu lah istriku"