Chereads / Cinta Wanita Lugu / Chapter 15 - EPISODE 14

Chapter 15 - EPISODE 14

***

Americano yang biasa diminum disaat mengobrol santai hingga serius selalu menjadi favorite Revan, hari ini entah mengapa ia merasa gusar. Matahari masih bersinar, tampaknya Revan ingin segera meninggalkan Adit di kafe itu. Namun, kali ini gagal. Adit berusaha menahannya dan berhasil membuatnya duduk ketempat semula.

"Bukan maksud ingin ikut campur, Van. Tapi ada hal yang harus ditentukan"

"Hem." Revan menanggapi malas, belum tahu maksud dari ucapan Adit.

"Anggap aku sebagai teman kamu disini, bukan dalam lingkup pekerjaan"

"Hem". Lagi-lagi Revan menanggapi malas.

"Oke. Hubungan sama Rea sekarang di fase apa?" sedikit ragu dan cemas sebenarnya ia menanyakan masalah ini, bisa dibilang hal pribadi anak bossnya. Tapi apalah daya, ia hanya berusaha melakukan tugas ini dengan baik.

Revan terkejut mendengarnya, mengapa Adit menanyakan hal yang tidak sepantasnya? Bukan kah ini terlalu jauh bila melihat hubungan mereka yang hanya pekerja magang, bertemu cuma sekali saat liburan semester kemarin saja.

"Kenapa kau ikut campur masalahku?" Revan sedikit tersulut emosi.

'Apa-apaan dia, masalah ini tidak ada hubungan dengan nya'

"Sadar, Van. Nadya kan istrimu, kenapa Rea masih diberi harapan? Kelihatan dari sikap dan perilakumu ke Rea saat di Jogjakarta kemarin. Kenapa aku ngomong gini, karena disini secara tidak langsung kamu nyakitin keduanya" akhirnya endapan-endapan rasa penasaran nya mulai berkurang.

Revan tertunduk dan diam, berusaha mencerna pertanyaan laki-laki didepannya. Tidak ada yang salah dari pertanyaan itu.

"Aku gak tahu harus gimana, Dit. Seandainya kamu diposisiku sekarang, dari awal udah tahu kalo kita menaruh rasa terhadap Rea. Tapi kamu nikah sama perempuan lain disuruh papa, kenapa gak nolak? Sejak kapan keputusan papa bisa dibantah?" terbayangkan lemahnya diri nya saat itu, masih saja tidak bisa terucap kata menolak jika bersangkutan dengan papanya.

"Aku paham posisimu, Van. Tapi kamu tetap harus memilih, Nadya sekarang istri sah mu dimata agama dan hukum. Dilain sisi Rea masih mengharap denganmu. Dusta jika Rea tidak ada rasa denganmu". Pernyataan ini membuat Revan diam dan memikirkan… entahlah.

"Beri keyakinan pada perasaanmu, buatlah keputusan yang tidak menyesal kelak" tambah Adit memberi keyakinan pada Revan. Ia percaya jika Revan bisa memilih yang tepat.

***

"Halo" kata yang biasanya keluar pertama kali jika sebuah benda pipih berbunyi.

"Van. Ketemuan ditempat biasa yuk besok" suara lembut yang biasa didengar dulu mengajak.

"Gak janji, okay.."

"Bukannya besok weekend? Walaupun magang ada waktu libur kan, Van?" tampak suara itu sedikit memaksa.

"Besok aku hubungin kamu lagi ya" Revan berusaha berbicara dengan lembut, agar tidak terlihat ia melakukan penolakan.

Perencanaan liburan disiapkan Revan sejak pagi, perasaan ingin cepat kembali kerumah terus memenuhi jiwanya. Mungkin besok waktu yang tepat untuk berdua seharian, menempel satu sama lain. Apakah besok ia bisa menolak Rea? Hal yang belum pernah ia lakukan saat masa-masa kuliah dulu.

Membuka daun pintu utama rumah dengan penuh semangat, tidak sabar melihat wajah gugup itu. Tentu saja Nadya sudah pulang, matahari sudah tenggelam diluar sana.

Tetapi saat tiba dikamar, sedikit rasa kecewa datang. Nadya tertidur dengan buku menutupi sebagian wajahnya, sepertinya ia sudah sangat mengantuk karena kegiatan hari ini membuatnya letih. Padahal Revan baru saja akan menyampaikan jalan-jalan pertama mereka besok.

Revan memandangi wajah yang tertidur pulas itu cukup lama dan lekat. Tanpa sadar senyuman timbul dibibir sensualnya. Setelah menaruh tas kantornya disembarang tempat, ia menggendong Nadya dengan kedua tangan, tangan kanan dibawah kedua lutut Nadya sedangkan tangan kiri dibelakang bahu Nadya. Membaringkan istrinya dengan lembut ketempat biasanya mereka tidur.

'Kayaknya dia kecapekan, besok pagi aja deh ngasih tahu nya'

Malam semakin larut, Revan masih saja berkutat dengan handphonenya. Tentu saja ritual mandinya sudah selesai, ia telah memakai piyama tidur sekarang dan duduk santai disebelah istrinya yang tertidur pulas.

***

Pagi menyambut mereka dengan cerah, Nadya mengerjapkan mata berusaha mengumpul tenaga dan kesadaran. Posisi wajah menghadap kesamping kanan lalu melihat sosok laki-laki yang sudah terjaga rupanya sejak tadi, tidak biasanya ia bangun lebih dulu dari istrinya. Mungkin karena terlalu semangat untuk hari ini.

"Selamat pagi" suara khas suaminya menyambut pagi dengan semangat. Serta berbaring menyamping menghadap dirinya.

"Ka-kak Revan!" sadar akan suara itu, ia segera beringsut duduk.

"Cepetan bangun, mandi sana. Kita akan pergi ke suatu tempat, jalan-jalan seharian sampe kamu gak bisa jalan". Disusul kekehan menyebalkan itu.

"Kakak gak lagi ngigau kan? Hari sabtu a-aku bantu mama masak" Nadya terkejut mendengar ajakan suaminya, agak canggung rasanya.

"Hari ini kita makan diluar, nanti aku bilang mama kalo kamu gak ngebantu masak dulu"

Hei… Nadya hanya terdiam, ia tak tahu harus bertindak seperti apa, tidak tahu harus melakukan apa, tampaknya ia sedang mencerna ucapan Revan.

"Nad. Mandi gih, keburu siang entar" .

Bergegas Nadya melangkah ke kamar mandi dalam keadaan masih terhanyut oleh pikirannya. Revan hanya tersenyum simpul melihat keterkejutan istrinya, sembari menyambar ponselnya diatas nakas dekat tempat tidur, dan ia mengetik sesuatu disana.

Revan : Sorry Re, kayaknya kita gak bisa ketemu deh. Aku mau nemenin Nadya belanja.

Revan juga bergegas melangkah keluar ingin menemui mamanya, tidak sempat mengecek kembali ponselnya, apakah ada balasan pesan atau tidak.

Rea : Belanja? Biasanya anak cewek selalu mamanya kalo mau apa-apa. Kok kamu, Van?"

Di seberang sana Rea menggerutu serta mengumpat kesal 'Revan gak biasanya gak balas pesan dariku. Sial, pasti ini ada hubungan nya sama Nadya'.

Tidak perlu menunggu waktu lama, Revan sudah menyelesaikan urusannya dengan mama. Nadya melihatnya melenggang dan membawa handuk yang ia sematkan di atas bahu sebelah kiri menuju kamar mandi. Sebelum melanjutkan mandinya, Revan menyembulkan kepalanya keluar, sempat-sempatnya ia melakukan hal itu sambil berkata.

"Nad, hari ini kamu pakai baju yang lebih feminine dari biasanya ya".

Nadya sebagai seorang istri, bisa dikatakan seorang istri sekaligus adik-adik an nya merasa heran atas sikap Revan. Kepalanya tidak kebentur sesuatu kan? Akhir-akhir ini sikap Revan membuat Nadya berpikir keras, ditambah beban yang sudah ada di kampus terutama untuk anak semester akhir seperti dirinya.

Sangat casual pakaian yang dipakai istri Revan, rambut sedikit gelombang diikat lembut kebelakang serta ia menyematkan jepitan manis disana, Sangat girly sekali.

Revan? Jangan ditanya, tentu ia memakai kemeja kesukaannya jikalau itu untuk berjalan-jalan santai. Eits! Jam tangan kesayangan juga telah bertengger keren di pergelangan tangan nya.

"Ayo Nadya cantik. Kita berangkat"

"Kakak gak usah lebay, deh" mendengar kata cantik membuat nya malu dan menunduk kan kepala, padahal bagian dadanya yang sebelah kiri sudan getar-getir.

Tanpa ragu dan penuh rona bahagia diwajah masing-masing, mereka berjalan menuju lokasi kencan pertama. Kencan? Yah Revan menganggap itu kencan pertama mereka, tetapi sang ratu tidak menyadari. Bagaimana tidak, selama ini ia hanya hidup dengan satu laki-laki, yaitu pamannya. Mana paham dia apalagi peka jika lawan jenis melakukan hal special disebut kencan.