Sudah hari ketiga di Pekanbaru dia merasa bingung. Bukan bingung karena pekerjaan tapi...dia bingung harus bagaimana lagi menyikapi Ara. Duh .. bodohnya Dariel dalam urusan asmara. Setelah konser malam itu dia belum menghubungi Ara lagi. Dia ingin sebenarnya memberi kabar, tangannya bahkan sudah gatal untuk mengetikkan sesuatu ke nomer Ara. Dariel berulang kali meraih handphonenya dan meletakkannya lagi dalam 2 hari ini. Dia benar-benar frustasi hanya dengan memikirkan Ara. Dia tak pernah segalau ini. Saat memikirkan Farah dulu dia tak sampai seperti ini. Dariel yang terbaring tadi mendadak duduk saat melihat handphonenya. Ada pesan dari Ara.
- Gimana kerjanya?.
Hanya dengan kalimat itu lelahnya tadi mendadak hilang. Dia tersenyum bahagia.
- Sama aja kaya dikantor cuman bedanya ga ada atasan yang suka manggil-manggil.
Ketik Dariel di Handphonenya nya lalu mengirim pada Ara.
- Nyindir ya?sibuk banget kayanya dari pagi.
- Aku ga sempet liat Handphone tadi.
Dariel berkelit padahal sebenarnya jika dia mihat Handphone dia selalu teringat Ara. Rasanya dia ingin terus menerus menghubungi Ara. Dia ingin tahu kabar seharian tentangnya.
- Baru pulang?
- Iya Ra.
Seolah tak ingin membuat Ara menunggu Dariel membalasnya dengan cepat.
- Ya udah selamat beristirahat.
- Kamu juga selamat beristirahat.
Dariel dengan dilengkapi emoticon senyum. Selesai berbalas pesan Dariel langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia bahagia sekali. Rasanya tak puas hanya dengan berbalas pesan saja. Andai saja pesan itu selalu Ara kirim setiap hari mungkin Dariel akan jauh lebih bahagia dari sekarang. Mendadak Dariel mandi dengan cepat dan tanpa berpikir dia melakukan panggilan ke nomer Ara. Dariel bahkan belum sempat mengenakan baju. Rambutnya masih basah dengan handuk membelit pinggangnya. Dariel duduk di atas ranjangnya sambil menunggu suara dibalik telepon.
- Halo.
Suara Ara terdengar merdu.
- Kirain udah istirahat.
- Aku yang harusnya ngomong gitu.
- Aku baru selesai mandi.
- Bukannya mau pulang?
- Iya besok sore.
- Kirain malem ini.
- Engga, besok masih ada yang harus diurusin dulu.
- Udah makan?.
- Belum.
- Kenapa?.
- Bingung mau makan apa.
- Makan di hotel aja.
- Bosen.
- Keluar aja cari.
- Iya nanti aja.
- Nanti keburu malem.
- Kan tukang nasi goreng, mie goreng bukanya malem.
- Ga baik makan mie.
- Ya udah nasi goreng aja.
- Nasi goreng mulu.
- Makanan favorit.
- Oh pantes.
- Kamu lagi apa?.
- Lagi ngobrol sama mommy.
- Aku ganggu dong.
- Engga kok...
Ara yang senyum-senyum dibalik telepon. Sejenak mereka diam. Seolah mencoba meluapkan kebahagiaan dengan caranya.
- Suaranya waktu itu ga hilang kan?.
- Engga sih cuman sedikit serak aja.
- Sakit?.
- Engga, ga sakit.
- Kirain sampe sakit.
- Kalo sakit sekarang aku ga mungkin ngomong.
- Masih merdu kok suaranya. Nyanyi lagi dong.
- Ih...apaan sih. Jadi malu nih.
- Kok malu?kemarin aja teriak-teriak pede.
- Ya kan ga nyadar.
- Khilaf maksudnya?.
Perkataan Dariel membuat Ara tertawa kecil dibalik telepon.
- Kamu dong sekali-sekali nyanyi.
- Nyanyi apa?kemarin aja aku hafal ga hafal tuh liriknya.
- Apa kek yang hafal gitu.
- Apa cantik?.
- Cantik?.
Ara semakin melebarkan senyumannya.
- Maksudnya judul lagunya cantik.
- Oh...
- Kok oh?.
- Maksudnya aku suka, ayo cepet nyanyi.
- Engga ah nanti keterusan pingin dinyanyiin.
- Ya emang ga boleh?.
- Bukan ga boleh nanti kena hak cipta.
- Ish..artis juga bukan.
- Mau aku jadi artis?aku tinggal resign terus ikutan agensi.
- Janganlah.
- Kenapa jangan?.
- Nanti Fans-nya banyak.
- Kenapa emang kalo banyak fans-nya?.
- Ya..ga papa sih cuman.
- Cuman apa?.
- Ga jadi.
- Kok ga jadi?aku nungguin nih jawabannya.
- Cuman nanti tangannya pegel karena pasti dimintain tanda tangan.
Ara mencari alasan lain padahal rasanya ingin dia katakan bahwa 'cuman aku bakalan cemburu'. Ah...banyak sekali kata yang tertahan.
- Mau oleh - oleh apa?.
- Engga, ga usah.
- Kenapa ga usah?aku beliin nanti.
- Beneran ga usah. Aku cuman pingin kamu cepet pulang.
Ara kini membuat Dariel tak percaya dengan apa yang didengarnya.
- Apa?kamu ngomong apa?.
- Ehm...
Ara salah tingkah.
- Kamu pingin aku cepet pulang?.
- Ya..maksud aku banyak yang mau aku tanyain di kantor, aku takut salah ngartiin laporannya.
- Kenapa ga tanya aja yang lain?.
- Aku udah coba tapi ga ngerti.
- Padahal sama aja kok.
- Ya bedalah, mereka keliatan takut sama aku makannya jelasinnya ga bener. Kalo kamu engga.
- Terus aku keliatan apa?.
- Keliatan apa ya?.
Ara berpikir. Rasanya ingin Ara jawab 'Kekiatan sayang' tapi mungkin itu akan terkesan kepedean.
- Keliatan apa?
Tanya lagi Dariel.
- Keliatan kaya guru jadi enak ngejelasinnya.
- Duh...aku dingin.
- Dingin?hujan disana?.
- Engga, aku belum pake baju.
Ups...Dariel salah bicara. Kenapa dia harus bicara ini?. Tadi itu benar-benar refleks.
- Eh maksud ak...
- Ga pake baju?.
Ara memotong ucapan Dariel. Pikirannya jadi liar sekarang. Melihat Dariel membuka dua kancingnya saja membuat Ara harus menelan ludahnya berkali-kali apalagi jika dia memakai baju. Rasanya tenggorokan Ara mendadak kering dan butuh minum yang banyak.
- Maksud aku, tadi aku habis mandi belum pake baju.
- Ya udah pake baju sana, nanti masuk angin terus sakit lagi.
- Iya, aku tadi buru-buru.
- Kenapa buru-buru?.
Ups...Dariel salah bicara lagi. Dia bisa ketahuan jika ingin menelpon Ara.
- Ya.. buru-buru takut kamu tidur.
- Aku tidur pun, telepon dari kamu aku angkat.
Ara dengan tulus menjawab. Dariel tersentuh.
- Kamu jangan tidur malem, besok matanya kaya panda.
- Engga, mana ada aku begadang.
- Ya udah aku pake baju dulu terus aku cari makan bye..
- Bye..
Dariel menutup teleponnya sementara Ara merasa senang atas panggilan yang dilakukan Dariel Karena jujur dia sudah menantikannya sejak 3 hari yang lalu. Hatinya seperti taman yang dipenuhi bunga lengkap dengan kupu-kupunya. Begitu indah. Hal yang sama dirasakan Dariel. Dia tak bisa membendung rasa bahagianya. Dia terus memandangi riwayat panggilannya. Tadi itu 20 menit yang berharga.
"Ish..makin dingin aja." Dariel teringat lagi akan badannya yang masih telanjang. Kini dia mengambil bajunya. Bisa-bisa yang dikatakan Ara benar, nanti dia masuk angin mana belum makan lagi. Ah...segalanya mendadak lupa karena Ara.
****To be continue