WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini
Dariel POV
"Waktu aku sama kamu aku ga ngerasa susah, aku seneng." Ara membuat aku bungkam kali ini. Mataku tak berani menatapnya. Aku hanya bisa melihat ke arah ujung sepatuku seperti anak kecil sampai Ara semakin duduk mendekat, tanganku kini ia genggam lalu wajahnya lekat memandangku. Ini pertama kalinya Aku merasakan ada wanita sedekat ini. Kira-kira apa yang akan dikatakan?aku..aku benar-benar beku saat Ara bersikap seperti ini padaku. Dengan jarak sedekat ini dia berhasil membuatku mati kutu. Aku tak berani berkata apapun padahal tadi aku jelas bertekad untuk menjauhinya. Rencanaku semua sirna hanya dengan tatapan dan genggaman Ara.
"Aku juga sayang kamu makannya aku peduli tentang kamu. Aku ga suka kamu jauhin aku."
"Kamu ga boleh gini, Aku ga enak sama pacar kamu." Aku melepaskan tangan Ara. Sadar, sadar. Aku berulangkali mengucapkan kata itu dalam hati.
"Pacar?" Ara sedikit menaikan halisnya.
"Aku ga sengaja liat pacar kamu kemarin pas jemput kamu."
"Hah?aku ga punya pacar."
"Aku ga minta perasaan aku di bales kok Ra, aku juga tahu diri."
"Oh..kamu liat Rey?kamu ga tahu Rey?Rey anaknya Uncle Riko dia sepupu aku. Kemarin dia emang jemput aku, minta anterin nyariin kado buat Kakaknya.." Ara menjelaskan dengan cepat padaku. Apa benar itu Rey?rasanya berbeda. Aku pernah melihat Rey sekali dan kemarin serasa bukan dia. Namun meskipun tahu kenyataanya seperti itu dan jika benar itu Rey aku tak langsung senang. Aku tak percaya diri jika harus bersama Ara. Dia jauh diatasku.
"Riel...aku sayang kamu." Ara menggenggam lagi tanganku seakan meyakinkan bahwa ucapannya bukan bualan sementara aku entah kenapa mulai mengangkat tangan kananku untuk mengelus lembut pipi Ara. Gerak tubuhku seakan bertentangan dengan niatku tadi. Aku tak bisa berbohong jika aku masih memikirkannya, mempedulikannya bahkan menginginkannya. Sekarang aku sudah berani menatap Ara. Bola matanya juga menatap mataku. Dia tak sedang berbohong begitupun aku.
"Aku ga suka kamu jauhin aku kemarin Riel, aku ga suka kamu cuek."
"Aku ga sampe hati jauhin kamu Ra.."
"Kalo gitu jangan, jangan jauh dari aku." Ara dengan ketulusan dan aku bisa merasakan itu. Aku bingung harus menjawabnya dengan apa tapi...aku ingin mencobanya. Mencoba sesuatu yang belum pernah aku lakukan dengan wanita manapun. Aku menarik wajahnya mendekat. Aku kemudian wajahku sedikit agar posisi itu membuatnya nyaman. Aku melakukan semaunya perlahan sampai aku lihat Ara menutup matanya begitupun aku. Hal itu bertepatan dengan penyatuan bibir kami. Ini halus, empuk dan hangat. Aku menciumnya. Aku benar-benar menciumnya. Bibir yang selalu mengoceh itu kini aku bungkam dengan mulutku sendiri. Rasanya berbeda dengan apa yang Nino lakukan padaku. Ara terlihat tak menolak tindakanku tapi dia masih diam. Oke. Aku harus memulainya. Aku tentu tahu bagaimana cara berciuman. Dari beberapa flim yang kutonton bahkan memperlihatkannya dengan jelas. Tangan Ara kini mulai bergerak menuju bahuku disaat aku juga mulai menggerakan bibirku. Aku menciumnya dengan hati-hati tapi sepertinya Ara jauh lebih paham harus bagaimana. Dia..dia hebat dalam membuat ciuman ini lebih nikmat. Aku hanya bisa membuka dan menutup bibirku. Bergerak untuk menyesuaikan pergerakan bibir Ara juga. Ini adalah ciuman yang aku inginkan. Aku bahkan menginginkannya sejak kita dinas kemarin. Rasanya aku ingin mencium Ara malam itu tapi...aku terlalu takut. Nafasku mulai terengah, kini aku mulai melepaskan ciumannya tapi aku masih memejamkan mataku dan tak mau jauh darinya. Aku tak tahu harus berkata apa lagim Rasanya ciuman itu sudah mewakili perasaanku.
"Jangan berubah. Aku ga suka." Ara berbicara lebih dulu. Tangannya masih dia takutkan dibahuku.
"Apa ga papa?apa ga papa kalo kita sama-sama?"
"Apa salahnya kalo kita coba." Ara dengan mantap. Apa iya?apa harus aku coba?rasanya selama ini aku tak pernah mencoba setiap kali aku menyukai seseorang. Apa salahnya jika aku perjuangkan kali ini?toh bapak sudah tahu dan siap pasang badan jika terjadi sesuatu denganku. Aku tsrsenyum kali ini menghilangkan kegelisahan yang sudah berhari-hari aku pendam. Aku langsung memeluknya. Aku tak pernah sebahagia ini. Cintaku diterima. Inikah rasanya memiliki kekasih?.
"Maaf, maaf aku jahat sama kamu."
"Iya kamu jahat banget."
"Masih sakit kepalanya?"
"Udah lupa."
"Ya udah pulang terus istirahat."
"Kalo kaya gini aku ga bisa pulang." Ara semakin mengeratkan pelukannya. Ini semacam serial terletubies jadinya.
"Kenapa?"
"Aku pingin nemenin kamu dulu."
"Jangan, nanti ada yang curiga."
"Ya udah tinggal bilang kita pacaran."
"Aku ga mau Ra.."
"Kok gitu?"
"Kalo semua orang tahu nanti mereka nyangkanya kita ga akan profesional, kalo mereka tahu kamu pasti diomongin sekantor. Masa atasan kencan sama bawahannya "
"Ya terus kenapa?"
"Aku ga mau nama kamu jelek di kantor, kamu kan salah satu pimpinan disini. Mereka harus punya rasa hormat dan menghargai kamu."
"Aku ga papa kok."
"Aku yang engga."
"Terus mau diem-diem?"
"Sementara gitu dulu ya, aku bakalan coba cari cara lain."
"Ish ... nyebelin."
"Sebentar aja kok."
"Iya-iya tapi kalo bilang Daddy boleh ga?"
"Jangan dulu deh, nanti aja."
"Terus aku boleh ngasih tahu siapa?"
"Nanti ada saatnya kamu boleh ngasih tahu orang-orang." Aku benar-benar merasa lega kali ini. Aku tak menyangka jika Ara juga mencintaiku. Ah..rasanya ingin aku luapkan kebahagiaanku. Dalam keheningan ini tiba-tiba terdengar suara perut yang bersumber dari Ara. Aku melepaskan pelukannya.
"Kamu laper?"
"Iya, aku ga bisa makan gara-gara kamu. Cuman gara-gara kamu."
"Iya maaf."
"Ya udah kita makan, ayo..." Ara menarik-narik tanganku.
"Bawa mobil masing-masing ya.."
"Iya-iya, ya udah ketemuan disana."
"Mau makan dimana?"
"Di cafe yang waktu itu ya."
"Ya udah kamu duluan aku nyusul."
"Jangan lama-lama."
"Iya cuman beres-beres aja." Aku lalu kembali keruanganku dan segera membereskan meja kerja. Sejenak aku berdiri dan terdiam. Aku menyentuh bibirku sendiri. Tadi itu...Tadi itu menyenangkan. Bibirku bahkan terasa masih basah dan berbekas lipstik Ara. Aku benar-benar menyukainya. Aku harus mencobanya lagi. Aku akan mencobanya dengan Ara seorang. Aku berjalan menuju lift dengan tersenyum-senyum. Mulai sekarang hari-hariku akan sedikit berbeda. Aku punya pacar sekarang dan itu seorang wanita yang paling aku suka. Paling aku pikirkan selama ini. Aku hanya perlu memikirkan bagaimana cara untuk memberitahu Pak Kenan nanti. Ya..aku harus memikirkannya segera.
***To Be Continue