Dariel yang sudah main mendadak teralihkan dengan sosok yang datang. Terlihat Dikta , Riko, Rey berjalan santai sambil ditemani Ara disamping mereka. Dariel dibuat tak percaya. Ara benar-benar nekat untuk datang ke acara ini. Keinginannya benar-benar tak bisa dicegah.
"Duh.." Keluh Dariel saat sebuah kok mengenai kepalanya.
"Lu kenapa?." Tanya Gio yang menjadi lawannya.
"Ga papa.." Dariel segera mengambil kok itu dan melakukan servis. Dariel tak konsen untuk mengikuti permainan kali ini. Kepalanya seakan ingin memutar untuk melihat kemana pergerakan Ara. Dia benar-benar tak bisa ditebak. Ah...sudahlah dia berhak berbuat apapun. Dia kan salah satu anak pemilik. Dariel kembali fokus bermain lagi untuk mengalahkan Gio lagian sepertinya Ara bermain di lapangan sampingnya. Setengah jam kemudian Gio sudah mutlak dikatakan kalah. Gio kini ditertawakan oleh teman-temannya yang lain. Lapangan berganti pada pemain lain yang masuk juga babak semi final.
"Wah masuk final nih.." Sandi sambil memberikan sebotol minuman. Dariel hanya tersenyum. Dia mengusap semua keringatnya dengan handuk kecil yang dia bawa.
"Hadiah jutaan rupiah menanti..." Chandra berlagak seperti seorang pemandu acara.
"Eh...tumben Bu Ara datang ya.." Sonya ternyata diam-diam memperhatikan juga kedatangan Ara.
"Iya nya, gw juga kaget tiba-tiba liat dia datang." Mia juga heran dengan kehadiran Ara.
"Dibanding main badminton, gayanya tuh kaya model baju-baju olahraga wanita gitu loh. Mau fashion show kali ya.." Ucap Chandra entah memuji atau meledek yang jelas ada tawa kecil disana. Dariel menatap kearahnya sebentar. Tega nian dia menjelek-jelekkan pacarnya.
"Lu ga nyamperin Riel?."
"Ngapain?."
"Kan lu anak buahnya."
"Ya lu lah, lu kan sekretarisnya Chan.."
"Udah kali, gw udah sapa pak Dikta sama Pak Riko termasuk anaknya Rey."
"Duh...gw lagi gini.." Dariel merasa tak pede dengan baju basah akibat keringatnya. Kini dia menarik bawah bajunya dan mengusap-usap perut sixpacknya dengan handuk.
"Riel..." Seseorang menepuk bahunya seketika Dariel langsung membalikkan badannya.
"Eh pak.."
"Menang?."
"Alhamdulillah pak.."
"Bagus, jangan malu-maluin tim keuangan dong." Dikta dengan senyuman.
"Pak Riko lagi main ya?."
"Iyaa, lagi lawan tim marketing."
"Wah..saya harus dukung pak Riko kalo gitu.." Farah ikut mengobrol mengetahui Riko bermain.
"Iya nih, dukung dong bapaknya jadi tim accounting bisa ketemu tim keuangan, bener ga Riel?." Dikta yang sepertinya sangat akrab dengan para anak buahnya.
"Iya pak..."
"Besok ada meeting di De space jadi kamu ga usah ke kantor langsung kesana aja ya.."
"Dari pagi pak?."
"Iya, ada klien penting soalnya."
"Siapa aja yang ikut meeting, Pak Ken, saya, Ara sama..kamu ikut ya Chan?."
"Siap pak."
"Oke pak.."
"Ya udah saya tinggal ya, kalian jangan terlalu cape nanti besok pada lemes dikantor. Makan dulu sana."
"Iya pak..." Beberapa orang menjawab perkataan Dikta beberapa lagi hanya tersenyum.
"Seneng nih kalo meeting diluar, makanannya suka enak-enak."
"Lu ya Chan, fokus.."
"Lu ya Riel...seurius....Mulu...". Chandra balik meledek. Dariel tersenyum saja. Dia lalu meminum air dalam botolnya. Kini matanya melihat ke arah Ara yang sedang berjalan keluar.
"Eh..kayanya gw keluar dulu ya.."
"Kemana?."
"Ada yang ketinggalan di mobil." Dariel beralasan. Dia lalu berjalan mengikuti Ara. Dia bagaikan seorang penguntit sekarang. Rupanya Ara pergi ke mobil Dikta. Sekarang dia membuka pintu belakang lalu bergerak-gerak seperti mencari sesuatu. Kepala Dariel menoleh ke kiri dan ke kanan seperti orang yang akan menyebrang. Semua aman. Kini Dariel menghampiri Ara. Berjalan dengan begitu cepat sampai benar-benar dekat.
"Wooa...."Ara kaget saat membalikkan badannya. Dia bahkan hampir terjatuh, untung saja Dariel menangkapnya.
"Kamu ga papa?."
"Ish...apaan sih ngagetin segala."
"Aku ga maksud ngagetin."
"Kenapa?"
"Ishh..jutek banget."
"Udah jawab aja kenapa?"
"Jangan bete-bete kenapa sih sayang..." Ucap Dariel dengan mesra. Tangan Ara bahkan belum dia lepaskan. Dia menggenggamnya.
"Aku tuh ga bete, aku cuman pingin buktiin aku bisa kesini tanpa orang lain curiga." Perkataan Ara disambut senyuman oleh Dariel. Tak curiga apanya? Teman-temannya saja tadi sampai terheran-heran dengan kehadiran Ara. Dariel diam tak ingin bercerita.
"Iya-iya aku percaya."
"Ya udah aku mau ke dalem." Ara melepaskan pegangan Dariel lalu menutup pintunya.
"Masuk mobil aku dulu yuk bentar." Dariel menarik tangan Ara yang akan pergi.
"Ngapain?nanti orang-orang liat lagi." Ara sedikit menyindir Dariel.
"Ih bikin gemes kalo lagi marah gini." Ucap Dariel menghibur sambil menarik tangan Ara. Kaki Ara kini dituntun menuju mobilnya. Dariel membuka kan pintu dan Ara dengan ogah-ogahan masuk. Setelah Ara masuk Dariel berjalan menuju kursinya. Pintu kini dia tutup. Tangan Ara yang melipat kini Dariel pisahkan. Dia menarik lagi salah satu tangan Ara dan menciuminya.
"Udah dong, aku harus ngapain sih sayang supaya kamu ga bete?." Dariel benar-benar bersikap manis sejak tadi. Ara yang sudah tak tahan ingin berbaikan kini membalas genggaman Dariel. Pria itu senang. Ara akhirnya dapat dipulihkan juga.
"Tandingnya lama banget."
"Gio soalnya lumayan jago mainnya."
"Ngapain sih pamer-pamer abs segala?."
"Abs? kapan?."
"Kapan-kapan, tadi juga. Mana ada cewek-cewek disana."
"Masa sih?ga nyadar aku."
"Tebar pesona ya?banyak orang yang ikutan, jadi aja di pamer-pamer."
"Engga, ga ada sayang." Dariel memainkan rambut Ara. Pacarnya itu senyum-senyum sendiri hingga dering telepon terdengar. Ara segera menjawab panggilannya.
- Kamu dimana Ra?.
- ehm...aku masih di mobil uncle, kenapa?.
- Uncle nyariin,
- Uncle udah selesai?.
- Udah, tinggal nunggu Uncle Dikta..
- Ya udah ini udah ketemu kok, Ara kesana bentar lagi.
- Sekalian bawain minuman uncle ya kayanya ketinggalan.
- Oke.
Ara mengakhiri panggilannya.
"Aku harus balik lagi.."
"Aku juga, tapi kamu duluan aja. Kalo kita barengan orang lain bisa curiga." Dariel sambil melihat-lihat lagi. Dia takut ada yang memergoki mereka.
"Ya udah aku masuk sekarang." Ara membuka pintu mobilnya.
"Bentar..." Dariel menarik lagi tangan Ara dan mengecup bibirnya.
"Aku ga bisa tidur gara-gara mikirin ini. Aku pingin coba lagi."
"Modus aja.." Ara sambil senyum-senyum dan keluar dari mobil Dariel. Secepat kilat dia mengambil minuman Riko dan kembali ke dalam sementara Dariel yang sudah memastikan Ara sudah duluan masuk, mulai keluar juga dari mobilnya. Dia bersikap senetral mungkin.
"Lama banget." Gio aneh.
"Iya...tadi gw sekalian...sekalian nyari-nyari tukang jajanan." Dariel beralasan.
"Terus mana?lu ga jajan."
"Ga ada apa-apa soalnya." Dariel berbohong lagi. diliriknya Ara yang kini sedang mengobrol dengan uncle-nya.
"Ya udah makan aja yuk, laper nih cape.." Chandra berdiri dan mengambil barang-barangnya.
"Makan dimana?" Tanya Mia.
"Di tempat biasa Mi.."
"Gw ga bisa ikut, gw langsung pulang aja." Dariel menolak.
"Kenapa?"
"Hm... Gw makan dirumah aja, pingin istirahat. Besok kan meeting."
"Pikiran lu di kantor mulu pantes susah jodohnya." Ledek Chandra. Dariel hanya bisa tersenyum mendengar itu.
***To be continue