Meeting kali ini terasa berbeda. Ara sesekali tersenyum sendiri melihat Dariel yang juga duduk tepat disebrangnya. Dia benar-benar senang atas status barunya. Rasanya ini seperti doa yang terjawab. Kini Ara harus menepati janji atas doanya. Dariel mencatat beberapa point penting sambil mendengar beberapa bahasan yang sedang dibicarakan. Dia juga begitu aktif bertanya saat merasakan sesuatu yang kurang jelas atau bahkan tidak tepat. Dariel benar-benar sosok yang pintar.
"Terima kasih atas kehadiran bapak dan ibu, meeting hari ini saya tutup." Sang moderator mengakhiri meeting. Semua bergegas pergi dari ruangan. Dariel menutup notebooknya dan berjalan kearah pintu.
"Sayang..." Bisik Ara ditelinga Dariel. Pria itu seketika bergidik dan langsung melihat ke kiri ke kanan. Dia takut ada yang mendengar selain dirinya. Telunjuknya kini dia simpan didepan bibir seakan mengisyaratkan untuk diam.
"Pak Dariel, ke ruangan saya sebentar.." Ara membuat Dariel berbelok ke arah lain.
"Ada apa Bu?" Dariel sambil menutup pintunya. Kini Ara mengangkat tangan kanannya. Disana ada jam yang menunjukkan pukul setengah 5.
"Iya kenapa?"
"Sayangnya mana?" Ara membuat Dariel hanya senyum-senyum.
"Kenapa senyum-senyum?ayo bilang."
"Kamu ya dari meeting aku perhatiin ga mau diem." Dariel berjalan ke arah kursi lalu duduk disana.
"Ga mau diem gimana? Aku duduk kok."
"Ya senyumnya itu loh, bisa ga sih jangan gitu?."
"Terus aku harus gimana?orang mau senyum."
"Ya jangan dong soalnya nanti orang-orang liat kamu makin cantik kalo senyum." Dariel menggombal membuat Ara tersipu.
"Kak..." Lagi-lagi Kenan membuka pintu tanpa mengetuk. Seketika Ara langsung menghilangkan senyumannya.
"Ke..kenapa dad?."
"Kenapa kamu?kok senyum tapi cemberut lagi Daddy datang?."
"Ga papa dad.."
"Ayo pulang."
"Iya nanti, Daddy duluan aja. Aku..aku bahas sesuatu sama Dariel."
"Udah selesai ini jam kerjanya."
"Bentar doang dad."
"Kasian Dariel sayang."
"Ga papa kok pak." Dariel ikut dalam percakapan mereka sambil memandang Kenan.
"Tuh...orang ga papa juga."
"Ya udah jangan sampe malem ya. Magrib udah dirumah kak."
"Iya Daddy."
"Daddy pulang duluan." Kenan menutup pintunya lagi dan pergi.
"Tuh..kamu harus pulang."
"Nanti aja jam...set 6." Ara bersandar dipinggiran meja tepat dihadapan Dariel.
"Keburu magrib nanti."
"Ngobrol dulu kek."
"Orang-orang nanti curiga loh kalo kita lembur bareng terus."
"Ya udah ayo keluar."
"Ga bisa sayang, hari ini aku juga ada badminton sama yang lain." Dariel meraih tangan Ara. Nah itu panggilan yang dia tunggu-tunggu.
"Jam berapa?"
"Udah magrib juga. Aku langsung kesana."
"Sampe jam berapa?"
"Paling jam 9nan."
"Lama banget sih?."
"Kan ga cuman main, ada ngobrol-ngobrolnya juga."
"Aku ikut."
"Jangan dong..."
"Tuh kan ga enak tahu backstreet tuh.."
"Iya sabar..." Dariel mengusap-usap halus tangan Ara. Wanita itu hanya diam saja. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Untuk pertama kalinya dia kesal dengan hubungan rahasianya padahal sebelumnya dia justru yang merahasiakan pacar-pacarnya dari Kenan, tapi entah mengapa rasanya bersama Dariel dia ingin mengaku saja. Mungkin ini yang dirasakan mantan pacarnya dulu. Wah...Ara terkena karma.
"Udah...jangan bete, nanti aku telepon. Oke?." Dariel mulai berdiri sekarang. Mengarahkan dagu Ara agar melihatnya.
"Jam 9 aku ada dirumah, terus aku telepon kamu." Dariel mengulangi lagi perkataannya.
"Hem..."
"Ih...masih bete nih..."
"Aku kan pingin ikut Riel, pingin tahu gitu, lagiankan itu acara kantor juga, Fasilitas kantor yang dikasih buat karyawannya. Masa aku ga boleh ikut?."
"Iya-iya aku tahu, tapi rasanya aneh aja kalo kamu tiba-tiba ikut."
"Udah ah aku pulang aja." Ara mendadak lebih kesal. Dariel bingung. Apa salahnya?kenapa Ara malah tambah marah.
"Ra..dengerin aku."
"Aku cape.." Ara mengambil tasnya lalu membuka pintu. Dariel menghela nafasnya. Apa ini rasanya pacaran?Dia tak tahu harus berbuat apa dan bertanya pada siapa. Dariel merasa tadi itu hal sepele yang seharusnya tak perlu membuat Ara semarah itu. Dariel kini keluar dari ruangan Ara sebelum ada yang melihat dirinya.
****
"Daddy..." Teriak Ara saat sampai dirumahnya. Dia melempar tasnya diatas sofa.
"Daddy di dapur kak..." Jawab Kenan membuat Ara segera menghampiri Kenan. Ayahnya terlihat sedang duduk sambil mengemil sesuatu yang dibuatkan Jesica. Ibunya sendiri masih sibuk dengan panasnya penggorengan.
"Kenapa?"
"Dad...aku denger ada olahraga rutin karyawan SC setiap Minggu."
"Iya ada, banyak. Futsal, badminton, berenang, tenis meja, golf.."
"Kenapa?"
"Daddy ikut dong."
"Ngapain Daddy ikut?Daddy olahraganya dirumah aja."
"Ih...dad, aku pingin ikut.."
"Ya udah kakak ikut aja sana."
"Pingin sama Daddy."
"Kenapa harus sama Daddy sih kak?" Jesica aneh.
"Ya kan pingin tahu dulu gitu."
"Itu kaya olahraga biasa aja kak. Emang kenapa sih kok kakak pingin ikut-ikutan?udah aja olahraga sendiri."
"Ya bedalah dad, kan...kan...aku..." Ara hampir saja kelepasan jika semua itu karena Dariel. Kini Ara memutar otaknya untuk mencari alasan.
"Kan aku apa?."
"Aku kan....pingin deket sama karyawan aku."
"Ya udah ikut uncle Dikta aja kalau engga uncle Riko. Mereka kadang ikut."
"Bener?mereka ikutan dong sekarang?".
"Mana Daddy tahu."
"Telepon dong dad.."
"Ih..kenapa sih kak?Daddy curiga nih. Ada apa sayang?"
"Aku kan udah bilang pingin ikutan aja, Daddy ga percaya?aku kan lagi beradaptasi sama suasana kantor. Daddy ga dukung aku nih." Ara langsung cemberut. Jesica yang kini ikut duduk memandang anaknya. Kenan yang tahu anaknya bisa kesal langsung meraih Handphone dan menelpon kakaknya.
- Halo Kak
- Kenapa Ken?
- Kak Dikta ikut olahraga SC hari ini?
- Ikutlah, lagi ada pertandingan badminton nih.
- Kakak dimana sekarang?.
- Lagi dijalan.
- Bisa kerumah dulu ga kak? Ara pingin ikut. Aku ga bisa nemenin, Sica kan lagi hamil muda jadi...aku nemenin dirumah.
- Ya udah, ya udah kakak kesana.
- Oke. Makasih.
Kenan mengakhiri teleponnya.
"Tuh uncle jemput, siap-siap sana."
"Beneran?"
"Beneranlah, masa bohong."
"Makasih Daddy, aku mandi dulu.." Ara segera bergegas naik keatas.
"Kenapa sih?aneh banget." Jesica dengan wajah terheran-heran melihat tingkah Ara.
"Biarinlah, kalo ga diturutin nanti ngambek anaknya." Kenan mengunyah lagi kentang gorengnya.
"Mas..Dede bayi pingin es duren beliin dong."
"Emang boleh ibu hamil makan duren?."
"Kenapa ga boleh?."
"Ya takut kenapa-napa aja, Mas telepon dulu deh dokter Mila." Kenan meraih lagi Handphonenya dan menghubungi sang dokter pribadi Jesica. Terdengar beberapa pertanyaan yang dilontarkan Kenan membuat Jesica senyum sendiri mendengarnya. Suaminya itu benar-benar detail.
"Gimana?boleh ga?"
"Boleh tapi jangan banyak-banyak."
"Ya udah beli."
"Iya-iya Mas beli. Online aja ya.." Kenan segera mencari penjual es duren untuk memenuhi ngidam istrinya.
***To be continue