Dariel POV
"Arabella pak.." Aku mengucapkannya namanya membuat ekspresi Bapak berubah. Bapak yang semula duduk santai kini memajukan badannya untuk melihat apakah aku seurius dengan ucapanku tadi.
"Dari awal dia masuk aku dikasih tugas sama Pak Dikta untuk ngajarin Ara dan aku ajarin dia selama beberapa bulan bahkan sampai sekarang. Awalnya kita biasa aja pak sampai aku ajak dia nonton konser, itu pun ga ada niat sama sekali karena aku memang punya tiket dan aku ga tau sama sekali itu adalah konser penyanyi yang Ara suka. Kita semakin deket dari situ tapi aku ga nyadar kalo diem-diem ada yang merhatiin kita. Chandra tahu aku suka sama dia jadi dia peringatin aku. Dia cuman khawatir kalo hubungan kita bakalan ngaruh ke kerjaan, ke karier aku, sama orang sekantor pasti berpikir yang engga-engga Pak, lagian Ara kan anak Pak Ken yang jelas-jelas punya Seazon Company." Aku bercerita semua tentang yang mengganggu pikiranku selama ini dan disaat yang bersamaan aku sedikit lega. Bapak itu selain orang tua adalah teman paling baik dimataku. Bapak masih diam mencerna penjelasanku tadi.
"Boleh bapak kasih saran?"
"Boleh pak, aku butuh saran dari bapak. Aku ga bisa berpikir jernih gara-gara mikirin ini."
"Bapak ga pernah liat kamu jatuh cinta, ini moment yang langka. Emang ada yang salah Riel kamu suka sama Ara?apa cuman karena dia anak orang kaya kamu ga berhak suka?apa itu masuk kejahatan?yang kamu takutin soal karier kamu tuh apa?"
"Aku takut aja Pak Kenan sama keluarganya ga suka jadi ngaruh ke posisi aku sekarang sementara aku nyampe sini dibantuin bapak masa aku sia-sian gitu aja pak."
"Kalo Ara nya gimana?"
"Ya Ara gitu pak baik, tapi aku ga tahu juga apa dia suka atau engga sama aku. Dia perhatian sama aku kalo aku lembur, kalo aku keluar kota, kalo aku belum makan. Aku dulu seneng dan nanggepin setiap perlakuan dia tapi belakangan aku malah cuekin dia pak karena aku ga mau ngasih harapan atau nyakitin dia. Aku bingung pak apa tindakan aku udah bener atau justru sebaliknya."
"Riel buat bapak selama kamu ga melakukan hal-hal yang buruk atau ngejahatin orang bapak ga papa. Sekarang kamu kaya gini emang ga nyiksa diri kamu sendiri apa?Kenapa sih ga coba omongin ke Ara?kali aja ada jawaban. Apalagi kata kamu Ara perhatian juga jangan-jangan dia suka. Apa kamu ga pernah mikir dengan sikap kamu kaya gini nih bisa aja kan Ara ga suka? terus dia bilang ke bapaknya dan akhirnya bapaknya negur kamu terus posisi kamu juga terancam? Riel..maju atau mundur juga posisi kamu sekarang lagi sama-sama ga enak."
"Aku takut kecewain bapak dengan tingkah aku dikantor. Aku ga mau buat keputusan yang salah."
"Riel udah deh coba tanya sama diri kamu sendiri kamu pinginnya gimana?kalo mau jauh ya udah jangan tanggung jauhin sekalian kalo mau deket juga jangan tanggung deketin sekalian. Jangan pikirin soal kasta atau apalah setahu dan sekenal bapak Pak Ryan aja ga pernah bahas soal itu bahkan kamu tahu Dikta itu juga dulu stafnya Pak Ryan yang dijodohin sama Bella tapi mereka bisa sampe nikah kok. Soal karier kamu itu urusan bapak kalo sampe kamu dikeluarin atau diapain bapak yang tanggung jawab lagian kamu bisa bantu bapak kelola usaha bapak kok. Ga harus bergantung sama orang lain terus."
"Aku selalu ngerepotin bapak, aku ga mau."
"Bapak ga papa, kamu keluarga bapak
Anak laki-laki bapak yang harus kamu pikirin justru gimana caranya kamu jujur sama Ara tentang keluarga kamu." Pak Stefan membuat Dariel termenung.
"Coba pikirin dulu kalo ada apa-apa bilang Riel, kamu kan punya bapak, punya ibu, punya Rena."
"Yah, kakak ayo makan kata ibu.." Serena datang lagi dan dengan manis mengajak kami makan.
"Udah jangan dipikirin mulu, makan dulu.." Bapak berdiri. Tanggapannya tadi benar-benar tak terduga aku pikir bapak mungkin tak suka dan marah tapi dia malah memberikan saran terbaiknya. Aku semakin tak enak dengan perlakuan keluarga bapak padaku. Kapan-kapan aku harus membalasnya dengan cara apapun. Saat aku berjalan menuju tempat makan handphoneku berdering dan itu Ara. Aku belum siap untuk berbicara dengannya jadi aku memilih mematikannya.
****
Selang beberapa hari berlalu Aku masih bersikap dingin pada Ara walaupun sebenarnya aku sendiri sedang bingung dengan langkah selajutnya yang harus diambil setelah mendapat saran dari Bapak. Aku kini berjalan sambil membawa map-mapku. Aku melihat Ara sedang berbicara dengan Pak Dikta dan Pak Riko, entah mengapa otomatis kakiku langsung berbalik untuk menghindari Ara. Aku benar-benar belum siap, aku masih galau dengan keputusanku. Jika aku bertemu dengannya, aku takut Ara akan mengajakku berbicara tapi sepertinya semua terlambat Ara melihat tingkah anehku. Wah gawat.
"Aku mau ngomong sama kamu." Ara membuka pintu dengan kasar dan membiarkannya tertutup rapat dengan suara yang cukup keras.
"Kenapa bu?" Aku mencoba bersikap setenang mungkin.
"Ini udah jam 6."
"Iya kenapa Ra?"
"Kamu kenapa sih?kok belakangan ini aneh banget."
"Aneh gimana?"
"Kamu tuh kaya ngehindarin aku, aku tanya-tanya kamu jawab singkat, aku ajak kesini kesana kamu udah ga mau, ada meeting kamu ga mau bareng. Kenapa sih?ada masalah sama aku?"
"Engga, ga ada."
"Ya terus kenapa?"
"Ya aku ga kenapa-kenapa Ra, aku biasa aja."
"Aku tahu aku baru kenal kamu tapi bukan berarti aku ga tahu biasanya kamu kaya gimana."
"Aku cuman berusaha profesional aja saat kita kerja."
"Emang aku engga?aku juga profesional kok. Kita kan temen Riel, kalo ada apa-apa cerita dong."
"Ya aku ga mau orang lain salah paham aja sama kedekatan kita jadi aku jaga jarak aja."
"Oh itu?jadi kamu lagi jaga jarak?kenapa ga nyaman temenan sama aku?"
"Eng..engga bukan gitu Ra.."
"Oke, aku paham." Ara keluar dari ruanganku. Wajahnya begitu kesal, sepertinya aku melakukan kesalahan. Aku pun segera mengikutinya menuju ruangan.
"Ra bukan gitu maksud aku.." Aku mencoba menjelaskan tapi Ara malah sibuk berkemas. Memasukan barang-barang-nya kedalam tas.
"Udah sana, kamu ga nyaman kan deket-deket aku."
"Ra dengerin aku dulu."
"Nanti ada orang lain salah paham lagi." Ara kini mengambil tasnya dan mulai meraih pegangan pintu ruangannya.
"Karena aku sayang sama kamu!!!aku sayang kamu makannya aku gitu." Aku sedikit mengepalkan tanganku untuk mengumpulkan segala keberanian. Akhirnya kata-kata yang aku simpan beberapa bulan ini keluar. Ara yang sudah terlanjur membuka pintu menutup pintunya lagi.
"Kamu tuh atasan aku, anak pemilik perusahaan sementara aku ini siapa? Aku tuh cuman staf biasa disini, Aku tuh ga pantes buat kamu jadi aku pikir sebaiknya kita jaga jarak." Aku mengungkapkan alasan aku bersikap cuek pada Ara selama ini.
"Kamu boleh bilang aku minder karena jawabannya iya. Aku udah suka kamu dari bulan-bulan lalu tapi makin aku suka makin aku sadar aku ga boleh kaya gitu. Kamu pantes dapet yang lebih dibanding cowok yang cuman kaya aku."
****To be continue