Chandra menjemput Dariel sore ini di bandara dan sebelum mereka pulang Dariel memilih mengajak Chandra untuk makan di tempat terdekat.
"Tumben lu traktir-traktir?"
"Sebagai ucapan terimakasih udah jemput gw mana malem gini."
"Kaya kesiapa aja."
"Di kantor gimana?rame?"
"Ya gitu aja malah numpuk nih kerjaan gw. Seneng lu ke luar kota mulu jalan-jalan."
"Ah bikin pusing ngurusin cabang tapi ya gimana udah jadi kerjaan gw"
"Lu tuh sebenernya jabatannya apa sih ga jelas banget."
"Gw Manager Keuangan tapi sekarang ini disuruh bantu Pak Dikta dulu."
"Dapet komisi gede dong."
"Iya ntar gw bagi dikit tapi dikit banget." Canda Dariel sambil menggambarkan kata 'sedikit' dengan tangannya.
"Riel gw mau nanya dan lu harus jawab jujur."
"Nanya apa?"
"Lu suka sama Ara?" Chandra membuat Dariel menghentikan kunyahan dimulutnya. Pertanyaan Chandra tepat sasaran.
"Kenapa lu nanya gitu?"
"Gw tuh aneh aja ada gelagat yang beda dari diri lu tiap ngobrol sama Ara, belum lagi Ara suka senyum-senyum juga kalo liat lu. Kemarin aja nih dia nanyain lu pulang kapan, Kalian suka lembur barengkan?"
"Iya kayanya gw suka Chan.."
"Lu yakin?"
"Kenapa emang?"
"Ara itu kan anak owner, lu yakin bakalan tetep suka sama dia? Kalo misal nih kalian beneran jadian lu pasti jadi bahan omongan orang sekantor Riel, belum lagi lu sendiri baru naik jabatan pasti orang-orang mikirnya ada pengaruh hubungan lu sama Ara."
"Gw naik jabatan kan sebelum Ara masuk."
"Tapi tetep Riel pasti lu bakalan diomongin, gw sih ga papa karena gw tahu lu tapi apa lu udah siap dengan resiko itu?inget Pak Stefan sama karier lu Riel. Gw ga mau lu udah susah payah sampe ke titik ini tapi malah hancur gara-gara cinta doang." Perkataan Chandra membuat Dariel terdiam sejenak. Dia jadi tak selera makan.
"Lu udah siap apa nafkahin Ara? dia kaya begitu pasti banyak keinginannya lu harus ekstra kerja keras lagi nanti. Kenapa sih ga pacaran sama staf biasa aja Riel?"
"Ah..gw sebenernya belum mikirin yang begitu Chan tapi...sama Ara tuh beda."
"Ya lu deketin yang lainlah jangan Ara mulu."
"Iya-iya makasih saran lu, makasih udah ingetin gw." Dariel sambil tersenyum tanpa merasa tersinggung tapi perkataan Candra tadi masih menyelimuti otaknya dan hal itu berlangsung sampai Dariel tiba di rumahnya. Dia mendadak tidak bisa tidur, badannya terus ia gulingkan ke kiri dan ke kanan dengan gelisah. Dia bahkan tak membalas pesan Ara yang menanyakan apa dia sudah pulang atau belum.
"Bener apa kata Chandra kalo aku deketin Ara pasti orang sekantor heboh belum lagi aku ga tahu gimana reaksi Pak Kenan nanti kalo sampe ngaruh ke karier aku gimana?kasian Pak Stefan yang selama ini udah bantu aku disitu. Kayanya....aku harus stop deket sama Ara." Dariel berbicara sendiri mencari jawaban dan tindakan yang tepat untuk dia lakukan saat ini dan seterusnya. Kenapa dia tak berpikiran sampai kesana sebelumnya? Dia benar-benar telah dibutakan oleh cinta. Harusnya dia sadar diri mendapatkan Farah saja tak bisa apalagi Ara yang punya segalanya. Dariel khilaf. Rasanya baru kemarin dia jatuh cinta bahkan sangat-sangat jatuh cinta dengan Ara tapi kali ini dia harus menarik kembali cintanya.
****
Keesokan harinya Dariel bertingkah seperti biasa tapi dia bertekad untuk menjaga jarak dengan Ara agar perasannya tak semakin berkembang. Dia terus diam tak mengatakan apapun pada Ara. Pesannya kemarin malam pun tak dia balas sampai Dariel dapat panggilan dari Ara untuk ke ruangannya.
"Iya kenapa bu?" Dariel berdiri di depan Ara setelah menutup pintu.
"Kemarin kenapa WA aku ga di bales?"
"Hm...ketiduran."
"Oh...seru disana?"
"Hm...Lumayan. Bu ada yang ditanyain soal kerjaan ga?"
"Iya, laporan kunjungan kamu aku tunggu ya."
"Oh iya ini saya lagi kerjain."
"Jangan buru-buru ga papa, aku tahu kamu pasti masih cape." Ara perhatian tapi Dariel hanya senyum simpul bahkan terkesan terpaksa. Ara heran. Dia seperti bukan Dariel yang dia telepon kemarin malam.
"Kalo ga ada pertanyaan lagi saya kembali ke ruangan saya ya Bu."
"Iya.." Ara dengan senyumannya membiarkan Dariel pergi. Dariel menghela nafasnya saat duduk dikursi kerjanya. Rasanya sulit untuk tak membalas perhatian Ara. Dia sedikit merasa bersalah dengan setiap jawaban singkatnya tapi bagaimanapun ini untuk kebaikan mereka berdua juga. Apa bedanya nanti sekarang?Dariel pasti akan tetap patah hati.
"Riel..nih form yang lu minta.." Chandra langsung masuk saat Dariel sedang melamun.
"Oh iya makasih Can.."
"Kenapa lu?lesu gitu?sakit?"
"Engga, ga papa."
"Mikirin Ara?"
"Tutup dulu pintunya." Dariel mengingatkan.
"Jadi kenapa?" Chandra yang semula hanya akan memberikan form kini duduk dikursi depan meja kerja Dariel. Dia tahu ada sesuatu yang berbeda dari sahabatnya.
"Gw bingung aja tindakan gw udah bener atau engga."
"Tindakan apaan?"
"Yang lu bilang ke gw semalem Chan.."
"Oh...tentang hubungan lu sama Ara?Riel lu harus pikirin baik dan buruknya dan bandingin mana yang lebih banyak kalo baik lu bisa lanjutin kalo buruk mending lu tinggalin."
"Gw udah mikirin semalem, gw bakalan jauhin Ara." Dariel dengan mantap mengatakan hal yang sebenernya berat untuk dilakukannya. Lihat saja tadi, untuk cuek terhadap Ara, Dariel sudah merasa bersalah apalagi jika semakin jauh. Dia rasanya akan tersiksa. Mungkin ini hanya butuh waktu sampai Dariel terbiasa lagi untuk tak memikirkan Ara. Ya...biasanya juga dia tak memikirkan wanita. Biasanya dia hanya memikirkan keluarga dan pekerjaan. Sebuah hubungan baginya hanya mimpi. Mimpi yang entah kapan terwujud. Bisa berkenalan dan berteman dengan Ara harusnya lebih dari cukup. Ara membutuhkan seseorang yang bisa mendampinginya dengan baik, yang sepadan, yang tampan dan yang kaya tentunya. Jika hanya dengan dia, Ara akan hidup susah. Chandra benar. Kalaupun nanti mereka berlanjut Dariel harus ekstra kerja keras untuk mewujudkan keinginan Ara. Dia adalah salah satu pewaris SC, tempat dia bekerja sementara Dariel hanya karyawannya atau lebih tepat bawahannya. Rasanya kurang pantas juga.
"Kenapa sih lu ga sama Farah aja?udah jelaskan dia." Chandra mendesak lagi.
"Ga papa. Dia bukan jodoh gw." Jawab Dariel singkat. Rupanya teman-temannya itu masih ngebet untuk menjodohkan Dariel dengan Farah. Mereka tak tahu jika Dariel sudah di tolak mentah-mentah oleh keluarga Farah. Jika mengingat tentang hal itu perasaan Dariel jadi sakit lagi.
"Gw balik ke ruangan ya.." Ucap Chandra lagi.
"Iya.." Jawab Dariel dengan nada yang benar-benar putus asa. Hilang harapan.
****To be continue