Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 25 - Curhat dengan Bapak

Chapter 25 - Curhat dengan Bapak

Ara yang baru selesai istirahat menyempatkan diri keruangan Dariel.

"Iya masuk.." Suara Dariel dari dalam terdengar.

"Ga istirahat?"

"Udah Bu."

"Nih..aku tadi keluar sama Daddy, supaya ga ngantuk aku beliin kopi." Ara menyodorkan segelas kopi yang cukup terkenal pada Dariel.

"Simpen aja dimeja aku lagi pegang kertas takut basah." Dariel sambil terus fokus pada lembaran yang Ara tak tahu isinya.

"Seurius banget sih."

"Iya kan kamu nunggu laporannya."

"Aku bilang kan ga usah buru-buru."

"Ga enaklah kan Pak Dikta juga nunggu."

"Mau aku bantuin?"

"Engga, ga usah."

"Hm...ya udah aku balik ke ruangan ya, semoga laporannya cepet selesai." Ara meninggalkan ruangan Dariel dengan perasaan yang aneh. Dalam hatinya Ara berpikir Dariel semakin terlihat bukan seperti dirinya yang selalu ramah saat Ara datang. Apa ada yang salah dari sikapnya?atau dia sedang ada masalah? Itu adalah moment pertama saat Dariel cuek padanya karena sejak moment itu Ara terus menerus mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan dari Dariel. Dariel bahkan sudah tak lagi membalas setiap pesan atau panggilan Ara. Dia selalu beralasan laporan atau ada meeting.

"Kalo yang kemarin sih laporannya udah saya terima tapi saya minta lebih detail lagi ya penjualan per area nya." Ucap Dariel saat memberitahu staf nya. Ara yang saat itu baru keluar dari ruangan meeting melihat Dariel dan staf perempuannya sedang mengobrol di lorong ruang kerja.

"Oke pak."

"Saya minta hari ini ya nanti email aja.."

"Siap pak?ada lagi pak data yang dibutuhin?"

"Engga kok udah cukup, makasih ya.." Dariel tersenyum pada stafnya itu sementara tadi Ara memberikan kopi tak satu pun senyuman yang dia dapatkan. Setelah stafnya pergi Ara memberanikan diri untuk mendekati Dariel.

"Dariel.." Panggil Ara.

"Iya Bu.."

"Kenapa tadi meeting ga ikut?"

"Lagi ngurusin yang lain lagian saya udah suruh Chandra nulis beberapa hal pentingnya."

"Eh nanti sore ada Kahitna manggung di cafe yang aku ceritain waktu itu, kita kesana yuk.."

"Hmm..aku ga bisa."

"Kenapa?soal kerjaan lagi?"

"Bukan..Hm...ada janji sama Chandra mau main futsal bareng."

"Oh..oke. Kamu lanjut kerja aja." Ara lalu pergi menuju ruangannya lagi. Dia langsung melempar buku yang dia bawa dengan kesal.

"Kenapa sih Dariel?sejak pulang aneh banget." Ara duduk lalu menyilangkan tangannya sementara Dariel makin dibuat bingung dengan tindakannya sendiri.

"Ara kesinggung ga ya?duh aku jahat ga ya?" Dariel tak fokus. Sesekali dia melihat ke arah luar takut-takut ada Ara lewat namun tak ada seorang pun disana. Dariel bahkan sampai terkejut saat Handphonenya berdering.

- Halo pak

- Riel kemana aja? udah lama ga main nih, Serena nanyain.

- Iya maaf pak aku kemarin sibuk di luar kota hari ini aku kesana deh ya. Serena adakan?

- Ada, ya udah bapak tunggu ya

- Mau aku bawain apa?

- Jangan repot-repot kamu datang aja kita udah seneng.

- Iya pak..

Dariel menutup teleponnya lalu kembali bekerja. Kalo dipikir-pikir sudah lama juga dia tak mengunjungi Pak Stefan dan keluarganya padahal mereka sudah baik dengannya. Dia hanya takut jika bertemu dengan Tante Ana. Dariel tahu dari sikap baiknya, tantenya itu tak terlalu suka dengan kehadirannya diantara keluarga Pak Stefan. Apalagi kalau bukan karena Serena. Dia adalah satu-satunya anak pak Stefan dan ibu Vani.

****

Dariel POV

"Kakak....." Serena berlari saat melihat aku datang.

"Halo....udah makin tinggi sekarang." Aku memeluk anak kecil yang ada dihadapanku. Rambutnya kini sudah panjang dan senyuman dibibirnya tak pernah berubah saat aku datang. Dia manis.

"Suruh masuk kakaknya na.." Ibu sambil melihat ke arah kami. Aku di tuntun masuk ke dalam rumah lalu memeluk sebentar Ibu dan Bapak.

"Makin gagah aja nih."

"Ah..biasa aja kok gara-gara olahraga aja pak."

"Aku pingin duduk disini." Serena duduk di pangkuanku.

"Kakak bawain donat dan ice cream kesukaan Rena.."

"Oh ya? aku mau aku mau.." Rena antusias dan membuka bingkisan yang aku bawa.

"Bapak bilangkan ga usah bawa apa-apa Riel.."

"Ga papa pak.."

"Ibu lagi masak nanti makan malam disini aja ya Riel.."

"Aku yang jadi ngerepotin Ibu sama Bapak."

"Ibu ga repot kok, Ibu kan udah bilang kamu tuh anak Ibu juga jadi kalo anak pulang pasti ibu siapin apapun."

"Makasih Bu."

"Ya udah Ibu tinggal ke dapur dulu ya, Rena disini atau ikut ibu?"

"Aku disini aja sama kakak.." Rena yang sudah memilih donat kesukaannya.

"Kapan-kapan nginep disini Riel, Rena jadi ada temen."

"Iya pak nanti aku nginep ya sekarang kerjaan aku lagi banyak maklum akhir tahun jadi kejar target."

"Makin susah ya?"

"Engga kok pak, aku mungkin belum terbiasa aja."

"Anaknya Ken denger-denger udah masuk."

"Iya pak.."

"Siapa sih namanya?"

"Arabella pak.."

"Nah iya Ara. Gimana orangnya?"

"Baik kok pak.."

"Bapak tahu tuh waktu kecilnya Ara, disayang banget sama Ken soalnya anak yang paling dinanti-nanti dulu sama kaya Rena."

"Kakak aaaa..." Rena mencoba menyuapiku, dengan segera aku membuka mulut.

"Enak ga?"

"Enaklah inikan kesukaan Rena.." Aku mengusap halus rambut Rena.

"Atasan kamu jadi langsung Dikta?"

"Iya pak, Pak Dikta tuh baik banget jadi aku kadang ga enak."

"Kenapa ga enak?"

"Dia jarang marah meskipun aku ngasih laporan telat atau aku ngelakuin kesalahan."

"Dikta karakternya emang gitu kalo Riko sedikit Tegas sama kaya Kenan. Kemarin-kemarin bapak habis main golf bareng sama Pak Ryan.."

"Pak Ryan?"

"Iya, ayahnya Ken.."

"Oh...iya-iya pak."

"Kayanya cucu-cucunya sekarang mau pada gabung ke perusahaan."

"Iya sih denger-denger anaknya Pak Dikta sama Pak Riko juga mau mulai kerja bulan depan."

"Kamu kenapa?mukanya murung gitu?"

"Ah..engga pak. Biasa aja..." Aku sambil menyentuh wajahku takut-takut ada yang salah. Apa iya wajah murung itu terlihat?.

"Hayo...udah mulai rahasiaan ya, Rena liat kakak bohong ga?"

"Kakak ga bohong kok." Aku mencoba berbicara dengan sewajar mungkin.

"Kakak ga baik bohong sama Ayah.." Rena dengan polos memberitahuku.

"Ada apa sih Riel?"

"Hm...aku..aku.."

"Rena sama ibu dulu ya di dalem, ayah ngobrol dulu sama kakak bentar.."

"Nanti kakak pergi."

"Engga sayang, kakak kan mau makan disini bareng Rena.."

"Ya udah jangan bohong ya."

"Iya engga.." Aku meyakinkan Rena dan membuat dia pergi meninggalkan kami berdua.

"Sekarang cerita kenapa?soal kerjaan?ga nyaman?"

"Bukan..bukan soal itu pak. Aku malu ngomongnya." Perkataanku membuat Bapak tertawa.

"Malu kenapa sih?kamu ngelakuin sesuatu yang malu-maluin?"

"Engga sih pak."

"Terus?"

"Aku suka sama seseorang."

"Suka?jadi ini soal cewek."

"Iya, aku suka sama dia tapi...aku takut dan ga berani deket sama dia."

"Kenapa?"

"Dia itu bukan orang sembarangan, kalo aku suka sama dia aku takut sama dampak yang bakalan aku atau dia terima."

"Siapa sih orangnya?"

"Apa ga papa aku bilang?"

"Riel, ini bapak yang nanya. Bapak ga akan kasih tahu kesiapa-siapa kecuali ke Ibu."

"Arabella pak.." Aku mengucapkannya namanya membuat ekspresi Bapak berubah.

****To be continue