Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 22 - Makan malam pinggiran

Chapter 22 - Makan malam pinggiran

Dariel POV

Ini pertama kalinya aku menonton konser berdua dengan seorang wanita. Rasanya agak sedikit berbeda. Bukan karena masalah 'hanya berdua' tapi itu adalah Ara. Ara yang dikenal sebagai bosku itu kini tampak sangat menikmati konsernya. Dia sepertinya benar-benar fans berat Taylor Swift. Hampir semua lagu yang dibawakan oleh sang idola dinyanyikan pula oleh Ara. Dia fasih sekali berbahasa Inggris. Gerakannya sangat luwes seakan ini adalah konser keseribu kali yang dia datangi. Sesekali dia melihat ke arahku. Tersenyum kecil dan bernyanyi lagi. Oh..cantik sekali Ara. Jantungku dibuat berdegup kenyang setiap kali dia tersenyum. Bibirnya itu seakan mengandung panah yang bisa menusuk langsung ke jantung hatiku. Aku sebenarnya bukan tidak tahu amat lagu-lagu Taylor Swift, aku tahu penyanyi itu hanya saja tidak semua lagu aku hafal liriknya tapi aku tetap menikmatinya. Beberapa lagu bahkan terdengar seperti mewakili perasaanku.

"Nih minum, udah habis kan tadi minumnya." Aku memberikan Ara sebotol minuman lagi. Ara sempat dia sejenak. Matanya menatapku.

"Ga papa emang?"

"Tenggorokan kamu nanti sakit udah nyanyi-nyanyi gitu ga minum." Aku memaksa karena dapat aku lihat botol minumannya sudah habis. Dia meraih air itu dan langsung meneguknya habis.

"Panas ya?." Aku mencoba mengibaskan tanganku dekat wajahnya.

"Ga papa, emang gini kan." Ara terlihat mencoba biasa dengan suasananya tapi aku tahu dia pasti memaksanya.

"Maaf ya tiketnya bukan tiket VIP."

"Ih ga papa kok Riel, segini juga makasih udah ajak aku kesini."

"Iya sama-sama." Aku sambil tersenyum dan tak lama sang penyanyi muncul lagi. Kali ini membawakan dia menyanyikan lagu love story. Ara sempat berkata itu lagu favoritnya lalu dia menyanyi kembali. Dapat aku lihat dia sedikit menghayati lagunya bahkan gerakan tangannya seakan menunjukkan bahwa dialah penyanyi aslinya. Aku tertawa kecil. Lucu sekali tingkahnya. Dia ternyata bisa sekonyol itu dan tanpa malu pula dihadapanku. Selesai menonton konser kami beranjak keluar dan ternyata di luar hujan cukup lebat sementara aku sendiri lupa dimana aku memakirkan mobil saking banyaknya orang yang ada disini.

"Awas kehujanan.." Aku dnrgan refleks menutupi kepalanya dengan jaket yang sempat aku kenakan tadi.

"Aku tadi yakin kok parkirnya daerah sini." Ucapku lagi sambil melihat ke kiri dan ke kanan.

"Tuh..itu." Ara melihat tanda nyala pada sebuah mobil, dengan segera kami berjalan kearah mobil itu dan masuk.

"Deras banget hujannya." Aku menarik beberapa lembar tisu untuk mengelap lengan dan wajahku sendiri yang kebahsahan begitu pun Ara. setelah itu barulah aku mulai menjalankan mobil.

"Suara aku habis kayanya besok."

"Nyanyinya semangat banget sih." Aku senyum-senyum, tapi kalau sampai suaranya habis dan dia sakit tenggorokan bisa bahaya. Bukan karena aku takut di omelin Pak Kenan tapi itu artinya dia tak akan masuk dan aku tak akan bisa melihat wajah cantiknya.

"Habis lagu-lagu nya enak semua."

"Mau beli minum lagi?aku cariin."

"Ga usah nanti aja."

"Laper ga?mau makan dulu?"

"Boleh.."

"Mau makan apa?"

"Jam segini kalo ga dipinggir jalan ya junk food."

"Emang mau makan dipinggir jalan?"

"Emang ga boleh?"

"Jangan deh.."

"Kenapa?"

"Nanti aku ditegur Pak Kenan bawa anaknya makan dipinggir jalan."

"Mana ada, Daddy aku ga gitu kali. Dia aja sama mommy masih suka makan dipinggir jalan."

"Kamu pinginnya makan apa?"

"Hm...Apa ya."

"Nasi goreng?aku tahu nasi goreng enak, kamu pasti nanti bakalan langganan."

"Boleh tuh.." Ara menyetujui pilihanku dan kita pun pergi ketempat yang aku maksud. Aku benar-benar heran dengan seleranya. Kenapa dia mau aku ajak makan di sembarang tempat?padahal aku yakin dia selalu makan di restoran mewah dan mahal tentunya. Sesampainya disana benar saja banyak orang yang sedanf mengantri untuk memesan nasi goreng. Untung aku kenal dengan abangnya jadi aku bisa dengan cepat memesan makanannya. Selesai memasan aku ambilkan kursi untuk Ara duduk. Kasihan dia pasti pegal.

"Mau makan disini atau di mobil?penuh soalnya."

"Disini aja." Ara kemudian duduk dikursi yang sudah di bawakanku tadi.

"Eh diem, ada bulu mata jatuh." Aku membungkukan sedikit badanku untuk mengambil bulu mata tadi dan tanpa sengaja mata kami saling bertatapan. Jantungku berdegup kencang lagi bahkan kali ini aku takut kalau-kalau Ara mendengar suara detakan jantungku yang tak karuan. Aku segera berdiri dan mengalihkan pandanganku ke arah lain. Pandanganku kini tertuju pada laki-laki yang sedang memandang paha mulus Ara yang terekspos bebas akibat dia memakai celana pendek, dengan segera aku kembali ke mobil dan mengambil jaketku.

"Nih..takut dingin.." Aku menyelimuti paha Ara dengan jaket.

"Mas nih nasi gorengnya, minumnya ambil aja ya."

"Makasih bang." Aku mengambil dua piring yang tadi dibawakan Abang tukang nasi goreng.

"Panas ya, kamu pake kursi lagi nih." Aku mengambil kursi lain agar piring Ara bisa disimpan disana.

"Makasih." Ara lalu melahap nasi gorengnya begitupun aku yang sudah lapar sejak tadi. Rasanya satu piring saja tak cukup. Kami kini sibuk menghabiskan nasi goreng yang terasa nikmat ini tanpa ada obrolan apapun hingga makananku habis dan aku meletakkan piring di bawah kursi.

"Ini udah lebih dari jam 10 loh, Pak Kenan nanti marah."

"Aku kan udah bilang nonton konser sama kamu jadi otomatis Daddy tahu aku pulangnya bakalan malem."

"Ya udah nanti aku yang bilang kalo ada apa-apa."

"Tenang aja, Daddy sama mommy aku tuh ga kolot-kolot amat. Mereka ngerti kok."

"Pak Kenan kalo marah gimana?"

"Daddy kalo marah tuh bikin adem."

"Mana ada orang marah bikin adem."

"Daddy kalo marah ga pernah sampe bentak-bentak, dia tuh ngasih tahunya lembut, pelan-pelan jadi yang dimarahinnya ga akan ngelawan malah diem."

"Kamu pernah dimarahin?"

"Pernah."

"Kenapa?"

"Ya... gara-gara nakal aja."

"Aku beberapa kali pernah liat ibu kamu, orang-orang di kantor kadang suka liatin beliau kalo datang ke kantor."

"Kenapa?"

"Kata mereka, ibu kamu kaya model malah ada yang bercanda mungkin ibu kamu vampir karena keliatan ga pernah tua."

"Oh iya?kalo Daddy tahu bisa kesel."

"Kenapa kesel?"

"Daddy tuh cemburuan, protektif ke mommy."

"Tapi Pak Kenan cocok kok sama ibu kamu."

"Iyalah Daddy aku juga ganteng kok."

"Iya makannya anaknya juga cantik." Aku langsung terdiam ketika menyadari ucapaku tadi. Ish...ada apa sih denganku pake acara ngomong gitu segala sementara Ara malah senyum-senyum sambil melanjutkan makannya. Padahal kemarin-kemarin aku sudah susah payah menahan pujian itu.

"Makasih."

"Aku penasaran sama adik kembar kamu mereka jarang keliatan ke kantor."

"Mereka masih kuliah."

"Laki-laki kan?"

"Iya, yang satu bandelnya minta ampun yang satu baiknya juga minta ampun."

"Seneng dong banyak bodyguardnya. "

"Iya tapi bikin emosi mulu kebanyakannya."

"Tapi kan seru punya adik." Aku teringat lagi tentang Jian dan Nayla.

"Kamu punya ga?"

"Aku punya, tapi....aku ga bisa gitu."

"Kenapa?"

"Hm..ga papa. Eh aku bayar dulu ya." Aku segera mengalihkan pembicaraan karena aku tak suka untuk membahasnya.

"Yuk pulang sekarang keburu malem." Aku kembali sambil memberikan segelas minuman pada Ara. Aku langsung mengantarnya pulang.

"Aku salah nanya ya?maaf."

"Engga kok, ga papa."

"Terus kenapa kamu jadi diem?"

"Bingung aja mau ngobrol apa lagi."

"Aku kira kamu kesel."

"Aku lupa besok aku kan ada dinas ke Pekanbaru."

"Besok?apa ga cape?"

"Sorenya pas pulang kerja baru berangkat."

"Sama siapa?"

"Sama Pak Dikta."

"Berapa hari?"

"Mungkin 3-4 harian."

"Kamu kan manager keuangan kenapa sih harus turun lapangan segala?kenapa ga suruh anak buah kamu?"

"Aku kan baru Ra, jadi ada beberapa yang belum aku pelajari juga lagian Pak Dikta bilang mungkin aku bakalan pindah ke departemen lain jadi aku ga bisa diem di kantor aja."

"Pindah?kamu kan baru gabung sama uncle."

"Kata Pak Dikta ada posisi yang lebih tepat buat aku tapi dia belum ngasih tahu aku apa."

"Oh..kamu bakalan pindah ya." Ara dengan nada lemasnya lalu pandangannya kini ia pusatkan ke arah jalanan. Kenapa sih dia?.

***To be continue