Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 9 - Alasan pindah

Chapter 9 - Alasan pindah

Flashback

Suara pecahan terdengar disalah satu ruangan. Dengan segera Dariel dan yang lainnya berlari kearah sumber suara. Ternyata di ruang tv atas anak-anak tak sengaja memecahkan gelas. Maklum hari ini dirumah pak Stefan sedang ada acara makan-makan jadi semua keluarga berkumpul.

"Eh diem-diem dulu.." Salah satu kerabat pak Stefan mencoba mengamankan anak-anak agar tak terkena pecahan kaca.

"Bawa aja anak-anaknya om biar Dariel beresin." Dariel berinisiatif.

"Sini bapak bantuin.."

"Ga usah pak, bapak anak-anak kebawah aja." Dariel menolak dan seketika orang-orang bubar dari sana. Dia segera mengambil kantong plastik untuk menyisihkan pecahan yang berukuran besar. Setelah itu dia ambil pengki dan sapu kecil untuk membersihkan pecahan itu.Dia benar-benar telaten dalam hal ini. Dariel harus benar-benar memastikan bahwa tak ada satu pecahan pun yang tertinggal. Bisa-bisa adiknya Rena terluka jika berjalan kesini. Setelah melihat-lihat dengan mata elangnya Dariel mengambil pel di kamar mandi belakang dan mulai membersihkan minuman manis yang tumpah agar tak menjadi Sarah semut.

"Rena lucu ya kalo lagi tidur gini, mirip Ko Stefan.." Sayup-sayup Dariel mendengar suara seseorang disalah salah satu kamar yang tak jauh darisana. Itu kamar Rena.

"Iya, ini emang mirip papa nya."

"Van, gimana Dariel disini?"

"Gimana apanya?Dia yang gitu aja baik-baik aja ci. Dia suka ngurusin Rena juga."

"Ya maksud Cici, kalu diperhatiin kok Koko lebih gimana...gitu sama Dariel."

"Gimana apanya sih ci?"

"Ya..manjain gitu Van.."

"Ah..biasa aja kok ci, Koko emang suka gitu sama Dariel."

"Kalo dulu sih Cici ngerti. Dulu kan belum ada Rena. Wajar kalo kepingin Dariel diikutin tapi kalo sekarang perhatiinlah Rena.."

"Ko Stefan juga suka perhatiin Rena kok ci."

"Gimana pun Rena kan anak kandung kalian, masih kecil lagi. Meskipun Koko pingin anak laki-laki dulu ga jadi gini sama Rena."

"Ci, aku sama Koko ga pernah beda-bedain perlakuan ke Dariel atau ke Rena. Dua-duanya sama anak aku dan selama yang aku liat Koko juga sayang sama Rena. Apapun yang Rena mau Koko turutin."

"Ya...tetep aja ada perbedaannya lagian kan dia udah gede harusnya udah bisa hidup mandiri dong." Suara lantang itu seakan menikam telinga Dariel. Dia yang semula hanya mengepel lantai justru tanpa sengaja harus menguping pembicaraan orang lain. Sebenarnya Dariel tak suka mendengarkan pembicaraan orang tapi sedaritadi namanya selalu disebut jadi dia ingin tahu ada apa. Hatinya kini terasa sedikit sedih, gerakan pel nya pun kini mulai melambat. Dariel menyudahi kegiatan bersih-bersihnya dan memutuskan untuk pergi ke kamar mandi membersihkan kain pel yang digunakan. Pikirannya masih memikirkan percakapan yang tadi didengarnya. Iya..dia sudah dewasa. Harusnya dia hidup mandiri dan tak merepotkan keluarga pak Stefan lagi. Dibanding dia jelas Rena lebih membutuhkan perhatian bapak dan ibu. Wajah Dariel tertunduk. Dia pernah merasakan dicampakkan orang tua, dia tak mau Rena merasa seperti itu toh apa yang didengarnya benar, Rena kan anak kandung bapak dan ibu jadi dia yang lebih berhak mendapatkan kasih sayang bapak dan ibu.

"Aww..." Teriak Dariel kecil. Rupanya ada pecahan kecil yang menyangkut di kain pel dan membuat jarinya jini mengeluarkan darah. Dariel segera mencucinya lalu mencari kotak P3K dirumahnya.

"Kenapa?" Pak Stefan tiba-tiba sudah berada di belakang.

"Tadi kena pecahan dikit."

"Kok bisa?"

"Lagi nyuci kain pel nya pak."

"Mana coba bapak liat."

"Ga papa kok pak."

"Awas ada yang nyangkut."

"Udah ga ada kok pak, aku bersihin lagi bentar. Tanggung."

"Udah-udah ga usah nanti biar bapak suruh pak usman."

"Tapi pak.."

"Kamu bukan pembantu disini Riel."

"I..iya pak." Dariel menurut dan ikut pergi ke depan bersama Pak Stefan namun dia tak akan mungkin lupa tentang percakapan ibu-ibu tadi tentang dirinya. Dia sudah bertekad unuk hidup mandiri.

***

Semuanya berlalu cepat entah kenapa Dariel heran sendiri kalo Nino bisa langsung akrab dengan teman-temannya padahal mereka baru saja bertemu. Ya...meskipun bersyukur juga kalo memang begitu, itu artinya dia semakin banyak mempunyai teman. Dulu Dariel tak pernah merasakan rasanya mempunyai teman. Dia bahkan selalu menyendiri. Rasanya dia orang-orang disekitarnya tak menginginkan kehadirannya. Tak ada satupun yang menyukainya atau bahkan mencintainya.

"Rumah lu bagus, asri, enak pokonya." Puji Chandra setelah berkeliling.

"Padahal pas-pasan gini."

"Eh disyukurin.." Mia protes. Kini dia mulai melahap makanannya.

"Iya gw bersyukur kok mi."

"Udah siap berumah tangga dong Riel..." Goda Gio.

"Nanti aja."

"Selalu aja gitu."

"Farah nganggur tuh." Kali ini giliran Chandra menggoda.

"Apaan sih." Dariel hanya memberikan senyuman. Dia belum tertarik. Dirinya masih bingung sendiri dengan apa itu cinta. Apa yang harus dilakukan dan tentu saja dengan siapa.

"Dariel tipenya kaya gimana?" Tanya Nino.

"Ah..gw ga ada tipe-tipe-an."

"Kaya gini nih No.." Gio menunjuk ke arah Farah. Seketika mata Nino memandang wanita itu. Dia menatapnya dari bawah sampai keatas. Apa iya tipe Dariel seperti Farah?. Wanita itu memandang Nino balik. Ada sesuatu yang aneh dari tatapannya dan Farah tak suka.

"Denger-denger lu nginep No?"

"Iya Chan, dari Jumat."

"Padahal tetanggaan kok pake acara nginep?"

"Orang tua Nino lagi pergi Chan..."

"Dasar pria-pria kesepian.." Ledek Gio.

"Sandi gimana masuk SC, betah?"

"Betah Riel."

"Ah..baru beberapa Minggu kalo udah bertahun-tahun baru deh ngerasain."

"Ngerasain apa Gi?gw biasa aja." Sonya heran.

"Ngerasain betah banget.."

"Ish...kirain ada apa."

"Enaklah kalo di SC, dapet Reward liburan ke Luar negeri gratis, tunjangan oke, gaji apalagi."

"Oh..ga salah dong ya gw pilih di SC."

"Iya san udah nikmatin aja." Gio sambil menepuk-nepuk punggung Sandi.

"Kalian mau sirup ga?gw mau bikin jadi sekalian."

"Mau dong Riel yang seger-seger." Mia bersemangat.

"Ya udah gw bikin deh ke teko gede." Dariel langsung pergi menuju dapur.

"Gw bantuin Dariel dulu." Nino ikut bergegas menyusul Dariel.

"Bikin sirup emang susah apa pake bantuin segala." Gerutu Farah kecil.

"Kenapa rah?" Tanya Sonya tak bisa mendengar dengan jelas ucapan Farah tadi.

"Ga papa nya."

"Perasan lu tadi ngomong."

"Engga kok."

"Masa?gw tadi denger kok lu ngomong. Kenapa sih?"

"Kalian aneh ga sih sama Nino?" Farah mulai berbicara jujur.

"Aneh apa?"

"Ya...dari kita datang sampe sekarang mepet...Mulu sama Dariel. Dariel kemanapun ikut."

"Lu cemburu?"

"Bukan cemburu Chan, aneh aja gitu masa cowok gitu. Apa pernah lu ngintil Dariel mulu?"

"Iya sih Rah, gw juga daritadi ngerasa aneh. Masa tiap Dariel ngomong dia ngeliatin terus." Mia yang ternyata merasakan gelagat aneh dari Nino

"Ya wajarlah ada orang ngomong diliatin." Gio kali ini berkomentar.

"Ya..liatnya beda gitu loh. Udahlah cowok ga peka kaya lu ga akan ngeh."

"Ssttt..." Sonya segera memberi sinyal saat Dariel dan Nino datang. Jangan sampai Nino mendengarkan pembicaraan mereka tadi.

***To Be Continue