Meskipun acara wisuda tadi sempat dihebohkan dengan pertengakaran Kenan dan David tapi sekarang wajah Kenan sudah kembali seperti biasa. Hal itu tak lain dan tak bukan karena Jesica tentunya. Dengan rayuan sebuah ciuman dia bisa membuat suasana hati Kenan kembali membaik.
"Siang om…" Sapa Wira saat dia baru datang. Ara menepati janjinya untuk mendatangkan wira ke hadapan orang tuanya.
"Siang.." Kenan menatapnya. Ara menyuruhnya duduk tepat disampingnya. Mereka kini mulai acara makan siang.
"Kerja atau kuliah?"
"Kerja om…"
"Kerja dimana?"
"Di Golden Utama Nusantara."
"Wah….kompetitor tuh.." Kenan mengenal jelas perusahaan dimana Wira bekerja. Ara terdiam mencoba menyimak setiap pertanyaan dari Kenan. Takut-takut ada yang aneh disana.
"Jadi apa disana?"
"Audit om.." Jawab Wira lagi.
"Wira kenal Ara dimana?"
"Dulu junior di SMA tante.."
"Oh…satu SMA dulu…"
"Deketnya dari SMA atau baru sekarang?'
"Baru sekarang aja om…"
"Dad Wira kapan makannya kalo daddy tanyain terus." Ara protes. Kini Kenan bungkam dan kembali menyantap makan siangnya begitupun Wira.
"Kamu ijin tadi?" Ara dengan suara kecil.
"Iya, yang penting udah 4 jam kerja jadi kehitung sehari. Aku ada hadiah kelulusan buat kamu.."
"Apaan sih, ga usah." Ara menolak tapi senyum-senyum.
"Ga papa kok aku udah niat dari kemarin-kemarin."
"Katanya jangan nanya-nanya supaya Wira bisa makan, ini kakak nanya-nanya." Sindir Kenan.
"Iya-iya." Ara tak lagi melanjutkan obrolannya.
"Seneng deh kakak lulus." Seru Kay dengan senyuman begitu terpancar diwajahnya.
"Iya seneng soalnya udah ga ada yang ngawasin."
"Aku bebas…" Kay tertawa jahat.
"Bebas Apa?" Kenan curiga.
"Bebas mainin cewek dad…" Ara menjawab.
"Enak aja. Aku cape kalo ada apa-apa terus aja disangkut pautin sama kakak. Lagi nongkrong disamperin sama kakak. Emang aku anak kecil apa?"
"Kakak tuh pengganti mommy tahu dikampus. Lagian coba dad Kay ini malu-maluin aku mulu dikampus."
"Kenapa lagi sih?"
"Dia ribut sama pacarnya di kantin."
"Bener Kay?"
"Bukan ribut dad, salah paham aja."
"Kay ya ampun….mommy udah bilang berapa kali sih berhenti deh main-main mending fokus sama belajar."
"Mom itu kakak lebay aja. Orang aku baik-baik kok.."
"Kasian bener deh Ran dapet buaya kaya kamu.…"
"Kakak kalo ngomong tuh ga pernah ngaca, aku kasih tahu juga kak Wira nih kakak gimana dikampus."
"Udah tahu.." Ara dengan pede padahal dalam hatinya dia sedikit cemas. Bagaimana pun kemarin Wira tak tahu jika ada insiden tentang David. Kalo dia tahu mungkin Wira akan mengetahui jika Ara sedang berpacaran dengan David.
"Mulai deh bales-balesan." Jesica protes.
"Udah katanya mau makan malah ngobrol terus."
"Mom aku pingin pesen ini lagi…" Jay yang anteng makan mulai menunjukkan menu yang inginkan.
"Iya sayang boleh, pesen aja."
"Jay badannya kecil-kecil, makannya banyak banget.."
"Kakak…" Kenan menegurnya. Jangan sampai ada perdebatan lagi di meja mereka.
****
Sudah seminggu berlalu dan Dariel sudah terbiasa juga menjalani hari-harinya sepeti biasa. Dia sudah tak terlalu mengingat kejadian tentang Nino. Dia sudah memtuskan untuk tak menghubungi pria itu. Dia masih takut dan belum siap juga jika harus berbicara dengan Nino. Hubungannya dengan Farah pun berlangsung seperti biasa. Tak ada dendam apalagi amarah. Hari ini Dariel datang ke kantor cukup siang padahal hari ini ada acara penting penyambutan Arabella dikantornya. Dia mendadak ada urusan untuk menjaga Rena yang sedang sakit karena pak Stefan dan tante Vani sedang ada urusan.
"Riel…dipanggil Pak Dikta." Chandra segera memberitahu Dariel padahal dia itu baru saja merasakan empuknya kursi.
"Iya saya kesana."
"Lagi di gedung ASC tapi, lu disuruh kesana aja."
"Oh iya pak." Dariel tetap biciara formal meskipun Chandra terus memanggilnya selayaknya teman. Chandra hanya menggelengkan kepalanya dan keluar. Sebelum ke gedung ASC Dariel merapikan pakaiannya. Dia ingin memastikan bahwa tampilannya rapi dan tak ada satupun hal yang membuatnya terlihat salah.
"Ada yang kurang.." Dariel langsung mencari-cari id cardnya di meja dan setelah mendapatkannya langsung dia kalungkan dilehernya. Dia berjalan cukup cepat karena takut Dikta menunggu. Dia tak suka membuat orang lain menunggu. Saat masuk gedung tampak masih ramai. Beberapa orang penting diperusahaan bahkan masih makan sambil mengobrol di mejanya. Sang owner yang Dariel kenal sebagai Pak Ryan pun tak luput dari pandangannya. Mata Dariel mencari sosok Dikta. Dia melihat ke segala arah untuk menemukan bosnya hingga akhirnya dia melihat batang hidung pria itu. Dia tampak sedang duduk dengan keluarganya. Ada istrinya disana. Dariel Kenal. Beberapa kali Dariel pernah melihatnya dikantor bahkan dia sudah pernah dikenalkan langsung oleh Dikta. Itu Bella.
"Siang pak, bapak panggil saya?"
"Eh Riel, kirain ga masuk."
"Saya tadi ijin dulu pak.."
"Saya mau kenalin kamu sama seseorang.." Dikta langsung berdiri dan menghampiri Kenan dan Ara yang sedang mengobrol dengan kerabat lain. Saat Dikta dan Dariel tiba orang yang mengobrol tadi langsung pamit seakan tahu mereka ingin berbicara berempat saja. Seketika badan Kenan dan Ara langsung beralih pada mereka berdua. Dariel kini dapat melihat dengan jelas wajah Ara setelah sebelumnya dia hanya bisa melihat sekilas di dalam lift. Jarak mereka yang hanya beberapa meter membuat Dariel sedikit kagum dengan kecantikan Ara. Dia memang tak jauh berbeda dari ibunya yang tak kalah cantik meskipun wajah Kenan lebih dominan menghiasi wajah Ara.
"Nah Ra, kenalin ini Dariel. Dia Manager keuangan.."
"Oh iya yang kakak ceritain waktu itu ya?" Kenan mengingat betapa galaunya Dikta saat akan mempromosikan Dariel.
"Iya Ken…"
"Dariel Sagara…" Pria itu mengulurkan tanganya. Matanya menatap kedepan tepat ke bola mata Ara yang juga kini menatapnya. Bak tersengat listrik Dariel merasakan sesuatu yang janggal dari jabatan itu. Jantungnya kok mendadak berdegup cepat.
"Arabella…" Ucapnya sambil menjabat tangan Dariel yang besar. Tak lupa Ara menambahkan senyuman dibibirnya.
"Ra…kalo ada apa-apa. Mau nanya atau belajar, sama Dariel aja ya. Uncle takut suka pergi-pergi jadi ga sempet ngajarinnya."
"Iya Uncle.."
"Dariel ini Manager keuangan bagian distributor ya?" Tanya Kenan.
"Iya pak.."
"Tapi jangan salah Ken, dia paham banget soal pabrikan. Udah ngerti banget deh soal SC." Puji Dikta membuat Dariel sedikit malu sementara Kenan hanya mengangguk saja.
"Ruangan Dariel ada di deket ruangan uncle Ra.."
"Iya uncle."
"Mudah-mudahan kalian bisa kerjasama ya."
"Pokoknya kakak kalo ada kendala apapun bilang uncle.."
"Iya dad…"
"Ya udah Riel, makan sana.."
"Iya pak makasih." Dariel tersenyum dan pamit dari hadapan mereka. Sejenak mata Ara mengikuti kemana badan tegap itu berjalan bahkan bibir tipisnya mulai menyunggingkan senyum, entah apa artinya.
***To be continue