Entah kenapa ada perbedaan suasana di Semarang. Ara yang sempat cemberut terus di Surabaya mendadak tersenyum terus di Semarang. Kenapa bisa begitu?karena sejak penerbangan pertama Dariel selalu perhatian. Dia suka. Dia suka jika Dariel memperhatikannya dibanding Farah. Karena mood nya yang bagus saat meeting pun dia tampak bersinar di mata Dariel. Kecantikannya serasa bertambah terus menerus. Dariel semakin dibuat suka jadinya.
"Terimakasih atas kehadiran meetingnya. Selamat siang." Chandra yang berperan sebagai moderator mengakhiri meeting mereka. Dariel mulai menutup laptopnya sementara yang lain satu per satu keluar. Salah satu orang yang Dariel kenal sebagai Pak Joni menghampiri Ara. Pria itu bahkan menarik kursi agar bisa duduk lebih dekat. Ah...Dariel tak suka melihatnya. Belum lagi usia Pak Joni ini hampir sama dengannya hanya beda 2 tahun lebih muda membuat Dariel semakin dibuat gusar. Pria itu jelas bisa saja memikat hati Ara. Wajahnya pun tak jelek-jelek amat. Dengan perasaan tak menentu Dariel meraih laptopnya. Dia menjinjing ya di tangan kanan.
"Chan..ayo jumatan.." Dariel dengan cukup keras namun tampaknya kedua orang itu sama sekali tak terganggu. Mereka masih saja mengobrol dan Dariel tak tahu tentang apa itu. Dia ingin tahu tapi bingung bagaimana caranya.
"Bu, Pak saya duluan." Chandra ikut menjinjing laptopnya dan pergi bersama Dariel. Kini di dalam ruangan meeting hanya ada Ara dan Joni. Farah sibuk digudang. Dariel malah jadi kepikiran. Harusnya dia tak tergesa-gesa keluar tadi. Sepertinya Dariel dilanda gejala-gejala kecemburuan.
"Makan dimana Bu?."
"Belum tahu kayanya persen online."
"Ga usah, kita makan di luar aja. Saya tahu tempat yang bagus." Ajak Joni. Kini mau tak mau Ara harus menerimanya lagian Dariel juga sedang pergi jumatan. Ara menutup laptopnya lalu berjalan pergi bersama Joni.
"Baru pertama kali kesini?" Joni membuka pembicaraan didalam mobil.
"Kalo urusan kerjaan emang pertama kali tapi kalo ke Semarangnya udah beberapa kali."
"Oh..Kiran baru."
"Kenapa?keliatan kaya orang bingung ya?." Canda Ara.
"Bingung juga cantik." Puji Joni tanpa tahu malu mengatakan kalimat yang hanya disambut senyuman oleh Ara. Andai saja Dariel yang mengucapkan hal itu mungkin dia lebih senang. Ish..kenapa sih Ara?. Disaat bersama orang lain pun dia masih memikirkan Dariel. Apa iya laki-laki itu sudah membuatnya tergila-gila?. Tak biasanya Ara memikirkan seorang pria sampai seperti ini. Mantra apa yang sudah diucapkan Dariel sampai membuat Ara tak henti memikirkannya siang dan malam. Rasanya waktu bukan lagi uang tapi waktu adalah Dariel. Pria itu sudah tampan rajin ibadah pula bagaimana bisa Ara tak dibuat jatuh cinta. Dibanding mengobrol dengan Joni, Ara justru memilih memikirkan Dariel di otaknya. Dia masih terbayang dada seksi Dariel yang membuatnya harus menelan ludah berkali-kali. Astaga...Kenapa dia jadi mesum sekarang?kenapa mendadak cabul begini?. Dariel tak boleh melakukan itu lagi di depannya. Bisa-bisa setan-setan menggoda Ara. Mereka kan senang jika umatnya berbuat dosa.
***
Seperti balas dendam kini Dariel yang dibuat gundah gulana oleh Ara. Entah apa maksud Joni tapi mendadak dia yang mengantar jemput Ara sejak mereka di Semarang padahal biasanya ada jemputan khusus dari kantor. Sudah dua hari ini bahkan Dariel tak sarapan, makan siang, pulang bersama bos nya Ara. Dia merasakan sesuatu ada yang kurang. Kalaupun mau protes apa hak nya?. Kalau pun dia ingin bercerita mungkin Chandra dan Farah akan curiga terhadapnya. Ah...sulit begini menyukai seseorang. Kini di malam terakhirnya di Semarang Dariel memilih berdiam diri di kamar padahal Chandra dan Farah sudah mengajaknya untuk berjalan-jalan. Dariel mencoba membaca novel romansa dikamarnya dengan seksama meskipun terkadang pikirannya melayang-layang memikirkan dimana Ara. Kalau soal orangnya jelas Dariel tahu Joni tapi yang Dariel pikirkan itu, mereka kemana?. Joni sendiri memang bukan orang sembarang. Dia Manager sales di cabang Semarang. Sejak dia masuk penjualan meningkat dan sales-salesnya jarang ada yang bermasalah. Sekalipun bermasalah biasanya Joni akan mengambil tindakan yang tegas. Itu yang disukai atasan dipusat terhadapnya termasuk Kenan dan Riko. Dariel bangkit dan duduk di ranjangnya. Bukunya dia tutup. Dia sepertinya butuh penyegaran. Daripada terus merana meratapi cinta yang tak pasti dan tak mungkin dia miliki juga lebih baik Dariel menyusul teman-temannya saja. Kini dia mengambil jaketnya dan segera pergi dari kamarnya. Baru juga membuka pintu. Ada sosok Ara disana. Dia sedang berdiri dan baru akan menekan bel.
"Ibu...eh Ara.."
"Udah rapi, mau kemana?"
"Mau...nyusul Chandra sama Farah jalan-jalan malem. Kamu baru pulang?"
"Iya.."
"Ada perlu apa?kayanya tadi mau pencet bel."
"Ehm...mau nyari Chandra." Ara berkelit padahal dia penasaran apakah Dariel ada di dalam atau tidak.
"Nanti kalo ketemu, aku suruh telepon kamu deh." Dariel menutup pintu dan memasukan kartu kamarnya disaku jaket.
"Hm...aku boleh ikut ga?" Ara menawarkan diri. Hati Dariel tersenyum sekarang. Kenapa dia jadi sesenang ini?.
"Bukannya baru sampe?nanti kecapean. Besok penerbangan lumayan pagi."
"Aku juga bosen dikamar."
"Ya udah boleh."
"Bentar, aku cuci muka aja terus ganti baju."
"Oke...aku tunggu di lobi ya." Dariel memberikan senyuman sementara bergegas masuk kamarnya. Dilemparnya tas yang dipegang sedaritadi. Dia langsung meraih kopernya dan mencari-cari baju yang harus dia kenakan. Pokoknya kali ini dia wajib berdandan secantik mungkin.
"Duh..yang mana ya? yang ini?yang ini?ah...formal banget." Ara monolog sendiri. Dia benar-benar belum pernah berdandan secepat ini. Kaki Ara seger bergerak menuju kamar mandi. Dia membersihkan wajah kusamnya. Menggosok giginya dengan cepat. Selesai dengan urusan kamar mandi. Dia segera berganti baju. Tak peduli betapa berantakannya sekarang diatas kasur.
"Oke tenang Ra, ini cuman jalan malem." Ara menarik nafas pelan. Handuk yang terbelit kini dia buka. Celana jins dia kenakan dengan dipadukan kaos berwarna hitam. Dia mencari sepatu yang nyaman untuk dikenakan. Untung saja dia membawa satu dari sekian banyak sepatu santai yang ada dirumah.
"Terakhir..harus wangi." Ara menyemprotkan wewangian. Dia ingin Dariel mencium aroma khasnya. Merasa sudah sempurna Ara bari kecil keluar kamar dan langsung menuju lift. Masih di dalam lift dia berkaca apakah masih ada yang kurang atau tidak. Sesekali Ara pun mengatur nafasnya dia tak mau sampai ketahuan jika dia terburu-buru tadi.
"Cantik." Puji Dariel dalam hatinya saat melihat Ara keluar dari liftnya. Mana mungkin dia mengutarakan isi hatinya sekarang. Dia malu atau tepatnya tak berani.
"Yuk.." Ara dengan semangat.
"Naik taksi ga papa?"
"Ga papa. Mereka dimana?." Tanya Ara namun Dariel masih diem. Terbesit dalam pikirannya untuk tak jadi menemui kedua temannya. Rasanya dia ingin berduaan saja. Ara harus membayar 2 hari ini.
"Ehm...mereka kayanya udah mau pulang. Gimana...kalo...kalo kita jalan berdua aja..ke..simpang lima." Dariel sedikit ragu mengucapkannya. Dia takut ada penolakan. Ara ingin tersenyum lebar tapi dia tahan. Dia tak mungkin terang-terangan menunjukkan ekspresinya.
"O..oke."
"Bener ga papa?"
"Bener. Asal jangan diculik aja nanti Daddy marah." Canda Ara membuat Dariel tersenyum lagi. Duh...tampannya.
***To be continue