Chereads / Please, Love Me.. / Chapter 18 - Panas

Chapter 18 - Panas

Seperti akan kemana saja Kenan dan Jesica mengantar anaknya ke bandara padahal sebelumnya dia sudah menolak tawaran orang tuanya itu.

"Telepon Daddy kalo udah sampe." Kenan tak melepaskan rangkulannya sementara Chandra dan yang lainnya ada di sisi lain menunggu keluarga cemara itu berpisah.

"Iya Daddy..."

"Jangan keluar malem loh kak."

"Ya ampun mom mau kemana juga?temen aku paling mereka."

"Chandra sini.." Panggil Kenan.

"Iya pak."

"Tolong liatin anak saya ya, kalo ada apa-apa telepon saya."

"Duh..Daddy, aku bisa kok jaga diri." Ara protes. Dia dibuat malu oleh sikap over protektifnya itu.

"Biar mommy tenang kak."

"Siap pak."

"Ya udah dad, pesawatnya mau berangkat nih nanti telat."

"Dikasih perhatian jangan cemberut." Kenan kali ini yang protes.

"Iya ini senyum." Ara langsung melebarkan bibirnya. Dia menyalami kedua orang tuanya.

"Jangan telat makan sayang."

"Iya mommy..." Ara memeluk Jesica sebentar sebelum akhirnya benar-benar pergi. Dariel hanya tersenyum melihat pemandangan itu. Pemandangan yang membuatnya iri. Ara beruntung punya kedua orang tua yang begitu menyayanginya. Kini mereka berjalan untuk melakukan pengecekan tiket barulah setelah itu barang bawaan mereka diperiksa oleh petugas. Dariel meletakkan tas dan beberapa barang bawaannya seperti telepon genggam, ikat pinggang, jam tangan ke dalam kotak yang telah disediakan bandara. Selesai dengan semua pengecekan mereka kini menunggu pengumuman untuk masuk pesawat di boarding room. Dariel duduk dengan tenang sambil sesekali mengobrol denhan Farah. Ara menatap tajam wanita itu.

"Siapa sih dia?" Ara dalam hati merasa tak suka karena Dariel hanya mengajaknya berbicara sementara Ara kini membisu bagaikan patung. Setelah mendengar pengumuman mereka pun mulai memasuki pesawat.

"Chan kamu duduk sama Farah, aku ada perlu sama Dariel." Ara segera duduk di kursi yang seharusnya ditempati Kabin. Chandra tak banyak protes. Dia hanya mengikuti keinginan bosnya. Dariel menatap heran sambil memasukkan barang-barangnya ke atas kabin. Tak ingin terlalu ambil pusing Dariel duduk saja disana. Dia langsung menggunakan sabuk pengamannya.

"Sini.." Dariel membantu Ara yang sepertinya mengalami kesulitan saat akan menggunakan sabuk pengaman padahal itukan hal yang mudah. Entah sulit entah sengaja, hanya Ara yang tahu.

"Makasih."

"Sama-sama." Jawab Dariel kembali diam dan duduk tenang.

"Tadi udah lama nunggu?" Ara membuka pembicaraannya agar perjalanan tak terlalu kaku.

"Engga kok..."

"Habis tadi mommy lama siap-siapnya padahal cuman nganter ke bandara."

"Tapi seneng liatnya. Orang tua ibu perhatian."

"Tuh deh mulai lagi."

"Maksudnya orang tua kamu perhatian."

"Tapi kadang malu juga kalo udah lebay."

"Maklum anak perempuan satu-satunya kan?."

"Kok tahu?." Ara kegeeran. Dia sekarang berpikir jika Dariel sudah mencari informasi tentang dirinya.

"Waktu itu di kasih tahu Pak Stefan dan lagian waktu kecil cuman liat kamu sama adik kembar kamu."

"Oh..Kirain.."

"Kirain apa?"

"Engga, bukan apa-apa."

"Kamu mau istirahat?nanti sampe aku bangunin."

"Engga, mana bisa aku istirahat?" Ara sambil senyum-senyum. Dia tak mungkin tidur jika di dalam pesawat ada pemandangan seindah ini. Dia tak bisa berpaling dari wajah Dariel.

"Kenapa?"

"Ga papa. Kamu mau istirahat ya?."

"Engga.."

"Tadi aku liat udah merem.."

"Biasa critical eleven, supaya tenang aja.*

"Masih takut?"

"Engga takut cuman ngerasa lebih tenang aja kalo diem sambil nyender." Darile menjelaskan, lagian Ara juga yakin jika. Dariel bukan sosok penakut. Ih...Ara jadi gemas sendiri. Dia benar-benar tak sabar untuk mendapatkan Dariel. Pokoknya perjalanan dinas kali ini tak akan dia sia-siakan.

***

Wajah Ara tampak cemberut sekarang. Dia benar-benar tak suka berada disini. Sebenarnya bukan karena urusan kerja tapi karena melihat Dariel dan Farah begitu dekat. Dari atas sini Ara bisa melihat bagaimana Dariel dan Farah mengobrol. Entah apa yang mereka obrolkan tapi sesekali mereka tertawa. Kenapa jika bersamanya Dariel tak seperti itu?. Ara kesal.

"Chan beliin yang dingin-dingin. Panas nih.." Ara sambil berjalan duduk ke kursinya sementara Chandra yang semula sibuk dengan laptopnya mulai meraih handphone.

"Iya Bu.." Chandra melihat ada kekesalan dari raut wajah Ara tapi dia tak tahu kenapa.

"Jadi selisih disini paling banyak?"

"Iya makannya aku ikut." Farah memegangi kertas SO-nya.

"Kamu yakin mau ikut SO sampe beres?"

"Yakinlah, kalo ga beres bisa bahaya aku."

"Nanti aku temenin.."

"Ga usah kalo mau ke hotel duluan aja."

"Di hotel juga aku ga ada kerjaan.." Dariel memaksa.

"Ya udah aku lanjut SO ya.."

"Iya hati-hati..." Dariel berpisah dengan Farah. Dia mulai berjalan lagi ke ruangan sementaranya. Dariel mulai bekerja seperti biasanya. Mengerjakan hal yang seharusnya dia kerjakan sedari tadi. Sedang asyik-asyik mengetik. Pikirannya malah terbesit nama Ara. Dariel menggeleng-gelengkan kepalanya seolah mencoba memusnakan nama Ara dalam otaknya tapi semakin dia coba lupakan semakin muncul nama itu bahkan wajah Ara jadi terbayang.

"Daritadi ga denger dia manggil. Kenapa ya?" Dariel merasa ada yang kurang hari ini. Biasanya sejak pagi dia sudah menyuruhnya menghadap tapi hari ini kok rasanya sepi. Dariel menyandarkan punggungnya lagi di kursi. Dia ingin tahu apa yang terjadi di ruangan Ara. Kenapa dia tak keluar? tapi Dariel tak tahu caranya bagaimana. Jika bertanya pada Chandra bisa gawat. Dia bisa berpikir yang engga-engga. Eh tapi kenapa Dariel pikirin juga?. Kenapa harus begitu?. Jangan. Dia tak boleh memikirkan Ara. Itu terlarang. Sangat-sangat terlarang.

"Riel.."

"Iya.." Dariel langsung menyahut. Dia masih mengharapkan itu Ara tapi ternyata Chandra.

"Bu Ara minta email-in data AR .."

"Iya ntar saya email pak.."

"Oke.."

"Eh Chan.." Dariel membuat Chandra tak jadi menutup pintu.

"Apa?"

"Hm...ehm.."

"Apa sih?ehhm...ehmm..ehm..Ga jelas."

"Hm...nanti sore pulang duluan aja sama Bu Ara."

"Loh kenapa?"

"Saya mau nemenin Bu Farah dulu SO."

"Cie..cie..sampe ditemenin. Oke-oke, gw bakalan menyingkir." Chandra sambil senyum-senyum. Kini dia kembali lagi ke ruangannya.

"Udah Chan?"

"Udah Bu.."

"Terus apa katanya?"

"Iya nanti dikirim." Jawaban Chandra hanya membuat Ara manggut-manggut.

"Eh iya Bu nanti pulang bareng saya aja.."

"Loh kenapa?"

"Katanya pak Dariel dan Bu Farah masih SO.."

"Emang sampe jam pulang belum selesai?"

"Denger-denger sih gitu Bu. Mereka kayanya ngelembur."

"Sampe jam berapa?" Ara bertanya mendetail.

"Kurang tahu Bu..." Jawaban Chandra membuat Ara semakin Bete. Dia kesal karena Dariel lebih banyak menghabiskan waktu dengan Farah dibanding dirinya. Harusnya kan waktu disini dimanfaatkan Ara sebaik mungkin tapi kenapa begitu sulit?. Ish...sebel.

"Minumannya mana sih Chan...?"

"Masih dijalan Bu.."

"Panas banget sih, AC nya naikkin." Perintah Ara. Entah badan atau hati Ara yang sebenarnya panas, yang jelas dia butuh pendingin.

***To be continue