"Dasar gitu aja ga bener!!" Teriak ikhsan membuat Dariel terkejut. Dia kini di dorong ke lantai akibat membuat kemeja kerja ayahnya tampak hangus dan berlubang. Istrinya yang mendengar keributan segera keluar namun dia hanya melihat kejadian itu.
"Maaf...pak.."
"Kamu pikir dengan maaf bisa balikin kau saya hah?!!"
"Saya janji ga akan gitu lagi."
"Suruh setrika aja ga becus!!" Ikhsan dengan kasar langsung menampar pipi Dariel. Anak itu kini memegangi pipinya yang merah. Rasanya sakit. Ini pertama kalinya dia merasakan tamparan. Dariel diam dia tak berani melawan. Dia hanya tertunduk menunggu ayahnya mereda.
"Buang nih baju!!" Ikhsan melempar kemejanya didepan wajah Dariel.
"Kalo sampe ada satu baju yang kaya gini, kamu ganti!!" Ikhsan berucap lagi dengan tangan terus menunjuk ke arah Dariel.
"Ngerti kamu!!"
"nge..ngerti pak." Dariel menjawab dengan gemetar. Kini ikhsan pergi. Mata Dariel sempat memandang ke arah ibunya namun wanita itu hanya diam berdiri disana. Dariel kini melipat baju rusak tadi ketimbang bicara dengan ibunya. Dia memulai lagi menyetrika baju. Ini sudah pukul 10 malam tapi baju yang harus dia selesaikan begitu banyak. Rasanya tadi dia mengantuk. Kali ini tak boleh ada kesalahan. Bisa bahaya jika banyak baju yang berlubang.
****
Dariel membuka matanya. Keringatnya keluar dengan deras bahkan kaos yang dikenakannya pun tampak basah.
"Ah...cuman mimpi." Dia bergumam sendiri. Lagi-lagi mimpi buruk tentang masa kecilnya selalu menganggu tidur malamnya. Dariel bahkan sesekali pernah berteriak minta ampun akibat merasakan bahwa mimpi itu nyata. Kini dia menyingkap selimutnya. Membuka kaos basahnya lalu mengelap semua keringatnya. Dia tak lekas mengganti baju, Dariel justru turun kebawah untuk mencari minuman segar lagian ini rumahnya tak ada siapapun disini yang melihatnya bertelanjang dada. Tegukan demi tegukan air dijatuhkan keperutnya. Dariel menghela nafas.
"Ibu...kenapa diam sih?" Dariel bertanya sendiri. Dalam pikirannya dia masih penasaran kemana keluarganya pergi. Dimana mereka sekarang. Apa mereka baik-baik saja?. Memang seharusnya Dariel membenci dan melupakan mereka tapi dia selalu dihantui bayang-bayang ibunya sendiri yang selalu diam seperti menyimpan suatu rahasia. Sebenarnya rahasia dia bukan anak bapaknya sih...Dariel sudah tahu. Orang tua Ikhsan yang menceritakannya dulu.
"Dariel..."
"Iya, apa ada yang bisa saya bantu?"
"Duduk.." Pria tua itu memerintahkanku aku pun duduk di bawah rerumputan.
"Kenapa duduk disitu? disini ada kursi."
"Nanti kursinya kotor, saya sedang bersih-bersih."
"Kamu tahu siapa saya?"
"Hm...orang tuanya bapak." Dariel mengingat-ingat. Dia tak mungkin salah.
"Kalo gitu harusnya kamu panggil saya kakek."
"Kakek?" Dariel bingung karena bapak tak pernah menyuruhnya seperti itu. Bapak hanya menyuruh Dariel melayani semua keluarganya.
"Iya kakek." Pria tua itu ngotot dan Dariel hanya membalas dengan senyuman.
"Kenapa kamu ga pergi darisini?"
"Hah?pergi?kenapa?"
"Kamu nyaman diperlakukan seperti ini?kamu ini anak bapak dan ibu juga kan?sama seperti Nayla dan Jian."
"Saya ga papa, bi Nani bilang karena saya kakak jadi harus melindungi adik saya lagian kalo saya pergi saya ga tahu harus kemana. Saya ga punya uang."
"Kamu anak baik." Pria tua itu mengusap rambut Dariel penuh kasih sayang.
"Pah, ngapain sih disini?" Bapak datang melihat keakraban mereka. Wajahnya benar-benar tak suka.
"Duduk aja, cari tempat tenang."
"Udah disana aja ngapain sih, Dariel siapin makan malem."
"Iya pak.." Dariel segera pergi ke dapur. Saat itu jujur Dariel terus terngiang perkataan kakek yang menyuruhnya untuk pergi tapi Dariel belum cukup berani melakukannya dan itu terus berlanjut selama berbulan-bulan.
"Ish...ngapain sih aku inget-inget terus?" Dariel menggelengkan kepalanya. Dia tersadar dari lamunannya tadi. Kejadian itu seperti flim diotaknya. Bisa dia putar berkali-kali bahkan rasanya dia begitu hafal setiap kata yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak menginginkan kehadirannya. Dariel kembali lagi ke kamarnya mencoba untuk tertidur.
***
"Masih pagi udah sibuk aja.." Nino baru saja lewat di depan rumah Dariel. Tampak badannya yang tak jelas akibat garis-garis pagar yang menutupi. Dariel berjalan kearahnya membuka pintu pagar kecil disamping kiri.
"Biasa cuci mobil kemarin kehujanan jadi kotor."
"Iya nih belakangan hujan terus."
"Lagi musimnya."
"Kan jadi dingin..." Keluh Nino lalu ikut masuk. Dia melihat Dariel mencuci mobilnya lagi.
"Lu rajin banget sih?gw perhatiin dari potong rumput, cuci mobil sampe masak aja sendiri."
"Bukan rajin, emang udah kebiasaan gitu."
"Ga niat cari pembantu?biar ada temen gitu."
"Engga, masih bisa sendiri kok. Eh....Minggu nanti temen-temen gw mau main lu ikut aja."
"Ngapain?"
"Ya ngobrol-ngobrol aja No, gw kenalin."
"Boleh." Nino setuju. Dariel kini terlihat mengeringkan mobilnya.
"Riel, gw boleh nginep dirumah lu ga?"
"Nginep?"
"Iya, orang tua gw pergi ke Tokyo besok jadi sepi dirumah atau...lu yang mau nginep?."
"Oh...boleh aja, nginep aja dirumah gw."
"Sampe hari minggu deh sampe temen-temen lu main."
"Boleh-boleh aja." Dariel lagi-lagi mengiyakan keinginan Nino.
"Lu udah punya pacar belum sih?"
"Belum."
"Kenapa?"
"Lagi ga mikirin itu. Pingin kerja aja supaya punya tabungan. Lu sendiri punya?pasti punya dong."
"Punya, tapi ga jelas."
"Kok ga jelas?"
"Gitulah, susah dijelasinnya."
"Lu habis dari mana?"
"Habis lari pagi."
"Ga kerja?"
"Kerja tapi nyantai aja, kantor nyokap."
"Enak ya kerja di perusahaan sendiri bisa datang kapan aja."
"Ga..gitu juga sih. Bokap lebih sering ngomel kalo sampe ketahuan gw ga kerja makannya dia ngasih kelonggaran waktu buat gw datang ke kantor."
"Oh..kirain bebas."
"Riel...sering olahraga ya?ototnya keliatan udah berbentuk gitu."
"Iya pasti, kan hidup sehat, padahal baru nyoba-nyoba aja 6 bulan belakangan eh jadi ketagihan."
"Bagus dong, makin macho gitu pasti perutnya udah kotak-kotak.."
"Ya... otomatis sih kebentuk semua."
"Gw juga pingin olahraga tapi males makannya cuman kuat lari doang kalo engga berenang. Makan udah kaya orang kesurupan jadi aja bikin lemak."
"Tapi badan lu ga gemuk kok."
"Iya udah turunan kayanya cuman tetep aja kurang ideal gitu. Ya... minimal kaya artis-artis Korea gitu."
"Ah...palingan juga mereka hasil oplas."
"Apa gw oplas aja ya Riel?"
"Ngapain?"
"Ya biar tambah oke gitu jadi banyak yang naksir."
"Ga usah, mending gini aja.."
"Kalo gini sih ga ada yang tertarik."
"Kata siapa?mungkin belum." Dariel mulai membereskan selang dan ember disana.
"Lu mau masuk dulu ga?gw mau mandi.."
"Eh ga usah, gw juga mau pulang kok."
"Gw bukannya ngusir loh."
"Iya-iya gw paham. Gw balik ya sampe ketemu nanti."
"Iya.." Dariel mengantar lagi Nino sampai ke depan pagarnya lalu mengunci lagi pagar rumahnya. Sepertinya dia membutuhkan satpam untuk menjaga rumah.
***To be continue