"Buka pintunya, Rachell!!",pinta Ardi.
Namun Rachell tetap mengabaikannya. Berkali-kali Ardi mengetuk pintu itu, Rachell yang ada didalam nya tetap diam tanpa suara.
"Rachell ...!!!", Ardi menaikkan suaranya.
"Pergilah, Ardi. Aku tak ingin melihatmu. Aku benci kamu, Ardi"
"Rachell ... Berhentilah seperti itu Rachell. Apa lagi yang harus aku lakukan untuk menyadarkanmu Rachell. Dulu aku minta kamu berhenti dari dunia glamourmu itu, berhenti memakai pakaian tak pantas itu, kamu menolaknya. Kamu benar, perempuan bebas mengenakan apapun yang mereka sukai, tapi laki-laki yang baik akan melarangmu menggunakan pakaian terbuka, karena seburuk apapun laki-laki itu pasti tak akan rela perempuannya menjadi tontonan laki-laki lain. Aku menolak permintaan mu untuk menikah lagi apapun alasannya itu, karena aku sadar aku belum mampu menghadapi semua ini. Aku belum sanggup berlaku adil pada kalian berdua, padamu dan juga pada Tania. Aku tak ingin menyakiti salah satu dari kalian berdua, Rachell. Namun kamu tetap memaksaku melakukannya. Lalu apa lagi yang harus aku lakukan. Semua permintaan mu sudah aku kabulkan. Kamu hanya memikirkan hatimu sendiri. Kamu menyakitiku, Rachell. Kamu terlalu menyakitiku", papar Ardi panjang lebar.
"Saat ini aku sedang memikirkan semuanya, memikirkan kesalahanku menerima permintaan papimu untuk menikahimu. Namun ketika rasa penyesalan itu datang, semua sudah terlambat. Yang bisa aku lakukan saat ini adalah bertahan. Bertahan diantara kesegoisanmu, bertahan diantara kesedian Tania. Demi Tuhan, Rachell ... Seandainya diri ini tak punya iman, mungkin sejak lama aku sudah mengakhiri hidupku"
"Pikirkan kata-kata ku ini, Rachell",pinta Ardi.
Ardi mengambil kunci mobilnya lalu pergi meninggalkan Rachell seorang diri di apartemennya. Entah kemana arah yang hendak dituju Ardi malam itu. Dia mengendarai mobilnya berkeliling tanpa tujuan. Untuk beberapa lama dia melakukannya. Sampai dia menghentikan mobilnya disebuah tempat sepi dan tenang. Disana dia hanya duduk dibelajang kemudian. Diam tanpa melakukan apapun. Hingga dia tertidur dan melewati malamnya didalam mobil seorang diri.
******
Matahari pagi bersinar menghangatkan seluruh isi bumi, semua orang sudah berjibaku dengan kegiatannya hari itu. Namun Tania masih enggan untuk bangun dari kasurnya. Dia memeluk erat guling kesayangannya. Rasa malas ini menyerangnya lagi, rasanya dia ingin seperti itu saja sepanjang hari tanpa melakukan apapun.
Tok ... Tok ...
Suara ketukan pintu terdengar. Nia membuka matanya. Dengan malas dia kekamar mandi dan membasuh wajahnya. Lalu mengambil kerudungnya.
Tok ... Tok ...
Suara ketukan itu terdengar lagi. Nia bergegas membukakan pintunya.
Cekreeeeekkk ...
"Selamat siang nona Tania?",Alfian berdiri didepan pintu.
"Selamat siang, maaf anda siapa ya? Ada perlu apa?", tanya Tania sopan.
"Maaf jika kedatanganku mengganggu kegiatanmu. Perkenalkan aku Alfian Fernando, Rachell Fernando adalah putri bungsuku"
Mendadak Nia merasakan sekujur tubuhnya menjadi dingin, jantungnya meloncat-loncat kesana kemari, dia sangat tidak tenang dan tidak nyaman melihat kehadiran Alfian dihadapannya.
"Bisa kita bicara sebentar?",pinta Alfian sopan.
"Silakan masuk", ucap Nia.
Alfian tersenyum. Dia duduk bersila dilantai. Kamar itu tak mempunyai kursi tamu yang layak untuk menyambut nya. Namun dia bersikap tenang dan biasa saja menghadapi semua itu. Alfian mengamati dalam-dalam wajah perempuan kedua menantunya itu. Dia menemukan keteduhan dan kelembutan dari dalam diri Tania. Sebagai seorang laki-laki dia akhirnya paham kenapa Ardi merasa nyaman berada disisi perempuan keduanya itu. Alfian tersenyum.
"Maafkan aku jika kedatangan ku disini mengagetkan dan membuatmu tak nyaman. Aku hanya ingin sedikit lebih mengenalmu. Dan aku hanya ingin meminta maaf atas perlakuan tidak hormat yang dilakukan putri bungsuku terhadapmu. Terus terang aku sendiri merasa kewalahan menghadapi sikap Rachell", papar Alfian.
"Tidak usah difikirkan, Pak. Sebagai perempuan aku paham benar bagaimana perasaannya. Namun jujur akupun tak bisa membohongi diriku sendiri saat perasaan ku pada Mas Ardi mulai tumbuh"
"Itu bukan kesalahan mu. Itu takdir yang tak dapat kamu tolak. Hanya saja aku minta dengan sangat padamu, untuk dapat bersabar dan menahandiri sementara hingga emosi Rachell stabil kembali. Aku tahu pasti berat bagimu menjalani hidup ini seorang diri. Namun aku yakin Ardi pun paham dengan kondisi kalian bertiga. Menjauhlah dulu sementara dari Ardi, sampai semuanya terkendali. Jadi aku mohon kebesarannya hatimu, nona"
Tania menatap pada Alfian, dia mencoba mencerna apa makna kata-kata Alfian tadi padanya. Sesak hatinya mendengar ucapan mertua suaminya itu. Nia berusaha menahan airmatanya, dia tak ingin menunjukan kelemahannya dihadapan Alfian.
"Kalau begitu saya permisi, nona. Selamat siang", Alfian pamit dan langsung masuk kemobilnya.
Nia menatap kepergian Alfian sampai mobil itu menghilang diujung jalan. Dan dia tak kuat lagi menahan airmatanya saat masuk dan menutup pintu kamar nya. Ada rasa sedih dan sakit yang menyelimuti seluruh hatinya saat itu. Rasa putus asa dan ketidakberdayaannya terhadap semua ini. Sesak memenuhi paru-paru nya yang kecil itu.
"Mas Ardi, apa yang harus aku lakukan. Aku mencintaimu mas dan aku menyayangimu. Tapi aku tahu rasa cinta dan sayang Mbak Rachell padamu pasti lebih besar. Jujur aku belum siap kehilanganmu. Aku belum siap jauh darimu, Mas. Aku tak ingin menyakiti hati perempuan lain yang lebih dulu hadir dalam hidupmu. Apa yang harus aku lakukan?", isaknya.
Dia menutupi wajahnya piasnya dengan bantal agar tangisnya tak terdengar. Akhirnya diapun tertidur karena lelah menangis.
******
Tania membuka matanya perlahan saat dia mendengar seseorang memanggilnya dari balik pintu. Dia berusaha bangun perlahan, tubuhnya terasa lemas. Manangis sepanjang siang tadi benar-benar menguras tenaganya.
Cekreeeeekkk. ...
"Mas Ardi??!", tatapan Nia kembali bercahaya melihat kedatangan suaminya itu.
Dia menjatuhkan tubuhnya pada pelukan laki-laki halalnya itu. Ardi menghujani ciuman dikedua pipi dan pucuk kepala perempuan yang dirindukan nya itu.
"Kamu kenapa sayang? Kamu sakit?"
"Aku baik-baik saja, Mas. Aku senang melihat Mas Ardi datang", Nia berbohong dengan mengatakan baik-baik saja. Ardi bisa melihatnya dengan kedua mata kepalanya sendiri.
"Kamu pucat sekali. Matamu sembab, sayang. Ada apa denganmu? Kamu habis menangis? Ya, Tuhan ... tanganmu dingin sekali"
Ardi menuntun Nia duduk diatas kasur. Meluruskan kaki perempuan kesayangannya itu. Diatatapnya wajah Tania dengan tatapan penuh kerinduan, kedua mata mereka saling bertemu dan saling bicara. Ardi membelai lembut pipi istrinya itu, mengalirkan kasih sayangnya melaui usapan hangatnya itu.
"Tunggu sebentar sayang, aku buatkan kamu minuman hangat, agar badanmu lebih segar", pinta Ardi.
"Biar aku saja, Mas"
Ardi menahan tubuh istrinya dengan kedua tangannya. Dia tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Dengar sayang, biar aku saja yanv melakukannya. Kamu duduklah disini dengan tenang", mohon Ardi.
Akhirnya Tania menuruti titah suaminya itu, dia duduk menyandarkan tubuhnya ditembok. Dia memandang Ardi yang sibuk didapur membuat dua gelas teh melati panas untuk mereka berdua. Ardi meletakkannya dihadapan Tania, mereka menghirup aroma lembut melati yang menyebar dalam segelas teh panas itu. Aliran hangatnya menjalar keseluruh tubuh mereka dan memberikan lagi semangat dan senyuman yang hilang diwajah Tania.
******