"Mas Ardi, aku rindu", ucap Tania pelan sambil memandang layar ponselnya.
Kedatangan suaminya yang sangat diharapkan oleh Tania saat ini, entah kenapa belakangan ini dia menjadi sangat melankolis.
"Nyonya Tania Rosella Axcell",panggil seseorang dari belakang.
"Pak Arlan ...",sapanya sambil tersenyum.
"Merindukan suamimu, Nia?"
Tania hanya tersenyum dan mengangguk perlahan.
"Kamu tak perlu resah Tania. Aku paham benar sifat suamimu. Ardi adalah laki-laki yang baik, dia adalah laki-laki yang bertanggungjawab. Ardi tak akan membiarkan orang yang disayanginya menderita"
"Ya, Pak Arlan. Terima kasih. Ah... Maaf saya harus mengurus sesuatu ke dekanat"
Arlan melirik berkas yang dibawa Tania.
"Pengajuan skripsi mu sudah selesai?"
"Sudah cetak, Pak Arlan"
"Berarti tinggal menunggu jadwal wisudmu ya, selamat kalau begitu. Ardi pasti bangga padamu"
"Terima kasih, Pak Arlan. Saya permisi dulu"
Seharian ini Tania sibuk mondar-mandir dikampusnya mengurus segala berkas untuk persiapan wisudanya. Rasa lelah menghinggapi tubuh perempuan cantik itu, namun dia berusaha melawannya. Dia ingin segalanya segera selesai. Lewat tengah hari baru Nia bisa menyelesaikan segala administrasi wisudanya.
Dia berjalan menyusuri trotoar kampus menuju kamar kost nya, jika berjalan kaki dia memerlukan waktu tiga puluh menit. Entah kenapa beberapa waktu belakangan ini dia merasa badannya makin tidak karuan. Flu yang menyerangnya itu membuat dia merasa sangat lelah, rasa mual hebat pada perutnya pun sering dirasakan, dan dia juga sering merasakan sakit dikepalanya.
Baru sepuluh menit berjalan, semua rasa itu kembali datang dan bertarung jadi satu dalam tubuhnya. Keringat dingin membalut tubuh Tania, kepalanya seperti berada diatas bianglala yang berputar-putar.
Tin... Tin ...
Sebuah mobil berhenti di sebelahnya. Arlan menyapanya dari dalam.
"Kamu mau pulang, Nia",tanya Arlan.
Nia hanya menganggukkan, ujung perutnya terasa penuh dan ingin keluar. Dia berusaha menahannya.
"Kamu baik-baik saja, Nia", kata Arlan yang buru-buru keluar dari mobilnya. Dia menduga keadaan Tania tidak begitu baik.
"Tidak apa-apa, Pak Arlan. Aku baik-baik saja".
"Tapi kamu pucat sekali,Nia ..."
Belum selesai Arlan melanjutkan perkataannya Nia sudah berlari ke ujung jalan, mengeluarkan semua isi perutnya. Arlan mendekati nya. Dua menit kemudian Tania merasa dunianya menjadi gelas dan dingin. Arlan dengan sigap menangkap tubuh Tania yang hendak jatuh. Dia lalu membawanya ke rumah sakit terdekat.
"Bagaimana keadaannya, dokter?",tanya Arlan saat melihat dokter keluar dari ruangan.
"Apa anda suaminya atau keluarganya?"
"Saya kakaknya. Suaminya sedang diluar kota, Dok"
"Kalau begitu anda harus menjaga adik anda baik-baik, kondisinya sekarang masih sangat labil. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada ibu dan janinnya"
Arlan melotot mendengar ucapan dokter.
"Maksudnya, adik saya hamil dokter?"
"Ya, usia kandungannya masih sangat muda. Masih rawan. Tolong dijaga baik-baik"
"Baik Dokter"
Arlan yang sedari tadi menghubungi ponsel Ardi namun tidak aktif, dia masuk melihat keadaan Nia dikamar perawatan.
"Bagaimana keadaan mu,Nia?"
"Lebih baik, Pak Arlan. Terima kasih sudah membawaku kesini"
"Kamu harus menjaga kandungan mu dengan baik. Ardi pasti senang mendengarnya"
"Pak Arlan belum mengatakannya pada Mas Ardi, bukan?"
"Tadi aku menghubunginya, namun ponselnya tidak aktif"
"Jangan katakan dulu pada Mas Ardi, Pak Arlan!"
"Eeeh...",Arlan tak paham maksud Nia.
"Maksudku aku ingin mengatakan hal ini sendiri pada Mas Ardi"
Arlan mengangukkan kepalanya tanda mengerti dengan apa yang dikatakan istri sahabatnya itu.
******
Rachell kembali meradang, pertengkaran nya dengan Ardi membuatnya pergi kerumah keluarga Fernando. Berkali-kali Ardi datang membujuknya untuk kembali, namun Rachell tak mau kembali ke apartemen bersama suaminya. Hal itu menyebabkan Ardi harus mengurungkan niatnya untuk menemui Tania sampai emosi Rachell stabil. Ardi menahan rindunya untuk dapat bertemu dengan bidadari keduanya itu. Dia. duduk ditepi tempat tidur, pikirannya berkelana mencari bayangan Tania dalam dunia hayalnya itu.
"Kamu sedang memikirkan perempuan kampung itu, Ardi?", tebak Tania yang baru keluar dari wardrobe.
"Huuuhhhh....",Ardi hanya menghela napas panjangnya.
"Sudah kuduga"
"Ayolah, Rachell jangan mulai lagi. Ayo kita kembali kerumah. Untuk apa kamu disini. Tempatmu adalah dimana suamimu berada, Rachell"
"Aku tidak mau"
"Sudah lama sekali aku tak menemui, Nia. menghubunginya pun tidak, semua pesan dan telepon darinya aku abaikan demi kamu Rachell. Aku tahu kamu mungkin tak bisa berbagi dengannya, namun tolong kamu belajar menghargai perasaan orang lain. Perasaan Tania dan juga perasaanku. Aku sudah terlalu banyak mengabaikan Nia, aku kasihan padanya. Jadi aku mohon bersikaplah sedikit bijaksana, Rachell", jelas Ardi panjang lebar.
"Terserah apa katamu, Ardi. Aku tak ingin kembali ke apartemen itu. Aku ingin menyendiri disini. Pergilah!!"
"Baiklah, aku akan datang lagi nanti. Hari ini aku ada rapat penting dikantor. Aku harap pikiranmu bisa berubah Rachell"
Rachell hanya terdiam. Dia tidak benar-benar mendengarkan ucapan Ardi. Dia sedang menahan rasa sakit yang teramat sangat dikepalanya. Ditambah rasa tidak nyaman yang sering datang diperutnya secara bersamaan. Tubuhnya gemetar dan kehilangan nafsu makannya beberapa hari ini.
Dia meminta supir untuk mengantarnya pergi. Tubuhnya sedang tidak kuat untuk mengendarai kendaraannya sendiri. Siang itu dia ikut antrian panjang di dokter. Cukup lama dia menunggu. Dokter menyarankan dia untuk melakukan beberapa pemeriksaan dan tes di laboratorium.
Rachell tak sabar mengikuti proses pemeriksaan itu. Wajahnya benar-benar tak bersahabat. Mungkin dengan apa yang dirasakan semua itu yang membuat dia jadi segalak macan. Baru pada siang harinya dokter memberikan hasil tes itu padanya.
Wajahnya pias, tangannya gemetar memegang hasil tes itu. Dia sama sekali tak menyangka akan hasil nya itu.
"Tidak mungkin. Ini semua tidak mungkin. Aku tak mau ini terjadi", histerisnya dikamar setelah kembali.
Dia memukul-mukul kepalanya yang terasa sakit. Menyobek-nyobek kertas hasil pemeriksaan itu lalu membuangnya ke tempat sampah.
******
Tok ... tok ...
Cekreeeeekkk. ...
"Ada apa?", tanya Rachell pada pelayan yang mengetuk pintu kamarnya.
"Maaf, Nona. Tuan besar memanggil anda diruang kerjanya"
"Baik, aku kesana sebentar lagi"
Dengan malas Rachell keluar dari kamarnya dan menemui papinya diruang kerjanya.
Cekreeeeekkk. .
"Ada apa, Papi memanggil ku?", tanya Rachell.
"Papi minta kamu segera tinggalkan rumah ini dan kembali kerumah suamimu. Tempat mu seharusnya berada adalah dimana suamimu berada, Rachell"
"Aku tidak mau, Papi. Aku malas bertemu dengan Ardi. Dia selalu memikirkan perempuan kampung itu"
"Ardi benar, perempuan itu juga istrinya, Rachell. Wajar saja kalau dia memikirkan nya. Itu ulahmu sendiri. Jadi kamu mau tidak mau, suka tidak suka harus menerima konsekuensi nya, Rachell. Jadi papi minta kamu kembali pada suamimu"
"Tidak, Pi",sanggah Rachell.
Alfian sudah kehabisan kata-kata menghadapi si bungsunya yang keras kepala itu. Tanpa basa-basi Alfian menarik tangan Rachell dan membawanya kemobil. Rachell berontak, namun Alfian tak melepaskan genggaman tangannya itu. Dia membawa Rachell ke apartemen Ardi. Ardi baru saja sampai disana saat mereka tiba.
"Jaga istrimu baik-baik, Ardi", titah Alfian saat menyerahkan Rachell pada suaminya.
Ardi mengangukkan kepalanya. Rachell yang kesal diperlakukan seperti itu langsung masuk kekamarnya dan mengurung diri disana. Ardi hanya menghela nafas panjang melihat prilaku luar biasa dari Rachell.
******