Fatma masih termenung di dalam kamarnya, ia masih tidak menyangka jika hari ini adalah hari pernikahannya. Bahkan yang masih terlintas dalam pikirannya adalah jika ia baru saja terlahir kemarin sebagai bayi yang masih suci dan selalu mendapatkan belaian lembut dari tangan kedua orangtuanya. Kini ia sudah menjadi Fatma yang dewasa, yang akan siap melabuhkan hatinya pada pelabuhan cintanya yang terakhir.
"Fatma, bisa kau tutup matamu? Bagaimana bisa aku memoleskan eyeshadow ini di kelopak matamu dalam keadaan kamu membuka mata". Ujar sang perias.
Fatma pun tersentak dan sontak langsung menutup kedua matanya, ia benar-benar tidak sadar jika baru saja alam bawah sadarnya membawa ia untuk menapaki bagaimana hidup setelah pernikahan. Perasaannya bersatu padu dalam kecemasan, kegelisahan yang tak bisa ia jabarkan dengan jelas.
"Nah, sudah selesai. Sekarang kamu bisa membuka kedua matamu". Ujar sang perias.
Fatma pun merasa terpesona melihat perubahan yang terjadi diwajahnya, wajahnya yang sehari-hari sama sekali tidak pernah tersentuh dengan polesan make-up kini terlihat berbeda ketika semua macam jenis make-up tertata rapi diwajahnya dengan bantuan tangan sang perias yang tentu saja sudah ahli.
"Masha Allah, anak ibu cantik sekali. Ibu sampai pangling gak ngenalin kalau ini anak ibu". Ujar sang ibu.
"Ah, ibu bisa aja. Fatma kan jadi malu". Sahut Fatma lirih.
"Tapi bener loh nduk, kamu emang keliatan cantik banget. Sebentar lagi akad nikah sudah mau di mulai, kamu akan ibu bawa keluar untuk bersanding dengan suamimu ketika Hendra telah selesai mengucap ijab qobul". Gumam sang ibu.
Fatma menganggukkan kepalanya, sang ibu pun langsung keluar dari dalam kamarnya untuk menyaksikan prosesi ijab qobul tersebut dan tak lama kemudian terdengar dengan jelas dan lantang suara Hendra ketika sedang mengucap janji suci di hadapan Allah, penghulu dan juga orangtua Fatma.
Saya terima nikah dan kawinnya Fatma Pasha binti H. Asmawi Sutomo dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.
"Bagaimana para saksi? Sah?". Ujar sang penghulu.
Sah, sah, sah.. Sahut para tamu undangan yang menyaksikan berlangsungnya proses akad nikah tersebut.
"Alhamdulillah". Ujar Fatma lirih.
Tak lama kemudian datang sang ibu untuk menjemput dirinya di dalam kamar, lalu kemudian mengantarnya untuk bersanding dengan Hendra. Para tamu undangan berdiri untuk menyambut kedatangannya, sementara Hendra tersenyum manis yang sedari tadi sudah tidak sabar menunggu kedatangannya.
Kini Fatma telah berada dihadapan Hendra, dengan tatapan yang teduh ia menatap Hendra yang telah resmi menjadi suaminya. Lalu kemudian ia mencium punggung tangan suaminya, Hendra pun langsung mengecup kening Fatma dan menyematkan cincin dijari manis Fatma.
Alhamdulillah, terimakasih atas karuniamu yang begitu besar untuk hamba ya Allah. Engkau telah memberiku suami yang baik budi dan akhlaknya. Ujar Fatma dalam hati.
Setelah prosesi akad nikah selesai, mereka berdua langsung berjalan menuju pelaminan untuk melakukan sungkem kepada kedua orangtua Fatma dan acara resepsi pernikahan akan di mulai setelahnya.
"Fatma, aku sungguh bahagia karena kini kita telah resmi menjadi sepasang suami istri. Aku janji sama kamu, akan menjaga kamu dan menemanimu hingga akhir waktu". Ujar Hendra.
Fatma tersenyum. "Terimakasih mas, aku juga akan terus belajar untuk menjadi istri sholeha untukmu. Karena kini letak surgaku ada di kamu, maka dari itu jangan bosan-bosan untuk terus membimbing aku ya mas". Sahut Fatma lirih.
"Insha Allah, sayang". Bisik Hendra.
Mereka berdua langsung melayani para tamu undangan yang datang untuk memberikan ucapan selamat, kebahagiaan sangat terpancar di wajah mereka berdua.
♡♡♡
Kamu sudah merebut suamiku Fatma, dasar kamu pelakor. Seketika mimpinya buyar ketika Fatma mulai mengerjapkan kedua matanya, nafasnya masih terengah-engah karena mimpi tersebut.
Bagaimana bisa ia bermimpi seperti itu di malam pertama pernikahannya, mimpi tersebut terlihat benar-benar nyata dan sangat benar-benar nyata. Tak lama kemudian Hendra yang juga terbangun dari tidurnya langsung menenangkan Fatma yang terlihat sangat gelisah.
"Kamu kenapa sayang? Kamu mimpi buruk?". Ujar Hendra.
Fatma yang masih bersusah payah mengatur nafasnya sama sekali tidak menjawab pertanyaan suaminya. Sementara Hendra langsung beranjak dari duduknya untuk mengambil segelas air putih yang tersedia di meja rias Fatma.
"Ini sayang minum dulu, biar kamu tenang". Ujar Hendra.
"Terimakasih mas". Sahut Fatma lirih.
Fatma langsung menenggak habis air tersebut, kini ia mulai tenang dan bisa sedikit bernafas lega.
"Udah tenangkan? Sekarang coba ceritain sama mas, kamu mimpi apa sayang?". Ujar Hendra sambil mengusap bahu kiri istrinya.
Fatma menatap wajah suaminya. "Aku mimpi di labrak sama istri pertama kamu, mas". Ujar Fatma.
Hendra mengernyitkan dahinya. "Istri? Istri aku kan kamu sayang, mungkin ini hanya ketakutanmu saja dari waktu sebelum menikah. Dengarkan aku baik-baik ya Fatma, aku mencintai kamu dan hanyalah kamu seorang. Tidak ada seorangpun di hatiku selain kamu, jadi kamu harus percaya sama aku". Ujar Hendra meyakinkan istrinya.
"Kamu benar mas, mungkin ini hanya ketakutanku saja. Maafkan aku mas yang sudah berprasangka buruk tentang kamu". Sahut Fatma yang langsung memeluk suaminya.
Maafkan aku Fatma yang tidak berani jujur tentang masa laluku. Gumam Hendra dalam hati sambil membalas pelukan Fatma.
Sampai keesokan paginya mimpi itu masih mengelayut di pikiran Fatma dan hal itu sangat menggangu konsentrasinya dalam mengajar anak didiknya. Singkat cerita, sebelum Fatma bertemu dengan Hendra, Fatma bekerja sebagai guru madrasah di kampung halamannya.
Kecintaannya kepada anak-anak telah mengantar Fatma sebagai guru madrasah yang sangat di sukai oleh anak muridnya. Cara mengajar Fatma yang lemah lembut dan sama sekali tidak pernah marah jika ada anak murid yang berprilaku tidak baik, bahkan Fatma hanya memberikan wejangan kepada anak-anak tersebut agar tidak mengulangi perbuatan yang tidak baik.
Dan ajaibnya anak-anak tersebut langsung berubah drastis menjadi anak-anak yang patuh dengan tata terbit sekolah. Bahkan kepala sekolah dan juga guru-guru yang lainnya pun terheran-terheran bagaimana caranya Fatma menasehati anak-anak tersebut.
"Bu Fatma". Teriak seseorang dari kejauhan.
Aku pun membalikkan tubuh ku dan menoleh ke sumber suara tersebut berasal, di lihat dari sebrang tempat ku berdiri terlihat Ibu Siska yang tak lain adalah guru matematika di sekolah ini sedang tergesa-gesa menghampiri ku.
"Ada apa Bu Siska?". Tanya ku.
"Bu Fatma, ada anak murid yang berusaha bunuh diri dengan cara melompat dari lantai tiga". Ujar Bu Siska terengah-engah.
"Apa? terus anak itu gimana keadaannya bu?".
"Dia berhasil di cegah sama teman-temannya bu, tapi dia berusaha memberontak bu. Jadi teman-temannya terpaksa mengikatnya di uks bu".
Aku pun segera bergegas menuju uks yang berada di lantai tiga, suasana disana sudah banyak di kerumuni dengan anak murid lain yang penasaran ingin melihat anak tersebut. Aku pun berusaha untuk membubarkan kerumunan murid yang memadati jendela uks, mereka pun segera membubarkan diri dan kembali ke kelas masing-masing.
Sementara aku langsung bergegas masuk ke dalam untuk mencari tau hal apa yang sudah terjadi pada anak tersebut. Setelah berusaha membujuk dan hanya mengobrol empat mata dengan murid tersebut, akhirnya aku mendapatkan kesimpulan apa alasan ia sampai nekat bunuh diri.
Murid tersebut depresi karena setiap hari orang tuanya selalu saja bertengkar bahkan ayahnya sering kali memukuli ibunya di depan sang anak. Situasi seperti ini memang tidak baik untuk kesehatan mental anak, yang mana anak selalu menjadi korban karena ulah kedua orang tuanya yang tidak bisa menjaga sikap di depan sang anak.
Setelah aku mendengar semua cerita dari si anak tersebut, aku segera menelepon orang tuanya dan aku meminta mereka berdua untuk datang ke sekolah. Tak lama kemudian orang tua murid tersebut datang dan langsung memeluk anak semata wayangnya, mereka berdua menangis tersedu di pelukan sang anak.
Setelah suasana haru mereda aku mencoba untuk mengajak bicara pada kedua orang tuanya, aku memberikan sedikit saran agar mereka bisa menjaga sikap di depan sang anak. Karena bagaimana pun pertengkaran yang di lakukan orang tua memang akan berdampak negatif untuk memori otak sang anak dan alhamdulilahnya mereka mau menerima saran ku. Dan kini aku mempersilahkan mereka untuk kembali ke rumah dan aku harap semuanya akan baik-baik saja.
Tugas mengajar ku hari ini selesai dan aku segera bergegas kembali ke rumah, namun ketika aku sedang berjalan menuju gerbang sekolah, aku seperti melihat seseorang yang ku kenal di ujung sana. Ku picingkan mata dan benar saja itu adalah suami ku yang datang untuk menjemput aku.
"Mas Hendra". Gumam ku.
"Assalamuallaikum bidadari surgaku".
Ku raih tangannya dan langsung ku cium punggung tangannya. "Waalaikumsalam mas, loh mas kok gak bilang kalau mau jemput aku. Ini kenapa kamu bawa sepeda ayah, motor kamu kemana mas?". Tanya ku bingung.
"Motor aku ada di rumah, aku sengaja bawa sepeda ayah. Biar romantis jalan ngelilingin kampung sambil mengayuh sepeda tua".
Aku pun terkikik. "Apaan sih kamu mas, yaudah yuk kita pulang". Ujar ku yang langsung mengambil posisi duduk di belakang Mas Hendra.
Mas Hendra pun segera mengayuh sepedanya, kami pun larut dengan obrolan hangat sepanjang jalan menuju rumah. Aku bersyukur memiliki suami seperti Mas Hendra yang sederhana dan tidak neko-neko.