"Oh God! Lebih cepat, Sayang," erang Dewa.
Aku menjulurkan lidah menggoda ujung miliknya. Dewa menatapku dengan kabut gairah yang pekat. Aku terhanyut di dalamnya. Perlahan ku turunkan bibirku menyentuh miliknya. Mengecup pelan ujungnya.
"Shit!" Dewa memejamkan mata. Kepalanya terhuyung ke belakang.
Akhirnya aku mencoba memainkan miliknya yang besar dan panjang di mulutku. Dewa mendesah dan mengerang semakin menjadi.
"Ya, Sayang. Terus..." racaunya.
Dadaku membuncah melihat Dewa terbaring pasrah dengan permainan mulutku. Lidahku membelai basah miliknya. Dewa menahan kepalaku lebih lama dan menaikkan pinggul agar miliknya terbenam semakin dalam dalam mulutku. Aku tersedak. Milik Dewa mengenai anak lidahku. Dengan cepat Dewa membalikkan posisi. Aku di bawah kungkungannya. Kepala Dewa mengecup bukit kembar kesukaannya. Mencecap dan menghisap dengan rakus. Aku mendesah hebat. Dewa dan mulutnya di puncak payudaraku adalah kombinasi yang memabukkan.
"Kamu membuat Mas gila, Sayang."
Aku terengah-engah sambil meremas rambut Dewa. Wajah Dewa naik sejajar dengan wajahku, bibirnya melumat lembut perlahan mendesak bibirku.
"Mas, aahhh..."
Aku mengalungkan lenganku di lehernya. "Masukin," titahku.
Milikku sudah basah di bawah sana. Apalagi kepala junior Dewa yang sesekali menggesek bibir kewanitaan ku.
"Laksanakan, Sayang."
Dan pergumulan mencapai kenikmatan itu dimulai. Aku mendesah dan suamiku mengerang. Aku ingin Dewa bergerak kasar dan cepat. Namun Dewa menolak karena ada janin yang harus kami jaga.
"Sedikit lagi," erangnya di ceruk leherku. Ku rasakan bibirnya menyesap kuat di sana.
"Oohh, Tuhan. Ini nikmat sekali. Surgaku semakin nikmat," racaunya saat miliknya menyemburkan cairan putih kental di atas pahaku.
"Lebih nikmat kalau keluarnya di dalam. Sayangnya gak bisa selama kamu hamil." Dewa mengecup perutku dengan sayang.
Menurut dokter Hana, bercinta saat hamil diperbolehkan. Mengingat kandunganku kuat dan tidak bermasalah. Tapi tetap saja tidak boleh menyemburkan sperma di dalam rahim. Karena akan mengakibatkan kontraksi. Dan semakin sering itu dilakukan, maka janinku akan terancam. Kami tentu saja memilih jalan aman.
Aku terkesiap saat merasakan jari Dewa membelai klitorisku. "Mashh,..."
"Kenapa oral sex juga dilarang sih pas istri hamil? Padahal itu yang Mas sukai," gerutunya lalu mulutnya mencecap payudaraku. Meninggalkan banyak jejak basah dan tanda kemerahan.
"Jaga aman, Mas. Saat oral sex memungkinkan masuknya oksigen ke dalam rahim karena mulut dan hidung Mas dekat dengan pintu surga. Dan itu berbahaya."
Ya, yang aku ketahui dari dokter Hana begitu. Setelah aku cari di google juga menjelaskan bahaya oral sex saat sedang hamil. Penjelasannya panjang. Dan aku hanya mengingat jelas bahwa itu bahaya. Itu saja.
***
Aku melangkahkan kaki ke dalam Cindy's Cake. Tidak kutemukan Cindy di lantai bawah. Mungkin dia di ruangannya.
Hari ini sesuai perkiraan Dewa bahwa temannya yang pengusaha aksesoris mahal itu akan bertandang ke rumah mertuaku untuk melamar Cindy. Makanya aku ke sini. Mengecek Cindy, apakah dia sibuk atau tidak. Dan aku akan memastikan bahwa Cindy akan pulang siang nanti dengan dalih aku ngidam makan siang bersama di rumah mertuaku.
Saat hendak menaiki anak tangga, ponselku berdering. Suamiku. "Ya, Mas?"
"..."
"Baru sampai. Iya, nanti aku ke kantor Mas."
"..."
"Love you too."
Sambungan telepon terputus. Aku kembali melanjutkan langkahku. Setelah sampai di atas, aku berniat membuka pintu namun urung saat mendengar suara dari dalam ruangan Cindy. Tubuhku meremang. Tanganku menggantung di handle pintu.
"Yes, baby. Faster, ahh, yaaa terus. Lebih cepat, ahhh."
Suara pria!