"Kamu kuat, Sayang. Mas cinta sama kamu. Mas cinta sama kalian berdua. Sebentar lagi anak kita akan melihat dunia. Ketemu Bunda dan Ayahnya. Ayo, sayang."
Seolah terhipnotis oleh ucapan Dewa, aku mengejan semakin kuat. Bahkan aku yakin kalau tangan Dewa di genggamanku terluka karena kuku jariku menancap di sana. Tapi Dewa sama sekali tidak mengeluh atau meringis. Aku yakin suamiku itu juga kesakitan.
Aku menghembuskan napas berkali-kali. Anakku akhirnya lahir. Tangisan bayi langsung memenuhi kamar kami. Dewa tersenyum bahagia.
"Terima kasih, Sayang. Kamu kuat." Bibirnya tidak berhenti mengecup keningku yang berkeringat. Kemudian Dewa mengecup bibirku sedikit lama.
"Selamat, Wa, Nin, anak kalian laki-laki. Pantes lincah banget."
Dokter Hana menyerahkan bayi merah berjenis kelamin laki-laki ke pelukanku. Aku menangis haru. Ini dia makhluk kecil yang membuatku susah tidur saat hamil bulan ke-8 hingga bulan ke-9.