Chereads / DEWA / Chapter 16 - 16. Dahulu

Chapter 16 - 16. Dahulu

Aku jadi ingat saat pertama menyukai Dewa. Kelas dua SMP dan dia kelas tiga SMA, seangkatan abangku, Elang. Cuma Cindy yang tahu bagaimana dulu aku menyukai abangnya, Dewa. Dan dia selalu menyemangatiku.

Hingga akhirnya Dewa memilih melanjutkan jenjang S1 dan S2 di Jepang. Perlahan aku mulai membunuh perasaan yang aku pikir waktu itu tidak akan pernah terbalas. Mengingat Dewa tidak pernah menunjukkan ketertarikan terhadapku.

Dan saat kuliah, aku bertemu Dion. Kenal beberapa bulan dengannya membuatku nyaman. Kami memutuskan untuk berpacaran pada semester kedua. Dan bertahan hingga semester enam. Dua tahun menjalani hubungan dengannya, berhasil membuatku melupakan sosok Dewa yang kukira untuk selamanya. Ternyata salah. Dewa masih berada diposisi tertinggi di hatiku. Makanya saat dia menyentuh ku untuk pertama kali di kamarnya, aku diam saja. Malah menikmati.

"Sudah sampai," Pikiranku terhempas kala Dewa bersuara mengatakan kami sudah sampai di rumah.

"Mas mau aku masakin apa?" Aku bertanya sambil memasuki rumah dengan Dewa merangkul pundakku.

"Enggak usah. Bunda tadi sore nelpon katanya lagi di sini sama Mama bawa banyak makanan. Ada di kulkas."

Aku mengangguk sambil berlalu ke arah dapur. Sedangkan Dewa menuju kamar kami setelah mengecup sekilas bibirku.

***

"Iya, Bun. Besok Kakak ke rumah. Acaranya jam berapa?"

"Jam dua, Kak. Tapi Kakak udah di sini jam sebelasan. Bantuin Bunda masak ya. Abang juga besok sampai rumah jam segitu."

"Iya. Besok Kakak mau ke toko Cindy dulu ambil pesanan kue Mama, baru ke rumah."

Setelah Bunda mengucapkan salam dan mematikan telepon, aku menghela napas pelan. Melanjutkan acara memasak makan siang. Kebetulan Dewa siang ini ingin makan di rumah.

"Kenapa?"

Aku menoleh saat kedua tangan Dewa menyangga tubuhnya di meja kompor yang otomatis mengurung tubuhku.

"Besok acara arisan keluarga di rumah Bunda. Males sebenarnya ikut gabung. Tapi gak enak nolak Bunda."

Dewa menciumi leher ku yang terekspos bebas karena rambut yang ku cepol asal dibpuncak kepala.

"Males ketemu mantan kamu?" Aku menghela napas kembali. "Belum move on?" tanya Dewa beruntun.

Aku menggeleng, "bukan gitu, Mas. Aku udah lupa sama dia. Udah lama malahan. Semenjak ketemu kamu. Masalahnya...."

"Masalahnya dia yang belum bisa ngelupain kamu. Masih sering dia gangguin kamu?"

Aku sepenuhnya membalikkan badan menghadap Dewa. "Mas buka-buka hape aku?"

Dewa mengecup bibirku berkali-kali. "Enggak sengaja. Tadi malem Mas lihat hape kamu getar-getar. Kamu nya nyenyak banget tidur. Jadi Mas angkat, soalnya gak ada nama. Ternyata si Dion-Dion itu. Yaudah Mas blokir."

Aku menggeleng tidak percaya. Dewa dan kuasanya. Tentu saja dia berhak untuk memblokir siapapun yang menurutnya berpotensi sebagai pengganggu di hubungan kami.

"Pantes aku gak dapet spam chat lagi. Ternyata udah diblokir."

"Kamu senang di spam chat sama mantan kamu itu?" Tangan Dewa semakin tidak terarah.

"Enggak, ih! Aku malah seneng dia gak ganggu lagi."

Bibir Dewa memulai aksinya di wajahku. Dari kening, mata, hidung, pipi dan bibir. Semuanya dikecup sayang olehnya.

"Mas gak bakal biarin siapapun gangguin istri Mas. Mau dia mantan kamu. Teman lelaki kamu. Atau siapapun kecuali Ayah, Alan dan Elang. Bakal Mas hilangkan dari peradaban."

Aku tertawa, "lakukan sesuka Pak Bos. Eh, stop, Mas. Keburu telat Mas balik kantor nanti. Ayo makan. Udah siap ini aku masaknya."

"Makanan pembuka dulu, boleh?" tatapan jenakanya membuatku geli.

"Mas!"