Aku tertawa. "Kangen curhat maksudnya." Risa melambai tangan ke arah pelayan cafe yang kebetulan lewat. "Gue udah pesen minuman kesukaan lo, Ris."
"Oke, makasih. Tapi gue laper. Belum makan dari tadi siang." Risa menyengir lebar setelah menyebutkan pesanan makanannya ke arah pelayan.
"Tumben. Diet lo?"
"Enggak. Cuma tadi gak sempet makan aja. Sekarang baru kerasa lapernya pas lihat muka lo."
"Sialan lo!" makiku. Kami tertawa. Kemudian cerita dari mulutku mulai mengalir dengan lancar.
"Terus?"
"Yagitu. Gue iyain. Gak mungkin gue larang Dewa pergi sama teman-teman kuliahnya. Apalagi dia udah minta izin gitu dan jelasin kalo di sana bakal ada Pet-Pet itu juga."
"Tapi gue suka sih sama sifat jujur laki lo. Kenapa lo gak ikut? Kan di ajak."
Aku mengedikkan bahu. "Males lihat mukanya si Pet itu. Apalagi gue gak ada kenal sama teman-temannya Dewa."
"Bodoh, ih. Itu kesempatan namanya, Neng. Astaga, lo gak pinter-pinter ya. Heran gue. Seharusnya lo ikut. Mengakrabkan diri bareng temen laki lo. Ck."
Aku menghembuskan napas pelan. Dewa sudah menawarkan untuk ikut ke acara reunian bersama teman-teman kampusnya yang kebetulan orang Indonesia semua. Katanya ada bertujuh. Dan cuma Pet sendiri yang perempuan. Menang banyak si Pet kampret.
"Next deh gue ikut."
"Kayak bakal di ajak Dewa aja kalo next," cibir Risa. Aku memanyunkan bibir.
"Emang mereka kongkow di mana?"
"Di restoran milik salah satu temennya. Gak jauh dari sini kok."
"Dijemput Dewa lo?"
Aku menggeleng. "Gue bawa mobil sendiri."
***
"Sayang..."
Aku mendengar suara Dewa memasuki dapur. Baru pulang dia. Setelah seharian melepas rindu dengan teman-temannya.
"Masak apa? Wanginya sampai ke depan loh."
Tangannya sudah bertengger manis di pinggangku. "Gimana reuniannya? Seru?"
Bibirnya mulai berkelana di leherku merambat ke tengkuk dan berakhir di rambut yang ku cepol tinggi dengan asal.
"Coba kalo kamu ikut. Pasti lebih seru. Mereka ajak pacar, tunangan dan istrinya."
Suaranya kelihatan jengkel. "Serius? Mas sendiri dong yang sebatang kara?"
"Gak. Sama David. Yang punya restoran."
"Bisalah couple sama David," ejekku.
"Enak aja. Kamu kira suamimu ini pencinta sesama batang?"
Aku tertawa mendengar dumelannya. "Mas ke atas dulu. Lengket nih mau mandi."
***
"Ini apa, Mas?"
Aku mengambil benda yang tergeletak di atas meja riasku. Membacanya. Undangan.
"Oh, itu undangan Pet. Dia nikah minggu depan. Jadi, tadi bagi-bagi sekalian. Karena gak sempat ngantar ke rumah katanya."
Aku mengangguk-angguk. Jadi Pet itu mau nikah? Bagus deh.
"Hotelnya nikahan kita ini," ujarku saat membaca lokasi pesta perempuan itu.
Dewa memelukku dari belakang sambil ikut melihat denah lokasi di undangan Pet. "Iya. Ternyata hotelnya milik calon suami Pet. Mereka dijodohin. Kayak kita." Ucapan terakhirnya diiringi dengan kecupan lembut di pipiku.
Aku melihat bayangan tubuh kami di dalam cermin dan aku tersenyum membalas tatapan matanya yang teduh dipenuh cinta. Ya, walaupun Dewa selama ini belum mengungkapkan rasa cintanya padaku, tidak masalah. Aku lebih suka bukti nyata daripada seuntai kata.
***
"Woi!"
Aku terlonjak kaget saat seseorang menepuk pundak ku sambil berteriak.
"Fia!" Aku mendelik kesal kemudian menarik ujung rambut ikalnya. Dia hanya menyengir tanpa dosa.
"Bimbingan lo?"
Aku mengangguk sambil menunjukkan proposalku yang sudah di acc.
"Siapa dosbing lo, Nin? Mana tahu samaan kita."
Dia sibuk membuka-buka halaman pertama di proposalku yang kebetulan ku selipkan kertas nama dosbingku di sana.
"Njir, Pak Edo. Dosen baru cuy."
"Kok lo tahu?"