Disebuah rumah berbeda, tampak seorang wanita sedang menyiapkan bekal makanan untuk putrinya. Dia mendudukan sang putri pada meja bar yang ada didapur tersebut, lalu mulai memasukan sandwich kedalam kota bekal milik putrinya.
"Mommy, apakah nanti mommy yang akan menjemputku?" Tanya gadis kecil bermata bulat tersebut. Dia tampak cantik dengan rambut ikalnya yang diikat keatas.
"Tidak bisa sayang, nanti Mommy ada urusan. Mungkin Daddy yang akan menjemputmu." Balas Mommynya yang kini mulai memasukkan bekal makanannya kedalan tas ransel miliknya.
"Kenapa tidak bisa Mommy? Mommy ingin pergi kemana?" Menampakkan wajah cemberutnya.
"Mommy akan menemui Kakakmu sayang."
"Aku punya Kakak, Mommy?"
"Iya. Hanya saja Daddy kalian berbeda." Jelasnya membuat sang putri mengerjapkan mata, karena tidak tahu dengan maksud ucapannya.
"Kenapa Daddy kami berbeda? Dan dimana sekarang Kakakku itu Mommy?" Tanyanya lagi ingin tahu.
"Kau tidak perlu banyak bertanya! Sekarang lebih baik kita berangkat kesekolah." Menurunkan anaknya dari atas meja, lalu memasangkan tas ranselnya.
"Kau tidak berpamitan dulu kepada Daddy, Olfi?" Suara bariton seorang pria, membuat Ibu dan anak itu menghentikan langkahnya saat sampai diruang tengah.
"Daddy sudah bangun?" Suara riang gadis kecil itu yang kemudian berlari menghampiri Daddynya.
"Tentu. Kenapa kau tidak membangunkan Daddy?" Tanya Gion pada putrinya.
"Mommy bilang Daddy sedang lelah, jadi aku tidak ingin menganggu Daddy." Jawabnya polos.
Gion melirik sekilas kepada Elena yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Dia tahu jika Elena masih mempermasalahkan keinginannya untuk mencari adik kandungnya. Istrinya itu tidak mau jika dirinya menghambur-hamburkan uang demi mencari seseorang yang mungkin saja sudah tiada.
"Kita harus berangkat, Olfi! Kau tentu tidak ingin terlambat bukan?" Ucap Elena ketus.
Olfi dan Gion menoleh kearahnya, menatap wajah acuhnya yang tampak tidak mengenakkan. Dia memang selalu begitu, tidak bisa meredam dan menyembunyikan emosinya.
"Aku harus pergi kesekolah dulu, Daddy. Dan kata Mommy, nanti Daddy yang harus menjemputku!" Ucap Olfi dengan memperlihatkan deretan gigi susunya.
"Baiklah. Nanti Daddy yang akan menjemputmu disekolah." Balas Gion mengelus puncak kepala putrinya.
"Baiklah. Aku sayang Daddy." Menciun pipi Daddynya, lalu berlari menghampiri Mommynya. Bergandengan tangan dan hendak berjalan untuk keluar rumah bersama.
"Tunggu Elena!" Ucap Gion membuat langkah keduanya terhenti. "Olfi, keluarlah dahulu dan tunggu Mommymu dimobil! Ada yang ingin Daddy bicarakan sebentar dengan Mommymu." Lanjutnya meminta sang putri untuk meninggalkannya berdua saja dengan Elena.
Olfi menganggu patuh, lalu berjalan keluar rumah sesuai perintah Daddynya. Dia akan menunggu Mommynya didalam mobil saja.
"Ada apa? Aku harus segera mengantarkan Olfi kesekolah, Gion!" Ucap Elena sinis.
"Kau akan pergi kemana setelah mengantarkan Olfi? Apa kau ingin menemui mantan suamimu itu lagi?" Tanya Gion dengan nada mengintimidasi.
"Apa urusanmu, Gion? Mau aku pergi kemana pun dan menemui siapa pun, tentu kau tidak berhak mengaturku!"
"Aku berhak, Elena! Aku ini suamimu!"
"Suami? Suami yang seperti apa? Kau saja tidak pernah mau mendengarkan diriku! Lalu untuk apa aku menuruti keinginanmu?"
"Kau masih mempermasalahkan hal itu Elena? Astaga. Aku hanya berusaha untuk mencari adikku saja, apakah itu salah? Lagi pula yang aku gunakan itu adalah uang pribadiku, dan aku juga tidak mengurangi uang bulanan untukmu kan?" Kesal Gion menghadapi tingkah Elena.
"Terserah. Aku tidak ada waktu untuk berdebat denganmu!" Berjalan meninggalkan Gion yang masih berusaha meredam emosinya.
Elena benar-benar malas bertengkar dengan Gion sepagi ini. Masih banyak hal penting yang harus dikerjakannya, dari pada meladeni emosi Gion dan akan berujung pertengkaran keduanya.
**
"Robin, kau meninggalkan kotak bekalmu!" Teriak Alena sambil berlari menghampiri Robin yang hendak memasuki mobil.
"Terimakasih, Mommy." Ucap Robin setelah menerima kotak bekal yang diberikan oleh Mommynya.
"Belajar yang rajin, dan jangan merepotkan guru-gurumu disekolah ya sayang!" Berjongkok sambil mengelus puncak kepala sang putra.
"Baik, Mommy. Aku berangkat kesekolah dulu." Mengecup pipi Mommnya, lalu mulai memasuki mobil untuk menuju kesekolah.
Hari ini Robin pergi kesekolah diantar oleh Alex supir pribadi Daddynya. Ben tidak bisa mengantarkan putranya kesekolah, sebab hari ini dia akan masuk kantor sedikit agak siang. Hanya ada beberapa meeting yang harus dikunjunginya disiang hari, dan seluruh berkas pun sudah dia siapka sejak kemarin.
Alena masuk kedalam kamarnya bersama Ben, mengganti pakaiannya untuk berangkat bekerja. Dia akan kembali bekerja dikaffe hari ini, sebab kemarin Valleria menghubunginya. Sudah tiga hari ini dia tidak masuk bekerja, karena sibuk mengurusi keluarga barunya.
"Mau kemana kau, Alen?" Tanya Ben yang kini sudah berdiri tepat dibelakangnya, membuat Alena terkejut dan langsung membalikkan tubuhnya.
Ben baru saja menyelesaikan mandi paginya. Dia keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan celana panjang dan bertelanjang dada, membuat Alena menengguk ludahnya susah payah saat melihat tubuh kekar milik suaminya.
"Bekerja." Jawab Alena menatap tepat pada manik mata Ben yang berwarna kecoklatan. Manik mata yang selalu membuatnya lemah dan terpesona.
"Tidak ku izinkan!" Ben menggelengkan kepalanya pelan.
Alena mengerjapkan matanya beberapa kali, tersadar dari lamunannya. Dia merasa sedikit kesal setelah mendengar ucapan Ben yang melarangnya untuk pergi bekerja.
"Kenapa tidak kau izinkan, huh? Aku mau pergi bekerja, Ben. Lebih baik kau juga pergi bekerja sana!" Perintah Alena yang kemudian berjalan melewati dirinya. Namun baru selangkah, Ben lebih dulu menahan lengannya dan membutnya kembali berhadapan dengan suaminya itu.
"Kau tidak dengar ucapanku, Alena? Cukup aku yang bekerja, kau hanya perlu mengurus Robin dan juga diriku tentunya."
"Baiklah Ben, aku akan menurutimu kali ini. Tapi izinkanlah aku untuk menemui Bosku hari ini." Mohon Alena pada suaminya.
"Apa gunanya ponsel? Kau bisa bicara dengannya memalui poselmu itu, tidak perlu kau pergi kesana!" Balas Ben santai, membuat Alena mendengus kesal karenanya.
"Baiklah kalau begitu, sekarang lepaskan tanganku!" Pinta Alena berusaha melepaskan cengkraman tangan Ben pada lengannya.
Ben tersenyum tipis menatap kearahnya. Sedangkan Alena sudah mulai takut dan berhati-hati melihat seringai aneh yang ditunjukkan oleh suaminya itu. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" Tanya Alena merasa risih dengan tingkahnya.
"Bagaimana kalau kita berdua yang bekerja?" Tanya Ben menunjukkan seringai nakalnya.
"Bekerja? Apa yang akan kita kerjakan, Ben?" Tanya balik Alena yang tidak mengerti dengan arah pembicaraan suaminya.
"Membuat anak misalnya." Jawab Ben santai yang membuat mata Alena membulat sempurna.
TO BE CONTINUED.