Yu Ren meminta pelayan membawakan makanan untuk mereka agar bisa mengembalikan energi yang telah hilang ketika bertarung.
Yu Ren memandang Gia yang sangat bersemangat makan tanpa mengiraukannya dan langsung mengambil makanan dengan tangan yang telah ia basuh dengan air. Yu Ren belum mengambil makanan di piringnya dan memilih menatap Gia, ada hal yang ingin ia tanyakan padanya.
"Tadi, kenapa kau tidak menggunakan energi qi untuk menghancurkan seranganku?" Tanyanya hati-hati.
Gia menghentikan kegiatan makannya sejenak dan membuka mulutnya. "Aku tidak memilikinya, kenapa kau menyesal berteman denganku?" Ia melanjutkan makannya tanpa memperdulikan tatapan Yu Ren.
Yu Ren sedikit menggebrak meja. "Aku tidak menyesal! Kamu adalah teman terbaik yang ku miliki," tegasnya.
"Aku hanya tidak menyangka kamu dapat memojokanku ketika bertarung bahkan tanpa energi qi." Inilah yang membuat Yu Ren sangat menangagumi Gia alih-alih membencinya karena tidak memiliki kekuatan.
"Benarkah." Ujarnya tidak peduli dan mengambil paha ayam di piring.
Yu Ren menganggukan kepalanya dengan jujur. "Kamu benar-benar hebat, walaupun tidak memiliki energi qi kamu memiliki keahlian bertarung yang tidak kalah dengan kultivator dan dilengkapi dengan kecerdasanmu," pujinya.
Gia memilih tidak menjawab Yu Ren dan memfokuskan perhatiannya pada makanan, sebenarnya ia tidak ingin membahas hal ini karena ia juga benci keadaannya sekarang yang tidak bisa bertahan melawan kultivator sungguhan.
Yu Ren yang melihat Gia tidak ingin membicarakan dengannya memilih menuangkan semua perhatian pada makanan di depannya sebelum Gia menghabisinya sendiri karena ia juga lapar setelah pertarungan sengit mereka. Suasana dalam ruangan itu sangat hening tanpa percakapan kecuali suara detingan piring ketika mereka menggesernya untuk mengambil makanan.
"Aku sudah selesai." Gia bangkit dari tempat duduknya dan meraih sapu tangan untuk membersihkan tangannya.
Yu Ren mendongakkan kepalanya dan melihat Gia berdiri serta hendak meninggalkannya, ia hanya mengangguk kepadanya dan memberikan waktu kepada Gia agar ia bisa menenangkan dirinya. Hal mengenai energi qi pasti menusuk hatinya karena walaupun ia memiliki keahlian bertarung yang hebat tetapi bisa tidak berguna ketika menghadapi kultivator sungguhan, ia ingin menghiburnya tapi ia tidak bisa memahami posisinya.
Gia memilih kembali ke kamarnya untuk menenangkan diri, pertarungannya dengan Yu Ren menyadarkannya bahwa ia tetap tidak berguna jika memasuki pertempuran nyata. Ia masih mengingat pertarungannya dengan keempat orang yang membuatnya jatuh ke jurang, ia hanya bisa berlari ketika menghadapi serangan energi qi mereka.
Gia menggepalkan tangannya dan memukul pilar ranjangnya karena merasa sangat lemah. Ia memandangi telapak tangannya dengan kosong, walaupun tangan ini menciptakan barang-barang yang berguna baginya tetapi ketika berada di dunia ini hanya bisa menjadi benda hiasan tanpa bisa menampilkan fungsi sebenarnya. Gia sangat membencinya,kenapa ia menempati tubuh tidak berguna ini setelah kematiannya.
"Kekuatanmu selama ini tersegel." Raja Hantu yang telah lama bersembunyi akhirnya memunculkan wujudnya karena tidak tahan melihat Gia.
Gia membalikan tubuhnya dan melihat tubuh roh transparan yang melayang tidak jauh darinya.
"Tubuhmu selama ini tertanam sebuah segel yang mencegahmu menyerap energi qi di bumi." Ia menunjuk pada tubuhnya tepat dimana segelnya berada.
"Segel?" Gia memegang dada kirinya tempat jantungnya berdetak karena Raja Hantu mengarah pada itu.
Raja Hantu mengangguk. "Karena aku memiliki kutukan yang sangat kuat, aku sangat sensitif dengan segala kutukan dan segel, aku sangat yakin ada sebuah segel kuno yang tertanam pada jantungmu."
Gia menggepalkan tangannya karena tidak menyangka ternyata tubuh Putri Jialin memiliki segel yang membuatnya tidak bisa menyerap energi qi. Siapa yang melakukan ini kepadanya? Kenapa ia harus meregut kekuatan dari seorang gadis kecil?
"Kau tahu cara melepaskannya?"
Raja Hantu menatapnya tajam karena hal yang akan ia beritahu pasti akan membuat Gia menolaknya. "Berkultivasi ganda denganku."
Gia memejamkan matanya dan menarik nafasnya dalam mendengar ucapan Raja Hantu, ternyata ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan kekuatan.
"Jika kau tidak menginginkannya tidak apa-apa aku akan mencari cara lain." Raja Hantu sangat memahami Gia dan tidak ingin ia salah paham karena menyalahgunakannya.
Gia membuka matanya dan menatap Raja Hantu. "Aku setuju."
"Eh?" Raja Hantu sangat terkejut dengan respon Gia yang sangat mudah mensetujuinya, bukankah kemarin dia marah besar ketika membahas kultivasi ganda.
"Aku setuju," ujarnya sekali lagi. Gia merasa hal yang di utarakan Raja Hantu tidak sulit walaupun ia tidak menyukainya, lagipula orang-orang di dunianya sangat terbuka dengan hubungan intim, dan Gia masih bisa menerimanya.
"Kita menggunakan kutukanku dan segelmu untuk memecahkan permasalahan kita, apakah kamu yakin untuk melakukan kultivasi ganda?" Raja Hantu bertanya sekali lagi karena tidak ingin membuatnya menyesal.
"Aku memahaminya." Gia sangat memahami teori itu, menggunakan kutukan dan segel untuk menghancurkannya adalah hal yang cukup logis, seperti melawan racun dengan racun.
"Kamu tidak akan menyesalinya?" Raja Hantu sangat takut jika Gia menyesali perbuatannya walaupun ia lah yang menawari tawaran tersebut.
"Aku tidak akan menyesal." Gia memilihnya dengan tegas karena dia tidak ingin menjadi orang lemah di dunia ini dan bisa mati kapan saja. Ketidakberdayaan ketika dibunuh sesorang membuat Gia sangat membencinya, apalagi alasan yang menyebabkannya datang di dunia ini.
"Baiklah jika itu keputusanmu, kuharap kamu tidak akan menyesal." Raja Hantu akhirnya menyerah atas keputusan Gia.
"Kau bisa pergi ke hutan terlarang, dan Banzhou akan mengantarmu." Ketika mendengar namanya disebut, Banzhou keluar dari balik bayangan pohon dan memasuki kamar Gia lewat jendela.
"Furen, saya akan mengantar anda dengan selamat." Banzhou berlutut dengan satu kakinya dan menundukan kepalanya.
(Furen = Nyonya atau panggilan pada wanita yang telah menikah)
"Furen? Siapa furenmu?!?! Aku tidak pernah menikah!" Gia memarahinya karena menyebut dirinya tidak benar, ia bisa menjadi gila jika bawahan Raja Hantu yang bersikap mirip dengannya.
Banzhou menatap Raja Hantu meminta pendapat karena dia lah yang memintanya untuk memanggil Gia sebagai furen.
"Kenapa kau memanggilnya furen?!?" Bukannya membantu Raja Hantu malah membentaknya. "Seharusnya dipanggil Nuwang!"
(Nuwang = Ratu)
Gia merasa kepalanya berkedut dan tangannya sangat gatal memukul wajah Raja Hantu karena seenaknya melabelinya nuwang, ia kira dia adalah suaminya seenaknya saja mengklaim dirinya, mereka bahkan tidak pernah bertemu secara resmi.
Banzhou mengangguk mengerti dan menghadap kembali ke Gia untuk memanggilnya dengan benar.
Sebelum Banzhou menyebut dirinya aneh-aneh ia segera menghentikannya dan memintanya memanggil secara normal. "Kau bisa memanggilku nona Gia atau Gia saja."
Raja Hantu melemparkan pandangan tidak setuju dan melototi Banzhou agar memanggil Gia sesuai perintahnya, sedangkan Gia juga tidak mau kalah dan ikut menatap Banzhou tajam agar segera melaksanakan perintahnya.
Banzhou merasa tertekan menghadapi tatapan tajam yang diarahkan padanya, rasanya ia ingin menangis karena tidak tahu yang mana yang harus ia laksanakan perintahnya. Jika ia mengikuti perintah Raja Hantu maka Gia akan marah dan otomatis Raja Hantu akan ikut marah tanpa alasan karena dia adalah seorang bucin. Namun, jika ia mengikuti perintah Gia maka Raja Hantu tidak senang dan akan membuatnya mendapatkan bencana di masa depan.
'Seseorang tolong bantu jiwa malang ini agar tidak terjebak dalam hubungan suami istri ini.' Batin Banzhou nelangsa.
Gia yang memahami tatapan Banzhou yang tidak bisa memilih akhirnya menatap Raja Hantu dan mengancamnya. "Jika dia tidak memanggilku dengan normal, maka lupakan saja pergi ke tempatmu."
Wajah Raja Hantu merengut mendengar ancamannya yang tidak bisa ia tolak, akhirnya ia mengalihkan perhatiannya pada Banzhou dan menyeruhnya mengikuti perintah Gia. "Lakukan sesuai perintahnya."
Banzhou menatap Gia penuh rasa syukur akhirnya bebas dari buah simalakama, sekarang ia tahu bahwa Raja Hantu sangat tunduk padanya dan dia bisa memegang pahanya sehingga akan mendapatkan masa depan yang cerah.
(Memegang paha = Bergantung pada orang lain)
Entah mengapa Gia merasa melihat ekor yang bergoyang dibelakang Banzhou ketika melihat tatapannya. Ia berdehem dan mengalihkan perhatiannya pada Raja Hantu. "Kenapa kau tidak mengantarku?"
"Ada hal penting yang harus aku lakukan." Banzhou telah melaporkan padanya bahwa ia sudah menemukan keempat orang yang menyerang Gia, di kota Zi Yu.
"Oh." Gia membalasnya singkat.
Raja Hantu tersenyum dalam hati ketika merasakan tatapan kecewa darinya, ia tahu Gia pasti merindukannya selama ia tidak disampingnya belakangan ini. Walaupun ia terlihat marah sebenarnya ia memiliki hati yang lunak dan mudah memaafkan jika sudah mengetahui alasan sebenarnya.
"Kalau begitu kamu kembalilah dulu Banzhou, besok lusa aku akan pergi denganmu ke hutan terlarang." Gia harus berpamitan dulu dengan Yu Ren sebelum pergi ke sana.
"Baiklah, nona Gia." Banzhou kemudian pergi dengan diiringi tatapan Raja Hantu yang meliriknya tajam.
"Ehmmm..." Gia menegurnya karena membully bawahannya.
Raja Hantu hanya cengengesan menghadapi tatapan Gia yang menegur dirinya, ia melayang di sisinya dan ingin memeluknya. "Istri aku sangat merindukanmu," ujarnya tidak tahu malu.
Gia menyingkir sebelum ia berhasil memeluknya, walaupun belakangan ini ia merasa kosong karena ketidakhadirannya tetapi ia tidak bisa menerima sentuhan intim dengannya.
"Kau juga enyah!"
-TBC-