Chereads / Tespek Pembantuku / Chapter 8 - Ani Yang Licik

Chapter 8 - Ani Yang Licik

Warning : Anak dibawah umur dilarang mendekat.

Kalau tetep nekat tanggung sendiri akibatnya dan dosanya.

Ricko yang sudah berada di garasi rumahnya dihampiri oleh Pak Eko karena Ricko terlihat kesusahan menutup pintu garasi.

"Saya bantu ya Pak!" seru Pak Eko yang langsung ikut menarik pintu garasi itu.

Ricko dan Pak Eko mulai menarik pintu itu namun pintu garasi tidak kunjung bisa digerakkan.

"Lho kok susah banget ya!" celetuk Ricko.

"Mungkin macet kali Pak! Kan sudah lama pintu ini tidak digunakan (ditutup)" sahut Pak Eko.

"Iya kayaknya! Aduh bisa gagal total nih!" timpal Ricko yang keceplosan.

"Gagal total? Gagal total apanya Pak?!" Pak Eko penasaran.

"Gagal total pintunya tidak bisa ditutup Ko!" jawab Ricko berbohong dan tidak menceritakan yang sebenarnya bahwa nanti malam dia dan Intan akan main ahem-ahem di dalam mobil.

"Oh" Pak Eko mengangguk-angguk dan langsung mempercayai karena jawaban Ricko yang sangat alami.

Mereka berdua mulai mencoba menarik pintu garasi lagi namun masih macet.

"Pak mending kasih minyak dulu Pak! Biar lancar! Ini mah kayaknya karatannya sudah terlalu parah!" saran Pak Eko.

"Iya deh!" Ricko setuju dan mulai mengambil pelumas di tempat perkakasnya yang berada di pojok bagian dalam garasi mobil.

Ricko dibantu Pak Eko melumuri setiap bagian besi yang akan dilewati oleh pintu geser itu.

"Pak, kenapa sih kok di rumah ini garasinya dipasangin pintu? Bukannya sudah aman ya?! Rumah ini kan punya pintu gerbang!" Pak Eko merasa heran saat mendapati rumah ini memiliki pintu di garasinya, sedangkan area rumah ini sudah diamankan oleh pagar dan pintu pagar yang tinggi menjulang.

"Biar tidak banyak dedaunan kering saja yang masuk! Biar tidak banyak debu juga dari luar yang terbawa angin masuk ke dalam garasi!" jawab Ricko lancar.

Sebenarnya awal niat pembuatan pintu garasi memang ditujukan untuk hobi dan fantasi liar Ricko yang suka bermain di dalam mobil, supaya tidak ada yang melihat dan tidak ketahuan oleh pekerjanya maka Ricko memasangi garasi dengan pintu.

Pintu garasi telah berhasil ditutup. Ricko dan Pak Eko kini terpisah oleh pintu garasi itu, Ricko berada di dalam dan Pak Eko berada di luar karena saat menutup pintu, mereka berdua berada di sisi yang berlawanan.

"Makasih ya Ko!" seru Ricko dari dalam garasinya.

"Iya Pak, sama-sama!" jawab Pak Eko.

***

Di lain tempat, Ani pembantu muda di rumah Intan dan Ricko tengah diehem-ehem oleh seorang lelaki di rumah besar sebelah rumah Intan dan Ricko.

"Seperti biasa, kamu memang luar biasa An!" puji lelaki itu.

"Kamu juga sama luar biasanya! Dari dulu tidak berubah keperkasaannya!" sahut Ani.

"Kalau sama Ricko masih perkasaan siapa?"

"Dua-duanya sama perkasanya!"

"Tapi tidak sehebat aku kan?!"

"Sama hebatnya!"

"Lagi yuk An!" ajak lelaki itu meminta tambah kepada Ani untuk ehem-ehem ronde kedua.

"Tapi jangan terlalu keras kayak tadi! Aku lagi hamil!" sahut Ani.

"Kamu lagi hamil An?!" laki-laki itu langsung duduk tegak. Tangannya menyentuh perut Ani. "Kira-kira ini anaknya siapa ya?!" tanyanya penasaran. "Anakku atau Ricko?!" lelaki itu bertanya-tanya.

"Entahlah anak siapa! Tapi yang mau aku percayai ini anak Ricko! Karena aku ingin menikah dengan Ricko!" sahut Ani.

"Kenapa kamu lebih milih Ricko sih dibandingkan aku?! Kamu setiap aku ajak nikah selalu nolak!"

"Karna Ricko jauh lebih ganteng daripada kamu!" jawab Ani jujur.

"Tapi ganteng pun percuma! Toh Ricko cuma dapat bekasanku saja! Hahaha" tawanya menggelegar.

"Kamu juga pakai bekasan Ricko!" timpal Ani balik.

"Tapi kan aku yang perawanin kamu An!" ucap lelaki itu yang mulai menaiki tubuh Ani kembali. "Ricko marah tidak pas tahu kamu sudah tidak perawan?!"

"Dia hanya nanya kenapa aku sudah tidak perawan! Aku jawab saja kalau aku diperk*sa!"

"Diperk*sa apa diperk*sa nih?!" lelaki itu memainkan kedua alisnya. "Bukannya dulu kamu sukarela ya menyerahkannya setelah aku iming-imingi uang dan hape bagus?!"

"Masa aku jawab jujur kayak gitu ke Ricko?!"

"Hahaha" laki-laki hanya tertawa. "Oh iya, kamu sama Ricko kalau main suka pakai pengaman tidak?!" tanyanya penasaran.

"Iya, suka pakai pengaman! Pas hari pertama juga dipakai sama Ricko, dia pakai pengaman! Tapi bulan kemarin-kemarin dia dua kali tidak pakai pengaman karena pengamannya aku buang sewaktu dia lengah!" jawab Ani. "Aku kan pengen hamil anak dia! Masa dia pakai pengaman terus." kesal Ani. "Aku buang saja pengamannya ke tong sampah pas kita lagi mau main di motel!" Ani sangat kesal jika mengingat hal itu.

"Berarti cuma aku saja dong yang nikmatin kamu tanpa pakai pengaman?!"

"Kalau aku minta kamu pakai pengaman, memangnya Bapak mau?!" tanya Ani yang keceplosan memanggil Bapak kepada laki-laki yang saat ini ada di atas tubuhnya.

"Jangan panggil aku Bapak!" tegur laki-laki itu yang sangat tidak suka dipanggil Bapak oleh Ani. "Kelihatannya tua banget kalau dipanggil Bapak!" keluhnya.

'Nyatanya kan sudah tua! Sudah berumur lima puluh tahunan ke atas kan!' batin Ani mencemooh.

"Maaf, aku tadi keceplosan sayang!" Ani berusaha meredamkan rasa kesal laki-laki di atas tubuhnya. "Aku kebiasaan manggil Ricko Bapak sih kalau lagi ada orang lain di rumah mereka! Jadinya kebawa-bawa deh kesini!" tangan Ani mulai menjelajahi dada laki-laki di atas tubuhnya. Jemarinya dia mainkan di dada laki-laki itu. "Ayang Steven jangan marah ya!" rayu Ani.

"Iya, aku tidak akan marah!" sahutnya. "Yuk kita lanjutin ronde kedua!" ajaknya yang langsung menyosor Ani.

Ani menghentikan gerakan Steven. "Dibayarnya dua kali lipat kan?!" Ani memastikan bayaran yang akan dia terima kali ini dua kali lipat.

"Sudah tenang saja! Itu mah gampang!" Steven langsung menyosor lagi ke arah Ani, namun lagi-lagi Ani menahannya. "Apalagi?!" kesalnya.

"Tolong beliin obat pereda nyeri menstruasi sama sate di depan pintu masuk kompleks dulu dong yang!" pinta Ani.

"Kenapa kamu beli obat kayak gitu?! Bukannya kamu lagi hamil?!" tanya Steven penasaran.

"Aku lupa belum ngasih makan tua bangka di rumah itu! Otomatis nanti pas pulang ke rumah dan tidak kasih alasan yang tepat bisa kena damprat si Nenek Lampir (Intan)" jawab Ani.

"Oh!" Steven mengangguk mengerti. Dia langsung turun dari tubuh Ani dan mengambil HP-nya untuk menghubungi Hendri.

Sambungan telepon telah terhubung dan sudah diangkat oleh Hendri.

"Hen, beliin sate sama obat pereda nyeri haid ya!" perintah Steven.

"Oke bos!" jawab Hendri dari seberang telepon.

Steven langsung mematikan sambungan teleponnya setelah berhasil memberikan perintah kepada Hendri.

Dengan gesit tubuh Steven langsung menaiki tubuh Ani kembali. "Sekarang sudah bisa dimulaikan?!" tanyanya. Dan Ani hanya mengangguk mengiyakan.

***

Author's note : Pembaca yang baik akan memberikan like, komen dan vote dengan dukungan terbaiknya sebagai bentuk penghargaan untuk penulis.

Iklan yang disponsori oleh k*nd*m Ricko yang dibuang Ani.

Otor : Jen, Otor mau ngomong serius sama kamu!

Netijen : Mau ngomong apaan Thor?!

Otor : Kita kan sudah kenal selama 8 episode!

Netijen : Terus?!

Otor : Otor udah ngerasa nyaman sama kamu! Kamu mau ngga jadi pacar otor?!

Netijen : Jawabnya besok aja ya Thor!

Otor : Kamu mau pikir-pikir dulu ya?!

Netijen : Ngga! Aku mau beli minyak dulu buat Emak! bye bye Thor.

Netijen meninggalkan Otor sendirian di pinggir jalan dekat pohon waru.

TBC

Sekian terima gajih.