Ani bukannya pergi ke mini market, dia malah pergi ke rumah sebelah yang dijaga oleh seorang satpam bernama Hendri.
"Hendri!" panggil Ani lirih. "Hendri!" ulang Ani memanggil satpam muda yang pernah ijin kepada Intan untuk mengajak Ani ke pasar malam.
Satpam muda itu menoleh setelah dipanggil dua kali oleh Ani. "Eh An, akhirnya kamu datang juga!" Hendri mulai berjalan mendekati pintu pagar untuk membukakan pintu itu untuk Ani. "Ayo masuk!" Hendri mempersilakan Ani untuk masuk.
Ani masuk ke dalam dan pintu pagar itu ditutup kembali oleh Hendri. "Hen, di rumah lagi tidak ada orang kan?!" tanya Ani memastikan.
"Aman An!" jawab Hendri.
"Mereka lagi kemana? Tumben malam-malam rumah bisa dalam keadaan kosong?!" tanya Ani penasaran.
"Nyonya sama anak-anaknya sedang pergi jalan-jalan dan belanja ke Hongkong!" jawab Hendri. "Sudah jangan kelamaan di sini! Ayo masuk, ada yang sudah tidak tahan dipuasin kamu tuh!" senyum Hendri mengode dan menaik-naikan alisnya menggoda Ani.
"Kamu apaan sih!" Ani senyum malu-malu ke arah Hendri. Ani manut saja saat tangan kirinya di tarik oleh Hendri untuk masuk ke dalam rumah majikannya itu yang lumayan besar.
***
Di dalam kamar anak perempuannya, Intan yang sudah selesai membantu anak perempuannya belajar mulai bertanya dengan hati-hati mengenai Dani kepada Dinda.
"Kak!" panggil Intan.
"Iya kenapa Ma!" jawab Dinda yang saat ini sedang membereskan buku-buku pelajaran dan sekaligus memasukkan buku-buku pelajaran yang besok akan diajarkan.
"Kamu sudah punya pacar ya?!" tanya Intan hati-hati.
Dinda terhenti dari aktivitasnya. "Kenapa Mama tanya gitu?" Dinda memandang ke arah Intan yang saat ini sedang duduk di ranjangnya.
"Mama pengen tahu saja Kak!" jawab Intan sambil tersenyum.
"Kalau Dinda jujur, Mama marah tidak?!" Dinda menundukkan kepalanya dengan jemari yang saling bertautan karena gugup.
"Mama lebih suka kalau Kakak jujur sama Mama!" Intan meraih tangan Dinda dan menggenggam hangat tangan anak perempuannya.
Dinda yang awalnya menunduk kini menegakkan kembali wajahnya dan memandang ke arah Intan yang masih tersenyum hangat.
"Kakak sudah punya pacar ya?!" tanya Intan sekali lagi.
Dinda mengangguk. "Maaf ya Ma! Kakak kemaren tidak langsung memberitahu Mama bahwa Kakak sudah punya pacar!" Dinda akhirnya memilih jujur kepada Intan.
"Iya tidak apa-apa sayang! Tapi lain kali jangan diumpetin ya!" Intan mengelus sayang rambut Dinda dan menarik Dinda agar duduk di sampingnya.
"Makasih ya Ma karena tidak marah ke Dinda!"
Intan hanya tersenyum.
"Dinda tahu bahwa Mama ingin Dinda jangan dulu berpacaran karena umur Dinda baru tiga belas tahun. Tapi Dinda kesepian Ma!" kedua mata Dinda mulai berkaca-kaca. "Mama tahun ini sering banget pergi keluar kota! Dinda kesepian tidak ada teman untuk ngobrol di rumah! Dinda juga kesepian kalau hari libur pas Mama lagi di luar kota!" Dinda mulai meneteskan air matanya. "Dinda tahu Mama keluar kota itu untuk kerja, untuk bahagiain Dinda dan Adek. Tapi Dinda tetap merasa sedih dan kesepian Ma! Makanya Dinda terima ajakan temen Dinda pas dia minta Dinda jadi pacarnya!" jelas Dinda.
Intan memeluk anaknya yang sedang menangis. "Maafin Mama ya sayang!" Intan sangat sedih mengetahui hal ini. Ternyata Dinda sangat kesepian jika dia sedang bekerja keluar kota.
"Ma, kalau Mama bisa mengajukan sebuah permohonan ke kantor tempat Mama kerja, tolong dong ajuin Mama agar tidak perlu bekerja keluar kota lagi! Dinda beneran tidak suka kalau Mama jauh-jauh dari Dinda!"
Intan hanya terdiam karena dia tidak bisa mengajukan sebuah permohonan seperti itu kantor tempat dia bekerja. Mungkin usaha toko Intan dan Ricko yang sudah mempunyai beberapa cabang di kota ini sudah sangat cukup membiayai kehidupan mereka, tapi keadaan keuangan mereka belum kuat. Intan hanya ingin mempunyai simpanan uang jaga-jaga agar jika toko mereka kenapa-napa, hidup mereka tidak langsung jatuh sekaligus seperti jaman dulu, jaman-jamannya Dinda masih berusia lima bulan.
Intan dan Ricko pernah mengalami titik terendah dalam hidup mereka saat usia pernikahan mereka baru satu tahun lebih dan itulah yang membuat Intan masih bekerja hingga saat ini karena hanya Intan yang bisa menghasilkan uang. Sedangkan Ricko meski sama-sama lulusan strata satu tapi Ricko seringnya tidak bertahan lama bekerja di sebuah perusahaan.
Toko yang sekarang sudah memiliki beberapa cabang di kota ini juga dimodali oleh Intan dan Ricko hanya mengelolanya sampai sebesar ini.
***
Intan keluar dari dalam kamar Dinda dan mendapati Ricko sedang menggendong Ilham.
"Ilham sudah tidur Mas?!"
"Iya! Dia ketiduran tadi pas nonton televisi!" jawab Ricko berbisik. "Mas pindahin Ilham ke kamar dia dulu ya!" pamit Ricko.
Intan hanya mengangguk.
Ricko melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya Ilham, sedangkan Intan berjalan menuju ruang kamar Kakek Anwar. Seharusnya Intan sepulang kerja langsung ke ruang kamar Kakek Anwar tapi dia disibukkan dengan sampah-sampah yang belum dikeluarkan oleh Ani ataupun Bi Ijah.
Krieut
Intan membuka pintu kamar Kakek Anwar. "Intan masuk ya Yah!" seru Intan dari balik pintu.
"Ayah!" pekik Intan kaget saat melihat Kakek Anwar sedang menangis. "Ayah kenapa?!" tanya Intan seraya berjalan mendekati Kakek Anwar.
"Ayah lapar, Tan!" jawab Kakek Anwar lirih.
"Sebentar ya!" Intan bergegas menuju dapur untuk mengambilkan makanan untuk Kakek Anwar.
"Si Ani kemana sih? Kenapa ceroboh sekali dia sampai-sampai Ayah Anwar kelaparan. Awas saja dia kalau ketemu nanti aku marahin!" keluh Intan yang sangat kesal kepada Ani karena telah menelantarkan Kakek Anwar.
Intan mengambil mangkuk dan bubur di dalam panci yang sudah dingin. Jika keadaan Kakek Anwar tidak sedang kelaparan mungkin Intan akan menghangatkan bubur di dalam panci itu, namun saat ini Kakek Anwar sudah sangat kelaparan mengingat jadwal makan malamnya itu pukul lima sore tapi sudah jam delapan malam Ani belum menyuapkan satu sendok makanan pun untuk Kakek Anwar.
Di ruang kamar Ilham, Ricko sedang membaringkan tubuh anaknya lalu menyelimutinya. "Adek memang anak paling pintar!" tangan Ricko mengelus kepala Ilham. "Tahu saja nanti malam Papa sama Mama mau bercocok tanam. Dengan tidur cepatnya kamu maka Papa sama Mama bisa cepat-cepat senang-senangnya tanpa menunggu larut malam!" Ricko mengecup kening anak lelakinya yang sedang tidur. "Met bobok ya nak! Moga kamu mimpi indah!" bisik Ricko yang tidak mungkin di dengar anaknya karena Ilham sudah tertidur dengan sangat lelap.
"Sekarang waktunya tutup pintu garasi!" ucap Ricko pada dirinya sendiri.
Ricko melangkahkan kakinya dengan riang menuju garasi rumahnya sambil bersiul-siul senang.
***
Author's note : Pembaca yang baik akan memberikan like, komen dan vote dengan dukungan terbaik sebagai bentuk penghargaan untuk penulis.
Iklan ini di sponsori oleh Hape yang digadaikan.
Netijen (laki-laki): Tor gue mau curhat!
Otor : Mau curhat apaan Jeno?
Netijen (L) : tadi malem gue kan minta jatah ya! Kok malah ngga dikasih😭 gara-garanya gue ketahuan lagi chat sama temen cewek.
Otor : Sama😭
Sekian terima gajih.
Percakapan diatas bukan humor tapi curcol lelaki yang ngenes kaga dikasih jatah😏
Bab ini otor persembahan buat yang minta nambah dikomen.
Otor : Neng udah punya pacar belom uhuk uhuk😏