Setelah menemui Nenek Yan, Yan Yiren dihajar oleh ibu tiri dan saudara tirinya. Setelah diseret pergi dalam keadaan setengah sadar, ia menelepon Ji Hanjiang, namun tidak juga diangkat.
Pelayan yang tadi menyeret Yan Yiren keluar, ia tidak tahan untuk menyelamatkannya. Ia pun menghubungi ambulan.
*****
Pada tengah malam, Yan Yiren tersadar. Ia hanya mendapati seorang perawat di ruang pasien ini.
"Kau sudah sadar?" Tanya perawat itu.
Kebetulan, perawat itu adalah perawat yang sama ketika Yan Yiren berada di rumah sakit karena sakit perut tempo hari. Ia juga perawat yang mengingatkan Yan Yiren untuk membayar biaya pengobatan.
Yan Yiren mengangguk pelan.
Perawat itu kasihan dengannya. Seorang perempuan, terutama gadis yang sangat cantik, dilarikan darurat ke rumah sakit lagi tanpa ada keluarga yang mendampingi.
"Kau lapar? Mau makan bubur?"
"Aku tidak lapar. Mana telepon selulerku?" Hal yang diingat pertama kali adalah telepon selulernya.
Ji Hanjiang tidak mengangkat teleponnya, mungkin karena sibuk. Tapi kalau dia tidak menemukan Yan Yiren, ia akan khawatir.
Perawat itu menyerahkan sebuah telepon selulernya, "Jangan khawatir, telepon selulermu tidak hilang. Ini..."
Yan Yiren menerima telepon seluler itu dan berterimakasih, lalu menambahkan, "Besok pagi aku akan menyuruh orang untuk membayar biaya pengobatan. Sekarang sudah larut malam."
Setelah perawat itu pergi, Yan Yiren membuka telepon selulernya.
Ternyata telepon selulernya masih terlihat sepi, tidak ada pesan maupun telepon yang masuk.
Sepi sekali seperti tidak ada kartu perdana di dalamnya.
Hatinya seperti digigit ribuan semut.
Kumpulan rasa sakit ini seperti virus, menular cepat ke seluruh bagian tubuh.
Yan Yiren bernapas perlahan-lahan. Ia tidak berani menggunakan kekuatannya, sebab, bila sedikit saja ia mengerahkan kekuatan, rasa sakitnya sulit untuk bisa ditahannya.
Ji Hanjiang… Kenapa… Kenapa kau tidak ada ketika aku sangat membutuhkanmu?
Sekali, dua kali. Sudah dua kali ambulan yang menolongnya. Ji Hanjiang? Dia dimana?
Sibuk beraktivitas, sibuk bertemu dengan partner bisnis, atau sibuk di kantor?
Semua ini, tidak ada cara untuk mengetahuinya.
*****
Keesokan harinya, Ji Hanjiang bangun, lalu duduk dan menutupi kepalanya yang sakit setelah mabuk.
"Hanjiang, kenapa tidak tidur lebih lama lagi?" Sebuah tangan tiba-tiba merangkul bahunya.
Ji Hanjiang menoleh, alisnya mengerut, "Kenapa kau bisa ada di sini?"
"Kemarin malam, suasana hatimu tidak baik. Kau minum banyak sekali. Kebetulan aku bertemu denganmu. Lalu aku membawamu ke hotel saat kau mabuk dan tidak sadarkan diri." Ujar seorang perempuan sambil duduk di pangkuan Ji Hanjiang. Ia kemudian menoleh dan memijat ringan pelipis Ji Hanjiang.
"Begini nyaman?" Tanyanya sambil memijat.
Ji Hanjiang hanya memejamkan mata dan mengerutkan bibirnya. Ia tidak menjawab pertanyaan perempuan di hadapannya itu.
Perempuan itu tersenyum untuk meringankan sakit kepalanya.
Namun tetap saja tidak ada jawaban. Tapi itu lebih baik daripada mengusir.
Ini permulaan yang baik, bukan?
Kegembiraan si perempuan itu muncul, sampai Ji Hanjiang beranjak dari ranjang, "Aku berharap, setelah aku mandi, aku tidak melihatmu lagi."
Perempuan itu mengerutkan bibir, "Jangan seperti itu, bagaimana mungkin aku pergi dengan keadaan seperti ini?"
"Pergi!"
Ketika perempuan itu ingin berkompromi bangkit dari tempat tidur dan mengambil baju di lantai, terdengar ada telepon seluler yang berdering. Ia pun mengambil telepon seluler yang ada di samping tempat tidur.
Ia melihat nama kontak yang tertera di layar telepon seluler itu, lalu melirik ke pintu kamar mandi yang tertutup.
Secepatnya ia memakai baju, Ling Yunhuan pun segera meninggalkan hotel.
Ketika ia terburu-buru datang ke rumah sakit, Yan Yiren sudah duduk sambil berbaring di tempat tidur pasien. Wajahnya memucat, tubuhnya memakai baju pasien.