Vano hanya bisa menatap rumah Aliya dari balik kaca mobilnya. Matanya berkaca-kaca dengan tubuh yang menggigil. Melihat wajah Aliya dan anaknya, membuat dia menyesal. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan. Hanya bisa merutuki nasi yang kini sudah menjadi bubur. Vano telah kehilangan semuanya. Dan dia harus bisa menerima kenyataan bahwa sejak hari ini, dia tidak akan lagi bertemu dengan Aliya dan juga Alby.
"Mas Vano mau ganti baju dulu? Sepertinya Mas Vano menggigil." ucap sopir yang mengantar Vano.
"Saya tidak bawa baju ganti, Pak." jawab Vano dengan bibir bergetar.
"Saya ada kaos dan celana kalau Mas Vano mau pakai. Kebetulan saya selalu bawa satu setel pakaian kalau pergi."
"Begitu ya Pak? boleh deh. Saya pinjam bajunya ya Pak."
"Iya Mas Vano sebentar." Sopir yang mengantar Vano mengambil baju yang akan dia pinjamkan pada Vano. Lalu menyerahkan pada pemuda itu.
"Terimakasih Pak. Saya pakai ya."