Zivana kembali ke ruang perawatan kakaknya. Dia berusaha menyimpan sendiri rasa sakitnya akibat perilaku ayahnya Aliya. Dia harus menampilkan senyum terbaiknya untuk kedua orangtuanya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Eh Zi, kamu lama sekali di sana, Nak. Bagaimana dengan ponakanmu? Pasti tampan ya?"
"Iya bunda, anaknya Aliya tampan sekali." Zivana terpaksa berbohong. Padahal dia belum sempat melihat bayi itu karena keburu dihardik oleh Ayahnya Aliya. Dia pikir tak apa berbohong agar orangtuanya dan orangtua Aliya tidak saling salah paham. Biarlah dia yang menanggungnya sendiri.
"Bunda jadi ingin melihat cucu kita, Yah. Kapan ya Yah?"
"Kapan-kapan saja ya, Bund. Kita tunggu sampai Devano sadar. Semoga musibah ini bisa membuka mata hatinya. Semoga dia mau minta maaf sama Aliya."