Dia Dari Masa Lalu (Antara Perjanjian dan Hati yang Luka)

🇮🇩AnaAzgara2
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 29.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Aku Yang Lelah

"Andai kau sadari, aku yang kini telah hancur dengan memeluk rindu mu, terlalu lalai akan kehadirannya yang nyata. Aku telah terbuai dalam dekapan angan masa itu. Arghh... mengapa kau selalu menggantung pada pelupuk mataku". Tatapan kosong pada bayangan masa dimana 15 tahun yang lalu ia terlalu berharap akan janji setia Dani, sahabat masa kecil sekaligus cinta yang tak pernah lepas dari hati nya.

"Dhe... kau melamun lagi? sepertinya sudah lamunan kesepuluh mu saat kau habiskan putaran denting 60menit berlalu denganku". Sapa Rizki mengoyak alunan gelembung masa lalu yang bergelayut manja di hati Dhean.

"Ah, maaf, maafkan aku Ki, bukankah kau tau konsekuensi yang harus kau dapat saat kaunmemutuskan membersamai tiap hembus nafasku? kuharap kau bisa mengerti. Aku bahkan lelah pada diriku. Entah kapan aku bisa berlalu, tanpa sugesti akan kebersaan kami. Bahkan tiap inci indra perasa ku, serasa menyengat manis nya janji kami. Dan maafkan aku Ki, harusnya kau berlalu dariku sejak saat itu". Ungkapan putus asa dari jiwa yang telah terlukis kebersamaan mereka, meski 15tahun berlalu.

Berahir dalam keterpakuan, Dheani dan Rizki. Yang menelaah angin yang berkejaran, dan sesekali menyapa wajah mereka dengan garang. Diantara mereka, terdapat sebatang 'kemangi' (tumbuhan yang biasa digunakan untuk sayur atau lalapan) yang tumbuh merimbun dan tambun. bertebaran benih dengan serak asal tanpa sketsa, yang mungkin akan menumbuh dan subur tersemai mewarisi indukan yang telah terjamah dalam kenikmatan menyecap rasa, pada mereka yang terlalu hobi melahap rerumputan kemangi sebagai teman sambal lezat. bukan asal mereka meletakkan bokong disana, diatas tanah berbatu, dengan ditumbuhi kemangi tambun menguarkan aroma khas. Karna, kemangi itu berusia lebih dari 15tahun, dan terawat sangat cermat oleh Dheany, kemangi yang mereka tanam bersama ketika mereka masih berseragam abu putih, sepulang praktikum Biologi dan seorang yang paling antusias adalah Dani.

15 menit berlalu dalam keheningan, derit reranting pohon yang menjadi alunan merdu musik malam berawan, tanpa bintang dan putri malam... bulan.

Dheany, terdiam dalam gigil nestapa. Melahap kehampaan jiwa yang bertalu dalam rindu dan dekap derita hati. Sedang Rizki, lelaki yang tak pernah mengungkap rasa lelah apalagi lemah, dalam nafas yang terhembus tanpa henti menemani keberadaan Dheany, orang yang amat dicintainya, meski keveradaannya hanyalah berbalut hampa. Dia ada dalam raga, namun tak pernah terlukis dalam Jiwa Dheany.

"Dhe... sebaiknya kita masuk, kamu bisa sakit", ucap Rizki bersamaan dengan gerakan menangkupkan jacket tebal, berluliskan DDR Always... kenangan sejak kebersamaan mereka dulu. Dan perlahan, rinai berlian bening jatuh pada wajah sayu yang sudah kesekian kalinya menatap hampa bersama sapaan malam. Dan lagi-lagi, Rizki hanya bisa menyesap nyeri pada dada yang hampir hancur menyaksi orang yang amat dicintai ada bagai raga tanpa jiwa. Dengan perlahan ia bangkit, dan membopong Dheany yang telah lunglai dalam tangis dan nestapa.

perlahan ia rebahkan di atas ranjang jati berukir elang dengan warna coklat gelap, yang telah dilapisi kasur "kapuk" namun tetap saja empuk. Meski bukan springbed bermerk mahal. Diambilnya perlahan jacket yang membungkus tubuh kurus Dheany dan digantikannya dengan selimut bermotif daun, yang konon katanya, sebelum kejadian itu terekam indra pendengar Dheany, ia menyebutnya motif "kemangi". Diambilnya air hangat di baskom bermotif Ayam jago dengan tepian berwarna orange, dan waslap handuk kecil dengan warna senada. Karna Dheany amat menyukai barang barang itu, meski telah ada perlengkapan modern dalam rumah mereka, namun barang unik dari masalalu antara mereka, Dheany, Dani, Rizki tak pernah mendapat ijin beralih ke tempat pembuangan oleh Dheany. Diusapnya wajah dan kaki Dheany perlahan, bagaikan kaca tipis yang kapan saja bisa retak bahkan hancur berkeping dengan sentuhan kasar, serapuh jiwanya yang mengelana.

***

Terpaan mentari, menerjang celah ventilasi kamar mereka dalam Jendela yang masih tertutup sempurna, berteman korden hijau bermotif daun 'kemangi'. Sejenak retina Rizki menangkap sapaan pagi, dengan mengerjapkan matanya sesaat. Iapun meloncat secepat kilat memasuki kamar mandi, teringat ia belum menunaikan Shalat Subuh yang hanpir saja terlewat. Ia terlalu lelap, sejenak setelah melaksanakan Sholat Tahajut, dengan Munajat pada Sang Maha Hidup. Semalaman ia mengompres Istrinya yang selalu mengigau dengan suhu tubuh diatas rata-rata. Mungkin sapaan angin semalam terlalu ekstreem hingga membuat toleransi tubuhnya melakukan perlawanan, Dheany memang telah lama memiliki alergi dingin, jikalau bukan nafasnya yang tersengal pastilah suhu tubuhnya yang melakukan demo besar besaran. Namun itulah Dheany, wanita batu yang tak pernah lelah dengan kebekuan hatinya meski dihujani ribuan cinta dan kasih sayang.

Setelah tunai kewajiban pada Tuhannya, Rizki kembali membelai dan menatap lembut istrinya yang terlelap damai. Seorang yang bersemayam dihatinya tak terganti sejak belasan tahun detik berganti. dikecupnya kening sang istri perlahan, seakan barang antik yang anti sentuhan, ia khawatir kedamaian lelap Dheany akan terusik. Begitulah Rizki, cintanya bersemi ribuan kali dengan kelapangan hati yang tak pernah menyusut. Kemudian ia beranjak, masih dengan sarung yang ia tinggikan pada betis, dan menyalakan murottal untuk menemani lelapnya sang istri.

Dibukanya lemari pendingindua pintu, berwarna merah marun, dengan motif bunga tulip yang sedang bersemi. kulkas yang usia nya sudah setara anak kelas 6 Sekolah Dasar ini masih terawat epik, bahkan hanya terlihat satu goresan lecet sekitar 5cm di sisi kiri agak keatas sekitar 15cm dari gagang pintu. Dibukanya pintu atas freezer, dan tersaji berbagai pilihan daging, ikan ayam bahkan makanan siap saji sosis, nuggets hasil karya Dheany kemarin saat ia masih dapat bergelak tawa bercanda bersama Rizki.

Diambilnya sepotong serloin super fillet sepanjang sekitar 15cm. kemudian beralih pada kulkas pintu bawah, menyajikan berbagai minuman rempah sehat buatan Dheany. selain itu sayuran yang berjejer siap hajar dalam panci, terlihat saling bersahutan ingin dipinang sang empunya. ditariknya sebatang daun bawang, sebuah bawang bombay, wortel, buncis dan kentang.

Rizki mulai beraksi menjadi Chef berpeci dan bersarung. itulah kebiasaan nya, ia selalu enggan melepas pakaian yang melekat di hatinya, menenangkan jiwanya mengadu pada Sang Pencipta. meski ahirnya ia mengalah sebelum peluh membanjir, ia lepaskan peci, sarung dan baju koko nya, hingga menyisakan boxer dan kaos tanpa lengan pas badan yang membuatnya amat mempesona.

30menit berlalu, semua telah tersaji epik di meja makan, bahkan sebotol minuman rempah melengkapi keberadaan Steak dan Mashed potatto yang menguarkan aroma penggugah nafsu pengecap dan membangunkan asam yang bersemayam di lambung, hingga menyebabkan rasa perih yang harus segera dinetralkan. mungkin kalian berpikir aneh bukan, western Food harus bersanding dengan minuman tradisional, mestinya makanan itu pantas bersanding dengan Strawberry Lava, Cola, atau sederhanya nya Jus Jeruk. Ya itulah uniknya Dheany, ia bisa saja mengkombinasi makanan siap saji dengan penetral metabolisme tubuh minuman rempah. Bahaimana rasanya? suatu saat mari kita coba.

Rizki beranjak dari meja makan, lima langkah ke depan dari kursi paling ujung. Terpampang pintu Kayu jati yang berdiri kokoh dengan ukiran oval, garis dan lengkung yang acak, yang sedikit terbuka. menampakkan punggung seorang yang sedang terlelap di ranjang berbalut selimut motif daun 'kemangi'. Perlahan ia hampiri Dheany, ia usap pipinya lembut selembut bulu angsa.

"Dhe... Bangun sayang", dikecupnya kening sang istri.

merasa sedikit terusik pada indra perabanya, Dheany perlahan mengerjapkan kelopak nya, menetralkan retina dan berusaha menangkap sebias cahaya Pangeran Siang 'Mentari'.

"Ki...", ia pun perlahan mengangkat kepala pdiikuti dengan tulang belakang penyangga tubuhnya yang secara spontan mengikuti gerakan kepala dengan sensor otak otomatis tanpa aba-aba. "Maafkan aku...", sambil tertunduk Dheany berusaha mencuri pandang pada sesosok lelaki yang belasan tahun menemaninya tanpa lelah, meski banyak orang menganggap Rizki terlalu naif hingga bisa sesabar itu menjadi tumpuhan Dheany yang perlahan hilang kewarasan semenjak kejadian itu.

Rizki hanya tersenyum, kemudian memberikan pelukan hangat sembari merapikan anak rambut Dheany yang berantakan serta mengecup puncak kepala Dheany penuh kasih sayang, mengelus punggung ringkih Dheany. seakan bermakna, inilah aku yang selalu ada sampai kapanpun untukmu selama Tuhan masih mengijinkan tubuhku bermetabolisme, paru ku mengembang dan mengempis seirama detak jantungku yang kian berpacu.

"Sudahlah, ayo kubantu membersihkan badanmu kemudian kita makan. sejak kemarin sore kau tak mengisi lambungmu dengan apapun, mungkin cacing itu akan berdemo membawa genderang perang padamu." sambil tersenyum dan terus menusap punggung ringkih Dheany Rizki berusaha bercanda menghibur Dheany.

"Aku bisa sendiri". Jawab Dheany

"Kau yakin?".

"Iya, aku bisa". kemudian perlahan Dheany bangkit meninggalkan Rizki yang masih duduk di tepian ranjang. Rizki hanya bisa menatap punggung berlalu wanita dalam hidupnya.