Chapter 3 - Azrian

"Tapi aku selalu merindukanmu...",

perlahan Rizki mendaratkan kecupan dikening Dyani, mata, pipi, hidung Bibir, kemudian ia melumatnya sesaat berhenti ia menunghu respon dari istrinya, dan ternyata istrinya itu membalas dengan sangat lembut, kemudian ia membopong istrinya tanpa melepas tautan bibir mereka dan merebahkannya perlahan di ranjang. Kemudian Rizki mencium ubun ubun Dheany sambil melempar do'a, sejenak memejamkan matanya dan meniup pelan ubun ubun Istrinya, Perlahan ia mulai mencium kening dan keseluruhan wajah Dheani. beralih ke daun telinga sambil tangan nya bergerilya melepas semua rajut benang yang menutup raga istrinya tercinta. perlhan, dan pasti mereka pun melepas cinta dengan deru nafas bersahut mengalun indah melemparkan getar cinta Rizki, meski entah apa yang dirasa sang istri. biarlah itu menjadi sematan hatinya. satu jam berlalu, dan merekapun terhempas dalam lelah bersama. dipeluknya erat Diani yang masih polos dibawah selimut. Terlihat gurat ketegangan di wjahnya.

"Dhe... apakah tak ada sedikit saja ruang di hatimu untukku?". Rizki berbisik pelan pada wajah sang istri yang telah terlelap, mendayung mimpi.

perlahan Rizki pun merebahkan tubuhnya sambil memeluk istrinya. Sejenak ia terlelap dengan pelukan erat pada Dheani. seakan takut akan lepas dari dekapannya.

"Ki...Ki... Tolong, bawa aku... Ki... Alloh, sudah aku bukan dia...hah.. hah... huft..." Deani berterial dalam tidurnya.

"Dhe... sayang, Dhe... aku disini", bersamaan dengan gerakan memeluk dan menepuk pelan wajah Deani yang histeris dalam ketakutan. Dan perlahan matanya terbuka, dengan nafas tersengal bak maraton yang harus segera menyusul lawannya.

"Tenanglah sayang, tenang lah Dhe...", sambil meraih sebotol air mineral di atas nakas dan perlahan meletakkan nya dibibir sang istri diiringi gerakan menyesap perlahan dan tegukan demi tegukan melewati kerongkongan nya yang dahaga. Ia perlahan memeluk suaminya, dan mengisak kecil.

Rizki pun menepuk pelan punggung Dheani seolah memberikan ketenangan dan perlindungan.

"Aku takut...hiks...hiks...",

"Sudahlah, ada aku, ada Tuhan yang selalu bersama kita",

Rizki membopong tubuh Dheani, membawanya ke kamar mandi menyalakan pemanas air, memasang shower dan memenuhi bathup dengan aroma therapi untuk memberikan efek rileks pada sang Istri. perlahan ia letakkan Istrinya di dalam cawan raksasa yang bisa ditempati dua manusia dewasa, ia pun duduk bersandar dan menopang tubuh istrinya dengan kepala bersandar di bahunya. perlahan ia menggosok manekin hidup Dheani yang telah luluh dalam hati yang kembali menganga lukanya. Kenangan yang kembali menyapa mimpi nya setelah perhelatan panas di ranjang yang membumbungkan dirinya dalam kebahagiaan bagai melayang dengan parasut tinggi dan meliuk indah, dan sejenak parasut itu terputus lepas dan ia terhempas ke bumi, sakit, nyeri, patah bahkan hancur bagai remah.

Dheani wanita ceria yang telah membeku penuh luka. Menjalani hidup timpang dalam ketidak adilan versi manusia. Dan tatapan enggan mahluk Tuhan yang dapat bicara. Seolah menelanjangi masa lalu yang ia pun tak pernah menginginkannya. Kemudian ia hidup dalam resah dan mebeku sekeras batu.

"Ki, tidakkah kau lelah bersamaku yang... hmppp hemppp..." belum selesai ucapannya, Rizki telah membungkamnya dengan kecupan dan lumatan kecil di bibir lembab Dheani. kemudian perlahan beralih pada daun telinga, menyesap leher menjalar ke dua gundukan kenyal dengan sembulan bagai lava yang selalu membuat Riizki rindu. disesapnya sambil dimainkan perlahan dengan jemari, dan tubuh Deani perlahan menggelinjang indah dengan lenguhan yang terlolos dari bibir nya. Pergulatan panas kembali mereka lakukan dalam cawan raksasa berair hangat. Mereka bagai sup manusia yang mengelepar dalam masakan yang sedang mendidih diatas suhu tinggi.

***

Surabaya, Lantai teratas Golden Plaza.

Sebuah cafe mewah dengan ruang Privasi menghamparkan pemandangan kota metropolitan di siang hari, yang penuh sesak dengan hiruk pikuk onta bermesin pengantar aktifitas kaum elit metropolitan. Seorang wanita cantik sedang termenung, menanti rekanan yang akan bekerjasama dalam proyek pengembangan pusat perbelanjaan berkonsep wisata edukasi menyasar usia anak dan remaja.

sekitar enam langkah dari tempatnya duduk menuju ke depan sedikit serong ke kanan. terliat pintu perlahan terbuka, menyajikan pahatan Maha Karya Tuhan yang sangat luar biasa, bak Replika Arjuna yang bereinkarnasi di masa ini. Selama merambah dunia bisnis properti, ia belum pernah sekalipun berjabat tangan langsung dengan si pria, yang kabarnya sangat tampan, Hamble, namun tak tersentuh wanita. Tanpa melewatkan sedikitpun kesempatan, ia bahkan enggan mengedipkan matanya memandang hadirnya sosok pewayangan yang dielu elukan di dunia nyata.

"Selamat sore Nona Kia", seulas senyum yang mampu menghipnotip tiap pasang mata wanita terhampar indah di wajah nya, Azrian Wijaya. Seorang pebisnis muda yang menjadi Idola banyak mahluk Tuhan yang memiliki sensitifitas tinggi tanpa jakun di lehernya, Wanita. Sambil mengulurkan tangan, ia kembali menyapa, "Nona Kia, anda baik baik saja?".

"Ah... ya ya ya ma maaf, maafkan saya Tuan Azrian Wijaya. Sungguh anda sangat mempesona dan Humble, jauh dari perkiraan saya membayangkan manusia dingin tanpa rasa. Ternyata anda jauh berbeda," sambil membalas uluran tangan dan menjabat erat telapak tangan kokoh namun begitu lembut dan hangat milik Azrian, Kia, Alkea Dara Yudha menyemburkan rona merah di pipinya karna terlalu malu. kemudian mengangkat dua sudut bibirnya bersamaan, menambah cantik nya, yang pasti membuat mata lelaki enggan beralih menatap nya.

"Mari, Tuan Azrian Silakan duduk, maaf saya terlalu canggung dengan pebisnis sebaik anda. saya kira asisten anda yang akan datang". balas nya sambil sedikit canggung.

Merekapun mengawali kesepakatan kerjasama dengan menikmati sajian makan siang dan canda tawa, bagai dua orang yang telah akrab dan berteman lama. Sesekali Azrian melemparkan joke joke lucu yang memancing tawa renyah Kia. Kia yang terlalu terpesona dengan Azrian sangat menikmati kebersamaan mereka. Hingga berahir dengan kesepkatan kerjasama mereka.

"Baiklah Nona Kia, sekiranya pembicaraan kita sudah mendapatkan kata mufakat, dan kita lanjutkan penandatanganan berkas kerjasama. bagaimana?". kata-kata penutup yang menjadi awal dari kerjasama unik dua perusahaan yang baru merambah konsep baru di kota metropolitan ini.

"Baik Tuan Azrian, saya mengikuti bagaimana baiknya, bisa kita menandatangani berkas di kantor anda, atau anda berkenan ke kantor kami. Sungguh kami tersanjung jika pebisnis sukses seperti anda mau singgah di kantor saya yang baru saja mulai berkembang, untuk kelengkapan data nanti asisten saya akan segera mengirimkan nya di email perusahaan anda",

"Oke kalau begitu, biar saya yang datang ke kantor perusahaan anda, sunghuh suatu kehormatan bagi saya dipersilahkan singgah di perusahaan yang mempunyai pimpinan cantik dan cerdas seperti anda", Azrian membalas dengan senyum lebar memperlihatkan lesung di sebelah kanan pipi nya.

Dan sekali lagi membuat Kia terpesona.

"Ah, luar biasa. baiklah Tuan. besok siang saya akan siapkan jamuan makan siang istimewa di kantor perusahaan saya", sambil hatinya merekah bagai mawar yang mekar dan diterpa gerimis, berembun.

***

Toyota Fortuner hitam dengan aksen bagasi diatas, dan lampu yang menghias besi membingkai rangka penyangga box besar berwarna hitam di atas cap sebagai bagasi tambahan penampung berbagai pelengkap membelah keriuhan jalanan kota sibuk kedua di negeri ini.

Disamping kemudi, ia memegang tab selebar 11inci di tangan kanan nya, sambil sesekali menyesap rokok yang tersemat antara jari manis dan jari tengah tangan kirinya dan menggembungkan asap berbentuk donat keluar jendela. Kadang mengulas senyum, dan kadang menegang dengan kening berkerut menatap tab yang selalu setia menemani dan menyampaikan segala keperluan pekerjaan bahkan hal remeh lain yang mampu menghadirkan kehangatan di dadanya.

"San, kita mampir ke rest area depan. Ada yang harus kuselesaikan sebentar", ucapnya pada sopir segaligus orang yang paling setia menemaninya kemanapun ia berkehendak, tanpa ada protes dan tanya.

"Siap Bozque...", sedikit lebay Sandi si sopir pribadi merangkap ajudan merangkap sekretaris dan sahabat itu mebalas ucapan bos yang selalu ia ikuti. bagai magnet yang menempel di medannya yang terseret mendekat meski berada dengan jarak membentang sedikit pada kedua nya.

"Hahaha... Kau sudah mirip om om cantik San", Azrian tertawa gelak menimpali ucapan lebay sahabat dan segala rangkap jabatan dipundaknya.

Azrian membuka laptop dan mulai menekan tuts tuts keyboard bagai suara detikan kunci. Ia begitu serius sembari menyesap cappucino panas kemudian mengepukan asap berbentuk awan darinbibir seksi nya. memancing tiap tatap.mata untuk mendamba, mendekap dalam pelukan hangat. wanita wanita nanar berusaha menggoda dengan kerlingan genit, dan ucapan manja. Azrian hanya tersenyum membalas mereka. tak sedikitpun ia pernah bersentuhan dengan mahluk Tuhan yang cantik dan seksi bernama wanita, meski ia tak segan melempar senyum ramah.

sejenak berlalu. Sandi yang malah baper dengan senyuman wanita wanita aneh itu, membalas nya genit. Azrian hanya menggeleng kan kepala dengan tingkah sahabat segala jabatan nya itu. Sandi yang dasar cuek malah sengaja menggoda mereka. padahal seandainya sekali saja mereka benar benar mendekat, mungkin Sandi akan langsung ambil langkah seribu, dengan bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menderas dikening, dada, hingga bagian bawah tubuh nya.