Chapter 8 - Tatapan itu

"Andai aku adalah gunung, mungkin aku pantas disebut Krakatau. hati ini entah mengapa serasa bagai serpihan yang tak bermakna. Dan aku harus bisa menyusun puzzle rasa dalam hatiku agar utuh dan terbaca, Alloh beri hamba petunjuk", Kata hati Rama bermonolog pada Tuhannya.

Acara penelitian telah selesai. Keempat lelaki dari LSM BINA KASIH mengadakan acara Syukuran atas lancarnya kegiatan mereka, juga syukuran atas selesainya rumah pak guru, pak guru membuat papan nama besar di depan rumahnya bertuliskan

"Rumah Singgah Berkah BINA KASIH". Bukan tanpa lasan pak guru memberi nama seperti itu, karena memang rumah pak guru selalu dijadikan persinggahan siapapun yang ada kepentingan dengan dusun Labuhan Agung. Beliau tak pernah keberatan dengan semua itu.

Malam harinya acara syukuran dan perpisahan diadakan di rumah pak guru. istri pak guru sibuk memasak segala macam masakan, beliau ini memang gak tanggung tanggung saat ada acara, semua dimasak sendiri dibantu tetangga. Bahkan tetangga yang letak rumah nya sangat jauh pun dikirim makanan hajatan ini, sudah mengalahkan acara sunatnya si Irman anak pak Kadus. Pemuda pemudi karang tarina pun ikit hadir. Mereka senang dan antusias dengan kehadiran team LSM BINA KASIH. Selain mereka melakikan penelitian, mereka jug aktif mengikuti acara disana. Entah itu gotong royong, pengajian, ngariyungan, bahkan mereka juga mengadakan lomba-lomba untuk segala usia. hingga suasana desa serasa hidup.

Keesokan harinya, mereka pamit untik lembali ke kota, mereka memberikan kenang kenangan berupa Toa di masjid dan Mushola. Selain itu juga memberikan Genset dengan bahan bakar solar.

Pak guru tampak tak rela melepas mereka, karena mereka sudah sangat akrab bahkan dianggap anak sendiri,

"Dek, jangan lupa kalo ada waktu luang main main sini, ini rumah sudah besar dan bagus kalo gak ada yang nengokin kan sayang", pak huru tersenyum sambil berkaca kaca memberikan pesan pada Rama.

"Pasti pak, saya kapan-kapan main kesini. Semoga kita bisa bertemu dalam keadaan yang lebih baik lagi", Rama.

"Aamiin...", semua kompak mengamini.

"Jangan lupa, kalau nikah undang bapak ya. Bapak usahakan datang, doakan bapak sehat selalu dan berumur panjang", Pal guru.

"Iya pak, nanti kalau kami menikah bapak pasti dikabari", Aldi.

"Buk, kami pasti tindu masakan ibu dan rindu suasana makan dibelakang (diatas tempat cucian belakang rumah pak guru)", Beni.

"Kamu Ben, yang diingat ingat makanan aja", Rio menanggapi ungkapan Beni.

Bu guru tersenyum, dan menyerahlan benerapa kantong besar makanan cemilan buatan nya yang sudah dibuat sejak dua hari yang lalu.

"Kalu kangen ya kesini lagi dek, disini selalu terbuka, kami ini seneng kalau ada yang datang kesini, kalau mau ada acara bisa juga pesen kue sama ibuk. ini kue spesial buatan ibu loh. tak ada yang bisa bikin selain ibu", Bu guru promosi.

"Wah... asyik ini bu, kalau gitu nanti ibu bisa dibooking dirumah saya pas masak nya. biar bisa nginep juga di rumah saya", Aldi antusias.

"Hemmm modus", Rio menyengir sinis pada Aldi.

***

Kota Bandar Lampung

Seorang perempuan terlihat antusias dengan percakapannya bersama seorang wanita paruh baya yang mengenakan Jas Putih serta kacamata yang bertengger di hidungnya yang tak terlalu mancung, hingga terkesan kacamata yang ia gunakan sangat melorot, gagang belakang kacamata tersemat tali panjang berbentuk rantai kecil, sekaligus menjadi penahan agar kacamata itu tak jatuh ke lantai jika lolos melewati hidungnya.

"Memang dari pemeriksaan terahir, sepertinya sangat sulit ya mbak. Tapi jangan pernah berkecil hati, teruslah memohon Pada Tuhan. Bulankah Dia Maha baik. saya yakin tidak ada yang tidak.mungkin di dunia ini" Rita, seorang dokter kandungan senior sedang memberikan penjelasan pada sepasang suami istri yang selalu datang untuk berkonsultasi tentang keadaan nya.

"Iya dokter, terimakasih. Semoga Alloh memberikan keajaiban pada istri saya" Sang suami memberikan jawaban seraya menggenggam erat tangan istrinya, seolah memberikan kekuatan pada sang istri agar tak bersedih.

sedangkan wanita itu sudah berkaca kaca menahan agar airmata tidak lolos dari pelupuk nya. suaminya mengusap lembut bahu istrinya yang tertutup dengan pakàian dan kerudung yang menjuntai melewati bahu dada dan punggungnya. kemudian menggandeng erat tangan istrinya mengajak bangkit dan beranjak meninggalkan ruangan dengan warna putih brcampur aroma antiseptik berukuran sekitar 6x6 m.

sesampainya di depan seakan sudah tak tertahan lagi, wanita itu memeluk suaminya erat dan menumpahkan air matanya.

"Sudah lah Dhe... bukan kah aku sudah bilang dan kita sudah sepakat kalau kita tak usah membicaralan masalah ini, mungkin Alloh punya rencana lain buat kita. Aku melihatmu tersenyum saja sudah sangat bahagia Dhe... Sudahlah, bukankah aku juga tidak menuntut tentang hal itu. Cukup kau baik baik saja dan bahagia, Sudah jangan menangis lagi", sambil mengusap sisa airmata di pipi Dheani dan mengecup berkali kali puncak kepalanya, Rizki menenangkan Dheani yang terus saja menangis meratapi keadaannya.

"Aku malu ki, aku malu tak bisa menjadi wanita sempurna, bahkan banyak orang yang menganggapmu bodoh dan gila hanya karna kamu selalu ada untukku", Dheani.

Di sebuah taman yang asri, mereka singgah dan Dheani menumpahkan sesak di hatinya.

Sudah yuk, kita Sholat dhuhur dulu. sebentar lagi adzan. Sambil menggamit pinggang sang istri, Rizki beranjak menuju masjid yang tak terlalu jaih dari taman kemudian mereka menunaikan Sholat Dhuhur berjamaah.

Sesudah sholat, Dheani menunggu sang suami yang masih melanjutkan dzikirnya. Ia duduk di teras masjid dan sesekali melihat pesan di ponselnya. Tanpa sengaja ia menoleh dan pandangannya bertatapan dengan seorang lelaki dengan peci berwarna hitam dan baju koko biru langit, mereka tertegun sejenak. sebelum kemudian tepukan di bahu Dheani mengembalikan kesadarannya. ia menoleh, sang suami sudah ada di belakangnya.

"Dhe... Kamu ngelamun ya?" Kemudian ia menoleh lagi ke arah kiri nya, dan lelaki itu sudah tak ada di tempatnya tadi.

#Dheani POV

Deg...

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang saat mataku bertatapan dengannya, sepertinya aku sangat mengenal tatapan mata itu. Mata yang sangat teduh dan menghangatkan jiwaku.

Mungkinkah dia... ah, tidak mungkin. Bukankah ia sudah tiada, tapi kenapa aku seprtinya sangat dekat dengannya? atau mungkin hanya perasaanku yang terlalu merindukannya? dan berharap kehadirannya yang menjadi suatu keajaiban. Kak Arif, benarkah engkau telah pergi? atau apa engkau masih ada dan juga merindukanku saat ini?

#Lelaki POV

Kenapa hatiku terasa seperti mengandung magnet, saat aku melihatnya menatapku. Siapa dia. Apakah aku pernah mengenalnya? Atau hanya perasaanku saja? Ah... Tak lama saat aku bersitatap dengannya seorang lelaki menghampiri nya kemudian menepuk lembut bahunya.

"Dhe... kamu melamun ya?" sapa lelaki itu padanya. Sepertinya lelaki itu suaminya atau kakak yang sangat menyayanginya. Ah, mungkin kakak nya, bukankah ia menyapa dengun sebutan "Dek". Dan kenapa saat itu hatiku terasa tenang saat melihat pemandangan itu. Ah... sudahlah. mungkin cuma perasaan ku saja. bahkan aku tak pernah sekedar bertemu apalagi mengenalnya.

"Ayo Dhe, kita balik... kamu sudah enakan?" Sapa Rizki pada Dheani.

"Ya, ayo... aku sudah baikan kok" Dheani membalas sambil tersenyum.

Kemudian mereka beranjak menuju parkiran, menuju mobil berwarna biru yang setia menemani mereka. Daihatsu Taruna biru, mobil keluaran tahun 1997 itu masih terawat gagah. Rizki memang bukan orang kaya, ia memiliki sebuah bengkel motor. Sebagai penopang ekonomi. Ayah dan ibu nya telah tiada. Ia anak tunggal hingga ia harus bisa mandiri sejak usia sekolah. Bahkan ia rela menjual rumah peninggalan orang tuanya untuk membeli sepetak tanah yang kini berdiri menjadi rumahnya bersama Dheani. Ia membeli tanah itu bukan tanpa alasan, Dheani sangat menyukainya. Karena mereka dulu, Dheani, Rizki, Dani selalu bermain disana. Dan ketika pulang sekolah, sesudah praktikum biologi, Dani menanam kemangi di tanah itu. Dan mereka merawatnya, sebelum kejadian itu. mereka selalu berkumpul disana bahkan sampai mereka lulus, menanggalkan seragam abu-abu putih nya. Rizki kuliah sambil membuka bengkel, Dani Kuliah di Palembang sedangkan Dheani kursus menjahit dan memberikan les pada anak panti asuhan. Saat libur, mereka menyempatkan diri bercanda tawa sambil menengok pohon kemangi yang tumbuh semakin subur disana karena Dheani selalu merawatnya penuh cinta.