Chereads / Detektif Mitologi / Chapter 12 - Novus

Chapter 12 - Novus

Langit-langit tempat ini begitu tinggi, kami seperti di dalam kubah batu dengan mulut goa tadi sebagai pintu masuknya.

"Wow! Ini harta karun, mungkin dulu ini sarang bajak laut." Bimo terkesima dengan pemandangan di depannya.

Aku kembali berpikir apakah benar pulau ini terbentuk secara alami, karena ini terlalu mustahil. Siapa juga yang membawa kapal-kapal ini masuk? Tidak mungkin duyung-duyung yang melakukannya.

Kami berjalan mendekati kapal-kapal kuno yang masih utuh itu, tergeletak menjulang tinggi di hadapan kami.

"Wow! Itu Kapal Unicorn milik Portugis!" Albert menunjuk pada salah satu kapal yang berada di tengah. "Kapal yang dikabarkan hilang pada abad 19 saat berlayar dari Maluku."

"Luar biasa." Bimo dan Nick berucap hampir bersamaan.

Semakin banyak pertanyaan dalam benakku yang terus memacu rasa penasaran, bahkan aku bingung mana yang lebih dulu ingin ku cari jawabannya.

"Kita tidak bisa menggunakan kapal-kapal ini untuk keluar, tapi pasti ada sekoci yang bisa kita pakai," kataku pada mereka.

Aku mengamati kapal-kapal besar itu, ingin rasanya aku naik ke atas ke dek kapal-kapal kuno ini, tapi bagaimana caranya, itu terlalu tinggi.

Aku menuju ke kapal yang paling kecil saat yang lain sedang mengagumi kapal yang lain. Berada di deretan paling ujung, kapal itu tidak terlalu tinggi hingga mudah bagiku untuk naik ke atas dek dan mencari sekoci, kapal kecil penyelamat yang bisa membawa kami keluar dari sini.

Kapal ini seperti kapal penumpang biasa, bahkan ini lebih modern dari yang lain, jika air meninggi sebenarnya kami bisa memakainya, tapi saat ini tidak mungkin. Aku menemukan benda yang ku cari tergantung di sisi kapal menggunakan tambang yang sudah usang, lengkap dengan dua dayung di dalamnya.

"Hei, kalian kemari! Bantu aku menurunkan ini!"

Mereka tidak menjawab panggilanku. Aku menoleh pada mereka yang berjarak tidak terlalu jauh dariku. Mereka semua mendongak ke atas, ke arah dek kapal besar di depan mereka.

Ada seseorang di sana, wajahnya tidak kelihatan, mengenakan jubah berwarna coklat kusam bertudung sehingga wajahnya tak terlihat. Dia membawa obor di tangannya dan kepalanya menunduk seolah memandang ke bawah, ke arah teman-temanku. Aku segera mematikan senter kepala dan oborku.

"Siapa anda? Bagaimana bisa sampai kesini? Apa anda juga korban penculikan duyung?" Bimo berteriak.

Sosok misterius itu tidak menjawab, dia mengangkat sebelah tangannya dan melambaikan ke depan, seperti memberi kode untuk seseorang atau sesuatu di belakangnya agar maju ke depan.

Lalu muncul dua orang berjalan ke depan, muncul dari kegelapan dan berhenti di samping kiri-kanan orang yang pertama. Mereka juga mengenakan pakaian yang sama, jubah coklat kusam dengan tudung di kepala menutupi wajah.

Salah satu dari mereka berkata-kata keras menggunakan bahasa yang tak ku mengerti, seperti bahasa Yunani atau Persia kuno, tapi entahlah.

"Kami tidak mengerti apa yang kalian katakan," teriak Albert.

Tiba-tiba suasana menjadi ribut, air goa yang tenang di belakang teman-temanku kali ini berisik. Duyung-duyung bermunculan dari dalam air. Memperlihatkan sebagian tubuhnya dari air dab menatap tajam ke arah mereka. Aku berdiam diri di tempatku, mereka tidak melihatku.

Belum hilang kejutan dari para duyung, kali ini muncul dua ekor makhluk dari kegelapan, terbang memutar lalu keduanya mendarat di samping tiga orang misterius tadi.

Seekor makhluk bertubuh wanita bersayap dan berkaki burung, dibeberapa bagian tubuhnya tertutup bulu-bulu lebat kelabu, bagaikan pakaian yang menutupi tubuhnya. Seekor Harpies, saudara tua duyung.

Seekor lagi, makhluk kriptid yang pernah sekali aku temui di salah satu gunung di jawa. Makhluk berbentuk kelelawar raksasa dengan wajah menyerupai kera, tubuhnya yang berbulu hitam terlihat besar sebesar anak umur sepuluh tahun. Dia merentangkan sayapnya yang lebar, mungkin lebarnya hingga empat meter. Lalu mendarat di samping ketiga orang tadi dengan posisi merangkak seperti monyet, sayapnya terlipat lalu menyeringai. Makhluk itu adalah Ahool, tak kusangka bisa melihatnya lagi disini.

Teman-temanku terlihat sangat terkejut, mungkin sedikit kebingungan, karena aku sendiri pun begitu.

"Apakah kalian kesini untuk menjadi bagian dari kami? Atau menyerahkan jiwa kalian untuk Ratu kami?" Sosok yang muncul pertama itu berkata tanpa melepas tudung jubahnya, tapi ketahuan kalau dia seorang pria dari suaranya.

"Hei, kalian bagian dari orang-orang itu, ternyata." Nick berbicara lantang. "Orang-orang yang berhubungan dengan Orthros."

Pria misterius itu sesaat terdiam, lalu bahunya bergerak naik turun. Dia tertawa?

"Profesor Nicholas Anderson." kata pria itu. "Ini luar biasa."

Nick terlihat sedikit keheranan, "kenapa kau tahu namaku?"

Pria misterius itu membuka tutup tudungnya hingga wajahnya kelihatan. Dia seorang pria tua dengan rambut yang putih dan berkacamata.

"Suatu kebetulan bukan kita bertemu lagi?" kata pria itu menyeringai sambil membenarkan letak kacamatanya.

...

Aku terkejut saat dia menyebut nama lengkap Nick, siapa dia?

Wajahnya terlihat cukup jelas meski hanya diterpa cahaya obor dari teman-temanku di bawahnya. Tidak sepertiku, Nick justru tidak terlalu terkejut, atau mungkin dia menyembunyikannya.

Nick menarik sebelah sudut bibirnya, "Adam Arnett, sudah lama sekali. Kau terlihat sangat tua, ya."

Dia pria yang diceritakan Nick, yang ikut bersamanya mencari orangtuaku di Snowdonia. Lelaki yang menghilang dan diperkirakan sudah dimakan Orthros atau diculik oleh kelompok aneh itu ternyata adalah salah satu dari mereka.

"Hahaha! Kau tidak terlihat terkejut, Nicholas. Aku kira matamu akan melotot melihatku ada disini," kata pria itu dengan seringai menyebalkan.

"Huh. Aku sudah menduga kau terlibat, Adam. Kau sengaja membuat Yodha pergi kesana untuk sesuatu, aku memang tidak menyadarinya, sampai kau meminta catatan Harry dan menuang air perasan anggur ke tanah untuk memancing Orthros, hal itu yang selalu ku ingat karena belum lama aku tahu penciumannya yang tajam tertarik pada air anggur."

Senyum pria itu hilang, "kebetulan kita bertemu, Nicholas. Kau... kau mengambil halaman pertama milik Harry penghianat itu sebelum menyerahkannya padaku. Dimana benda itu? Kembalikan!"

Nick tersenyum, sementara temanku yang lain masih keheranan dan menyimak pembicaraan mereka, "memangnya ada apa dengan halaman pertama catatan itu? Aku juga sudah membacanya dan kau mendengarkannya, kan?"

"Ternyata kau belum mengetahui apapun, ya? Nenek moyang kami mengabdi pada Ratu Echidna dan Raja Thypoon, kami menguasai dunia. Kami akan mengambil kekuasaan kami yang telah diambil. Harry menghianati kami, menghianati Ratu Echidna. Dan temanmu itu! Edward Pranayodha! Dimana dia? Kenapa tidak bersamamu?! Akan kami habisi dia!"

Seperti merasakan pukulan keras di kepala dan dadaku mendengar perkataan Adam, ternyata mereka tidak mengetahui keberadaan ayahku. Nick pun terlihat terkejut, tapi lalu dia berusaha tenang. Bimo, dia pun melongo mendengarnya.

"Memangnya kenapa dia?"

"Dia tidak mau menyerahkan miliknya dan berhasil lolos tanpa mengatakan apapun dan setelah itu kami mencarinya. Aku mendapat informasi dia kabur ke Cina saat itu, tapi tidak menemukannya. Kau pasti menyembunyikan mereka, Nicholas!"

"Hahaha! Kau tidak akan bisa menemukan mereka, Adam. Jujur saja, aku pun tidak pernah bertemu mereka lagi sejak terakhir mereka ke Snowdonia."

Wajah pria itu berubah marah, "kau bohong, Nicholas."

"Adam, ternyata kau tidak hanya kikuk, tapi bodoh dan bermulut ember."

"Ember apa? Serahkan benda itu, Nicholas. Atau kau juga akan ikut bersama mereka yang jiwanya akan diserahkan pada Ratu Echidna. Sayang sekali, tawaran bergabung dengan kami sudah hilang sekarang."

"Sayang sekali juga, Profesor Tua Botak. Catatan itu sudah kubuang karena tidak penting, matamu yang rabun itu juga tidak akan mampu membacanya. Dan kalian! Kau dan orang-orangmu itu, hanya manusia-manusia bodoh yang bermimpi dengan memanfaatkan Echidna tanpa tahu bahwa kalian-lah yang sebenarnya dimanfaatkan olehnya."

"Sialan!" Adam mengacungkan tangannya kebawah, seketika dua orang pengikutnya yang berjubah melompat, terjun ke bawah, lalu mendarat dan berhadapan dengan teman-temanku.

Albert menodongkan pistol pada mereka, tapi salah seorang dari mereka dengan cepat mengeluarkan tongkat pemukul pendek dari balik jubah dan melemparkannya tepat mengenai tangan Albert. Pistol terlepas dari tangan Albert dan terlempar jauh ke tempat ke gelap, lalu dengan cepat sosok berjubah itu menerjang Albert.

Harpies, sosok wanita bersayap yang tadi bertengger di samping Adam, kini melesat ke bawah diikuti ahool, kelelawar raksasa. Mereka terbang dan berusaha menyambar teman-temanku.

Ali dan Cahyono berusaha menghalau mereka dengan obor begitu mereka mendekat. Bimo pun beraksi dengan ketapelnya, membidik harpies dan ahool.

Albert dan Nick bertarung dengan tangan kosong melawan dua manusia berjubah yang wajahnya tidak terlihat. Sementara beberapa duyung di belakang mereka terlihat berenang-renang di sungai goa, seolah menghadang dan menghalangi agar kami tidak bisa kemana-mana. Aku mengambil pistolku, membidik ahool dari persembunyianku yang belum mereka ketahui, makhluk itu berusaha merebut ketapel Bimo. Di atas Cahyono dan Ali, harpies tadi terbang memutar, seolah mencari celah untuk menyambar mereka, matanya berdarah sebelah, mungkin bidikan Bimo mengenainya.

Dor!

Aku menembak kelelawar raksasa yang menyerang Bimo, tepat sasaran, dia menggelepar jatuh ke tanah. Semua pandangan beralih padaku yang bersembunyi di kegelapan karena aku mematikan senter kepalaku.

"Ada yang lainnya!" teriak Adam. "Dia atau mereka bersenjata!"

Orang-orang itu menyadari keberadaanku meski belum melihatku, dan pasti belum tahu aku sendiri atau ada yang lain lagi.