Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 14 - Chapter 11.5 (18+)

Chapter 14 - Chapter 11.5 (18+)

"Ren, nggak bisa tidur ya?"

"Eh, Arka... Iya..."

Aku menghampiri Ren yang sedang duduk di depan jendela, bermandikan cahaya kebiruan dari langit. Lalu, aku duduk di kursi yang berada di seberang Ren, dengan meja kecil menjadi pemisah di antara kami.

"Ren, kita satu tim, satu party. Kalo kamu ada masalah, jangan disimpen sendiri. Kalo kamu simpen sendiri, kamu bisa stres. Kalo stres, nanti kamu bisa sakit. Nah kalo kamu sakit, aku yang repot. Hehe..."

Aku mencoba membuka jalan menuju isi curahan hatinya Ren sambil sedikit menyelipkan gurauan. Entah lucu atau tidak, entah berhasil atau tidak, yang penting usaha.

"Ah, dasar kamu Arka..."

"Ya udah... Kalo nggak mau cerita ya nggak apa-apa. Aku nggak akan maksa."

"..."

"..."

Kami berdua hanya diam, sambil menikmati bisingnya keheningan malam yang dipecah oleh suara serangga. Setelah satu atau dua menit berada dalam keheningan, suara rapuh Ren terdengar sedikit bergetar.

"Aku... Merindukan keluargaku..."

"..."

Aku hanya diam. Baru kali ini Ren buka mulut tentang keluarganya.

"Hari ini, dua tahun yang lalu, adalah hari dimana seluruh keluargaku dibunuh..."

"..."

Ren bercerita panjang lebar tentang bagaimana desa tempat tinggalnya diserang oleh sekelompok tentara entah dari mana, tepat dua tahun yang lalu. Dimana kedua orangtuanya dibunuh lalu Ren diculik untuk kemudian dijadikan budak (slave) dan dijual kepada bangsawan kaya. Di sana, Ren harus melayani nafsu bejat sang pria bangsawan tersebut, dengan tubuhnya yang masih belum dewasa.

Selama sekitar tiga atau empat bulan, Ren tidak pernah benar-benar menghitungnya, dia hidup menderita bersama banyak budak-budak dari berbagai ras dan bangsa yang dikoleksi oleh sang bangsawan. Bangsawan satu itu memang seperti binatang buas yang selalu birahi. Berbeda hari, berbeda pula budak yang ditidurinya. Ren adalah salah satu budak yang menunggu antrian untuk dijadikan tempat pembuangan nista bagi bangsawan itu.

Selama sekitar tiga atau empat bulan pula, neraka yang dirasakan Ren berulang setiap harinya. Setiap gilirannya tiba, semalaman tubuhnya disiksa dan dilecehkan. Tak ada satupun lubang yang dapat dimasuki penis pada tubuhnya yang disia-siakan oleh binatang haram itu. Dan setiap pagi setelah giliran dia usai, vaginanya dan anusnya akan terasa sangat perih, seperti luka yang disiram alkohol lalu dibakar, perih meradang. Sekujur tubuhnya juga dipenuhi memar.

Dan jika bukan gilirannya, maka dia hanya dikurung di dalam kurungan para budak yang terletak di ruang bawah tanah dari mansion bangsawan tersebut. Dirantai, dikurung di ruang gelap, dan hanya diberi makan dua kali dalam sehari. Begitu terus sampai gilirannya tiba kembali.

Jumlah budak sex yang dimiliki bangsawan tersebut adalah sekitar 25-30 orang. Setiap berapa hari sekali, ada tambahan budak baru. Jadi jika setiap malam adalah giliran satu orang atau dua orang sekaligus, maka dalam sebulan Ren bisa mendapatkan giliran sebanyak dua atau tiga kali.

Hingga pada suatu malam, terjadilah pemberontakan hebat oleh orang-orang yang tinggal di wilayah kekuasaan bangsawan yang dimaksud. Ren tidak tahu persis apa yang menyebabkan sehingga pemberontakan bisa terjadi. Yang dia tahu, bangsawan laknat itu dibunuh, semua budak dibebaskan, dan mansion milik bangsawan itu dibakar. Sepertinya sebuah kudeta.

Setelah kejadian malam itu, Ren hanya hidup luntang-lantung, mencari recehan dengan melakukan pekerjaan buruh yang bisa dilakukannya. Tapi dia bersyukur hanya mengalami penistaan itu selama tiga atau empat bulan saja. Dan semenjak itu, dia tidak pernah lagi hidup dengan melayani nafsu sex siapapun.

Sambil mencari nafkah untuk makan, dia menabung selama setengah tahun untuk biaya masuk ke sekolah merchant. Ren mengerti bahwa dia harus sekolah agar bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Pagi sampai siang Ren sekolah, dan sore hingga malam lanjut mencari nafkah. Gadis dengan tubuh semungil itu, memiliki semangat juang yang besar.

Hingga akhirnya Ren dinyatakan lulus, dia tidak berencana menjadi merchant murni yang hanya berdagang di kesehariannya. Dia ingin menjadi merchant petualang, membantu tim dalam hal mengurus ekonomi dan akuntansi di dalam party, sekaligus melakukan hal-hal yang sifatnya support. Kemudian Ren mendaftar di guild sebagai merchant petualang.

Sayangnya, tidak ada party yang mau menerima merchant yang baru lulus dan minim pengalaman di dalam party-nya. Tiga hari berlangsung tanpa hasil, hingga Ren melihat aku dan Syla di guild, menghajar seorang petualang plat silver, padahal kami hanya plat iron yang baru mendaftar.

***

"Ren..."

Kugeser posisi dudukku mendekati Ren. Air mata saling berpacu, menggulung di kedua pipi Ren selama dia menceritakan kisahnya sebelum bertemu kami. Setiap air matanya menetes, dia langsung mengusapnya dengan kedua tangan. Isak tangis Ren ditahannya agar tidak berisik hingga mengganggu tidurnya Syla dan Cimot. Ren terlihat sangat rapuh malam itu.

"Hiks, hiks... Arka... Maafkan aku, pasti sekarang aku kelihatan berantakan ya..."

Aku tidak langsung menjawabnya. Tapi kupeluk dia, kuletakkan wajahnya di dadaku. Karena hatiku berkata bahwa pelukanku lah yang saat ini dibutuhkan Ren.

Kulingkarkan lengan kananku di punggungnya, sementara lengan kiriku melingkari kepalanya. Tangan kiriku mengusap kepalanya dari belakang.

Setelah kuusap kepalanya, Ren malah mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya semakin dalam.

"Huaaaaaa~ huuhuhuuuuu~"

Ren menangis sekuatnya di dadaku. Suara yang terdengar sangat pelan karena dia menutup mulut dan hidungnya kuat-kuat dengan dadaku. Tapi getaran dari suara tangisannya dapat kurasakan di sekujur tubuhku, ibarat sengatan arus listrik yang menjalar, rasa perih dari tangisan Ren dapat kurasakan sebagian.

Pelukanku juga kueratkan. Sambil kuelus punggungnya, dari leher perlahan turun ke punggung, hingga menyentuh pangkal ekor rubah yang lembut di dekat bokong Ren. Ren masih menangis. Tapi tubuhnya bereaksi kepada setiap elusan tanganku di punggungnya.

Setelah sepertinya puas menangis, kurasakan getaran tangisan Ren berkurang, hingga tinggal menyisakan sedikit sesenggukan. Reaksi tubuhnya terhadap elusan tanganku di punggungnya semakin terlihat jelas. Seperti ketika kita mengelus punggung kucing dari kepala hingga ekornya.

Kuteruskan elusan di punggungnya jika itu memang bisa meredakan emosi yang dirasakannya.

Setelah berlangsung selama beberapa menit, Ren sudah tenang dan tidak banyak bersuara di pelukanku.

Kuelus lagi punggungnya, tapi kali ini tak berhenti di pangkal ekornya. Tapi kuteruskan perlahan menyusuri ekor Ren yang terbalut bulu halus yang tebal. Sambil kususuri, sambil kuberikan remasan yang ringan.

"Hi-! Hahh.."

Ren, yang dari tadi menikmati elusan tanganku di punggungnya, tubuhnya sesaat tersentak lalu mendesahkan nafas yang agak berat ketika kuelus ekornya dari pangkal ke ujung.

Lalu Ren mengangkat wajahnya, mendekati wajahku, dan menatapku dengan mata sembabnya yang memiliki iris hijau terang. Pantulan cahaya bulan memberikan kilauan indah yang terpendar oleh air matanya yang masih belum kering seluruhnya. Area di sekitar batang hidung dan kedua pipinya merona merah keunguan di bawah sinar biru rembulan, memancarkan aura yang membuat setiap pria menjadi lemah tak berdaya ketika menatapnya

"Arka..."

Ren memanggil lirih namaku sambil perlahan memejamkan matanya. Seolah-olah mengirimkan pesan cinta dan mengundang bibirku untuk mencicipi bibirnya.

*Cupp* *mmmh*

Perlahan kudekati bibirnya dan kukecup sedikit. Tapi kemudian kulanjutkan dengan ciuman yang lebih dalam. Namun, selang sekitar sepuluh detik...

*Pahh*

Ren melepaskan ciuman kami di saat aku sedang menikmatinya. Lalu Ren menunduk, aku tak dapat melihat ekspresinya.

"... Ren?"

"Maafkan aku, Arka... Tubuhku kotor, dipenuhi nista yang tidak akan pernah bisa kubersihkan..."

"Lantas, kenapa?" Bahasaku menjadi kaku mengikuti gaya bahasa Ren.

"Aku tidak ingin membuat Arka kecewa karena tubuhku sudah tidak suci lagi..."

"Ren... Lihat mataku..... Lihat mataku!"

"Uu..." sambil perlahan mengangkat wajahnya dan menatap mataku.

Mata yang indah dan mempesona itu, menatapku dengan gemetar. Tatapan yang tidak memiliki keyakinan dan kepercayadirian, tatapan yang inferior. Bahkan walaupun dia menatapku, aku tahu kalau fokusnya berpendar, tidak terfokus kepada kedua mataku.

"Ren."

Kupegang bagian kanan dan kiri wajahnya untuk memberi support pada batinnya. Kubantu mengarahkan fokus matanya ke arah mataku, lalu aku berkata kepada Ren.

"Ren, apa kamu menyukaiku?

Aku berani bertanya hal ini, karena aku sudah tahu sebelumnya dari gelagat Ren. Aku bukan seperti protagonis anime yang batu dan cuek.

"Arka... Uhm." Kata Ren sambil mengangguk pelan.

"Kamu tahu masa laluku?"

"Um-um." Sambil menggelengkan wajahnya perlahan.

"Kamu tidak tahu masa laluku, tapi kamu tetap suka padaku. Bagaimana jika kukatakan bahwa masa laluku adalah persis seperti bangsawan yang kamu ceritakan. Apa kamu akan berhenti menyukaiku?"

"... Aku akan tetap menyukaimu."

"Berarti, perasaanmu itu tidak akan berubah hanya karena masa laluku yang suram kan?"

"Um-um... Aku akan tetap menyukai Arka."

Ren menggelengkan kepalanya, lalu menjawab dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Tatapannya tak lagi bergetar. Tatapannya yang sekarang telah mampu menembus sampai ke dalam jantungku. Setelah mendengar jawabannya, giliran jantungku yang menjadi tidak tenang. Aku tak mampu menahan ini lebih lama lagi.

"Aku juga menyukai Ren. Melihat wajahmu yang cantik dan imut itu selalu bisa membuat mood-ku menjadi lebih baik. Sifatmu yang perhatian terhadap kebutuhan orang-orang di sekitarmu, aku suka."

"A-Arka..."

"Makanan buatanmu selama ini, aku suka. Dan ciumanmu tadi, membuat aku jadi tergila-gila kepadamu."

Tanpa memberi kesempatan kepada Ren untuk berkata lebih banyak, kucuri lagi bibirnya, kucium, kukulum, dan kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Dan Ren menyambutnya dengan lihai. Lidahnya berputar dan menari, memberikan gesekan dan sentuhan yang menggoda kepada lidahku.

"Mmmhhmmm... Mmmhh..."

"Mmmhh... Ma-mmmmh..."

Ren sangat hebat dalam berciuman. Dia memberikan sensasi geli sekaligus sensual kepada lidahku. Bahkan, saat ini aku bagaikan bola kecil yang sedang dipermainkan oleh seekor kucing.

Tanganku tak tinggal diam. Aku tahu bahwa tadi Ren terangsang oleh sentuhan pada ekornya. Akan kueksploitasi di bagian itu.

Sambil melakukan 'French Kiss', kuelus lagi ekor Ren. Gerakan lidahnya tiba-tiba berubah menjadi sangat kaku, dan tubuhnya menggeliat menikmati rangsangan pada ekornya.

"M-aaahh... Mmmhhh aaahhh..."

"Mmmhhhmmmm..."

Ren tak dapat melanjutkan skill ciuman level tingginya. Fokusnya teralihkan, dari pergerakan bibir dan lidah, kepada rangsangan di ekornya.

Bagian ujung ekornya, kuremas pelan.

"Ha-! Aahk! Haahh... Arkahh.. Jahat..."

Dan responnya? Luar biasa sexy. Penisku berdenyut kuat melihat ekspresi kenikmatan Ren yang ditahan seperti itu. Dia menahan suaranya karena takut membangunkan yang lain.

"Hm? Jahat? Uhhhh!"

"Hya-! Ak-kkhhuuuuuuuuu..."

Kuremas ekor Ren, dan kutarik perlahan dari pangkalnya, bergerak menuju ke ujungnya sambil masih sedikit meremas.

"Arkah... Hah... Ampun... Hah... Hya-!"

Kuulangi lagi dan lagi sampai wajah Ren benar-benar merah seluruhnya menahan rasa nikmat itu, dan keringat pun menetes dari dahinya. Ren sekuat tenaga menahan sensasi rangsangan nikmat pada ekornya.

Tanpa sadar, ciuman kami sudah terlepas dari tadi semenjak Ren tidak kuasa menahan rangsangan di ekornya. Kuremas terus ekornya dengan teknik yang berbeda-beda sambil melihat ekspresi Ren yang selalu berubah dan tampak benar-benar menakjubkan.

"Hah... Hah... Hah... Stophh... Arkah..."

"Hehe... Kamu kelihatan sangat cantik, Ren..."

"Ah... Hah... Arka... Giliranku... Hah..."

"Ha?"

Aku bingung dengan maksud dari perkataan Ren. 'Giliranku'? Memangnya ada giliran-giliran seperti itu? Apanya yang digilir?

Lalu tangan Ren menyentuh penisku yang masih berada di dalam celana, dari luar. Dengan cepat, dia dapat menguasai seperti apa posisi penisku di dalam celana. Jemari Ren dengan lihai menelusuri setiap siluet dari penisku, membuatku merasakan geli yang nikmat.

"A-! R-Ren! Uhhh..." Teriakan berbisik keluar dari mulutku.

Tapi Ren tak mempedulikannya. Dia masih meremas dan mengelus penisku dari luar. Mataku terpejam merasakan kelihaian jemari Ren menyusuri penisku di balik celanaku. Mengejutkan, sesuatu menyusup masuk ke dalam celanaku.

"He-ah... Ren... Ahhh..."

Seperti belut yang masuk ke dalam lubangnya, tangan Ren menyusup dengan lincah ke dalam celanaku. Tanpa banyak meraba-raba, Ren sudah mengetahui dimana posisi mangsanya, lalu mengelus-elus ku

"Uhhhhh Ren... Enakk..."

"Hihi... Ini belum, Arka..."

Akhirnya, aku melihat Ren tersenyum lagi. Tapi tak lama kemudian, senyumnya berubah menjadi tatapan seorang penyihir cantik yang memiliki rencana jahat di dalam hatinya. Dan benar saja, tiba-tiba kurasakan penisku seperti dibalut sesuatu yang cukup hangat, tapi mencengkram dengan cukup kuat.

"Khuh..."

"Siap ya, Arka..."

"Ren mau ap-! Uahhh..."

Ren mengocok penisku yang masih di dalam celana. Jemari mungil nan lembut miliknya kini sedang menyelimuti penisku, bergerak naik turun sambil sedikit memberikan tekanan di titik-titik yang sensitif pada penisku. Ren luar biasa!

Kocokan yang dilakukan Ren sama sekali tidak monoton. Kadang seluruh telapak tangan ditempelkan untuk mengocok, kadang hanya dua jari yang membentuk lingkaran saja. Sewaktu-waktu, kocokan naik turun itu berubah menjadi gerakan memutar di sekitar leher dari kepala penisku. Aku yang hanya bisa duduk menikmatinya, seperti sedang menaiki roller coaster!

Lalu sekitar 10 menit melakukan kocokan...

"Arka, bantuin..."

He? Oh ok, ahhh..."

Ren menarik celanaku menggunakan tangannya yang sedang menganggur, sambil masih terus melakukan kocokan nikmat. Kubantu melepas celanaku.

Gesekan lembut jemari Ren terhadap kulit penisku sudah membuatku gelisah. Tapi, ternyata tidak hanya sampai di situ.

"Haa-emm."

"Uoohhhhh-fffffpp."

Aku gila! Ren memasukkan penisku ke dalam mulutnya! Sensasi panas yang tiba-tiba menyelubungi penisku, menggantikan sensasi dari jemarinya, membuat suaraku terlepas keluar. Langsung kututup mulutku dengan kedua tangan. Kulirik ke arah Syla dan Cimot, tidak ada pergerakan.

Lidah Ren menempel pada frenulum penisku, hingga menyentuh ujung bawah lubang penisku. Memberikan rasa geli yang bercampur ngilu, tapi nikmat!

"Ha-ooohhh... Ahhh... Ahhhhh... Uuhhh..."

"Mmhhh... Mmmffh... Mmmh..."

Ren mulai merangsang penisku, dengan menggerakkan kepalanya turun perlahan, sampai seluruh penisku masuk ke dalam mulutnya, sampai akarnya tertanam di ujung bibir Ren. Tak lama, diangkat kepalanya sampai bibirnya menyentuh ujung penisku. tanpa menunggu jeda, diturunkan lagi kepalanya sampai akar penisku. Ren melakukan ini terus-menerus sambil mengeluarkan suara yang sexy setiap kali kepalanya turun.

Aku tak dapat mengontrol mulutku, tapi aku tetap berusaha mengecilkan suaraku. Setiap penisku masuk dan keluar dari mulutnya, kurasakan sensasi campuran antara geli, ngilu, dan nikmat. Dan juga kurasakan nyeri nikmat seperti hisapan yang sangat kuat pada ujung penisku, ketika Ren mengangkat kepalanya. Teknik blowjob Ren bukanlah teknik amatiran. Dia sangat luar biasa.

"Ren... Ahh... Nghh... Nghh"

"Mm... Mhh... Mmh..."

Melihatnya menunduk di depan selangkanganku, tak sengaja terintip payudara Ren yang tidak besar, tapi tidak kecil, menggantung dan bergoyang-goyang sesuai irama kulumannya. Areolanya terekspos, dengan putingnya yang sedikit mengintip.

"M-Ah! ... Mmh... Mmhh..."

Tanpa pikir panjang, kuraih salah satu payudaranya, dan kuremas dengan lembut. Ukuran payudara Ren sangat pas di telapak tanganku. Rasanya lembut, tapi kenyal, lembut tapi tidak selembut payudara Syla. Saat payudaranya kusentuh, Ren terperanjat sesaat, lalu kembali melanjutkan kulumannya.

"Mmh! Mmhh! Mmhm! Hmm! Hmm!"

Putingnya yang sudah mengeras, kini menempel di telapak tanganku. Kuposisikan puting susu Ren di sela-sela antara jari tengah dengan jari manisku. Kemudian sambil kuremas-remas payudaranya, kuberikan juga rangsangan pada putingnya dengan cara sedikit menjepitnya di antara dua jariku.

"Ahh... Ren... Cepat... Ren... Ah..."

Setelah sekitar 10 menit digempur dengan sensasi luar biasa nikmat dari kuluman Ren, otakku mengibarkan bendera putih.

"Oh.. oh.. ah.. Ren.. cepat.. cepat.. cepat.. ah.. aku.. keluar... Aakkk!Akkkh! Aakkhhh!"

"Mmmhhhmmmkkk!"

Crooottt! Croottt! Crooottt! Croooott! Crooott! Crroot!

"Ah... Hah... Hah... Ren..."

"Mhmhmhm..." Ren tertawa kecil saat penisku masih menyumpal mulutnya.

Semua kapasitas spermaku, kusemburkan ke tenggorokan Ren sambil menghujamkan penisku sampai mentok ke mulutnya dan menarik kepala Ren ke arah pubisku untuk memperdalam hujaman penisku. Setelah enam kali semburan sperma ke tenggorokannya, Ren hanya tersenyum dan sama sekali tidak batuk.

Penisku, kudiamkan beberapa saat di mulut Ren, sampai akhirnya Ren mulai bergerak melakukan sesuatu.

*Glek... Glekk...*

Dia menelan spermaku! Semuanya! Tidak ada setetespun yang ditumpahkannya! Dan mulutnya pun belum dilepasnya dari penisku yang mulai mengecil akibat kehabisan semua energinya. Kemudian kurasakan sensasi ngilu yang kuat di ujung penisku, dan kulihat Ren...

"Ummmhhh... Mmmmhhhmmm... Mmmppppp..."

Apa yang dilakukannya? Oh! Dia sedang menyedot habis seluruh sperma yang tersisa di urethra-ku! Wanita yang hebat. Dia memperhatikan sampai ke situ dan melakukannya sampai sejauh ini. Sungguh, wanita yang luar biasa.

*Pahh...*

Ren melepas penisku dari mulutnya setelah yakin bahwa tidak ada lagi mani yang tersisa di dalam penisku. Dan...

"Arka... Aku sayang kamu." Ucap Ren dengan lembut sambil tersenyum.

"Ren... Aku juga sayang kamu."

Sejujurnya, untuk perasaan sayangku kepada Ren ini, baru beberapa hari ini kusadari, tapi setelah semua yang terjadi barusan, kini aku yakin bahwa memang benar aku menyayanginya.

"Arka... Yang berikutnya... Aku mau raga kita menjadi satu..."

"Eh, tapi, itunya sudah lemas..."

"Kalau Arka mau, Ren bisa membangunkannya lagi."

"Mau! Aku mau!"

"Hihi... Terimakasih, Arka..." Ucapnya dengan senyuman yang manis.

Senyuman yang sangat manis, senyuman terindah yang pernah kulihat pada wajah Ren. Ditambah dengan keindahan cahaya bulan di malam ini, wajah imut nan manis yang sedang tersenyum kepadaku itu, memancarkan rona keunguan di kulit cerahnya, dan terlihat mempesona.

Ren sudah mencuri separuh dari jantungku, dan aku hanya bisa memberikan separuh, karena separuhnya lagi milik Syla.

Ren mulai memposisikan dirinya kembali. Jemari tangan kirinya menggenggam pangkal penisku yang sudah layu. Dan tangan kanannya menggenggam kedua testis di dalam skrotumku. Tangan kirinya membantu mengangkat penisku dan mengarahkannya ke atas, sambil tangan kanannya memainkan testisku seperti sedang bermain dengan kelereng.

Dengan tenang, dijulurkan lidahnya menuju glans penisku. Dijilatnya bagian luar lubang penisku dari bawah ke atas.

"Aahhhh..."

Ngilu rasanya. Tapi aku jadi ketagihan. Ren mengulanginya beberapa kali sambil tatapan matanya hanya terfokus melihat ke mataku.

"Ummhh.. Khu-haakkk..."

Lalu lidahnya berpindah menjilati penisku dari pangkal di dekat skrotum, perlahan berpindah ke frenulum. Rasa geli nikmat yang ditimbulkan, langsung membuat kaku tulang punggungku. Dan saat ini, aku bisa merasakan aliran darah ke ujung penisku mulai meningkat.

Setelah beberapa lama menjilati bagian ventral tadi, Ren berpindah posisi lagi. Setiap Ren berpindah posisi, aku menjadi penasaran, apa lagi yang akan dilakukannya?

Ren kemudian memposisikan kepalanya di atas glans penisku, seperti posisi blowjob. Tapi dia berhenti sebelum penisku masuk ke mulutnya, lalu menjulurkan lidahnya menuju glans penisku. Berikutnya, lidahnya mulai menyentuh bagian tepi glans penisku, bermanuver mengitarinya, berputar mengerucut semakin ke ujung. Lalu ketika sudah sampai di ujung penisku, lidahnya menjilat bagian dalam lubang penisku.

"Uwaahhh... Ren..."

"Enak, Arka?" Sambil menghentikan aksinya sesaat, kemudian melanjutkannya lagi.

"E-enak-! Ahh!" Aku berusaha keras menahan volume suaraku.

Penisku, setelah mendapatkan rangsangan yang sampai menembus ubun-ubunku, kembali membengkak dan berdiri menantang, walaupun belum 100%. Melihat ini, Ren tersenyum simpul dan kembali memposisikan tubuhnya untuk melakukan hal lain.

Kali ini, tangan kanannya diposisikan seperti posisi coli. Tangan kirinya memegang bagian belakang skrotumku. Lalu wajahnya mendekat ke pangkal penisku, dan seperti sambaran petir yang dahsyat, tiba-tiba muncul sensasi geli yang amat sangat dan rasa nikmat yang luar biasa hingga aku tak bisa bernafas untuk beberapa detik.

"Hkkkkkk... Khkkkk..."

"Mmmhhhmmm..."

Ya, Ren mengulum testisku sambil menjilatinya, dia lakukan secara bergantian, kanan dan kiri. Dibarengi dengan gerakan mengocok naik turun pada batang penisku, menggunakan tangan kanannya.

Ren melakukan ini selama lebih kurang tiga menit, sampai dia merasakan penisku sudah mengeras pada kekuatan 100%. Kemudian Ren menghentikan semua itu dan berdiri di hadapanku, lalu membungkuk, melepaskan celana dalamnya yang kelihatannya sudah basah oleh cairan dari vaginanya yang sudah birahi sejak tadi.

"Ren... Kamu yakin?"

"Arka, aku belum pernah melakukan ini dengan orang yang kucintai. Aku mohon, miliki aku seperti yang hatimu inginkan."

"Renia Misha... Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, Arkanava Kardia..."

Setelah selesai melepaskan celana dalamnya, Ren naik ke pangkuanku, menghadapku. Kami dari tadi masih di kursi tempat awal kami duduk berdua. Dan sampai sekarang pun kami belum berpindah dari situ. Dengan hati-hati dan perlahan, Ren mulai membuka kedua pahanya di pangkuanku, mempertontonkan seluruh kewanitaannya.

"Ren... Cantik..."

"Terimakasih, Arka." Balas Ren dengan senyuman.

Setelah melihat vulva Ren, aku bahkan tidak mengira bahwa vulva ini sudah mengalami penyiksaan dan pelecehan yang berat di masa lampau. Karena vulva Ren terlihat sangat cantik, sangat rapi, dengan labia mayora yang kencang, labia minora yang rapi dan sama sekali tidak lebar, klitoris yang berwarna pink dan terlihat seolah-olah menantangku untuk menunjukkan seberapa tangguh penisku di hadapannya.

Setelah membuka selangkangannya lebar-lebar, Ren mulai menurunkan pinggulnya sambil mengarahkan penisku yang keras dan berdenyut ini untuk masuk ke dalam vagina Ren yang sudah dibanjiri cairan bening kental, yang bahkan sampai membasahi sekitar introitus vaginanya juga. Dan sesaat kemudian...

"Uhhh... Arka..."

"Oohh... Ren..."

"Aaahhh... Arka sudah masuk ke dalam tubuhku... Aku... Bahagia..."

Penisku masuk dengan santai, tanpa banyak hambatan. Vagina Ren masih terasa sangat rapat, cengkraman hangat dinding vaginanya terhadap sekujur penisku terasa sangat nikmat, tapi vaginanya memang sangat becek sehingga tidak sulit untuk memasukkan penisku ke dalamnya. Ternyata Ren sudah sangat horny. Kemudian setelah penisku masuk seluruhnya ke dalam vagina Ren, kami saling menatap satu sama lain.

"Arka... Jadikan aku wanita seutuhnya... Miliki seluruh ragaku, karena kamu sudah memiliki segenap jiwaku..."

"Ren..."

"Hanya Arka yang kucintai di dunia ini. Dan baru kali ini aku merasakan perasaan sebahagia ini... Aku mencintaimu, Arka..."

"Ren, aku berjanji akan selalu menjagamu. Dan kamu, berjanjilah akan selalu menemaniku dalam suka maupun duka."

"Aku... Janji... Hiks hiks... Akan Mmhh! Mmmmmm..."

"Mmmhhhmmm!"

Aku tak menunggu Ren menyelesaikan kalimatnya. Kalimat bullshit. Aku tidak perlu kata-katanya. Karena walau tanpa dia mengucapkannya, aku sudah tahu apa yang ada di hatinya. Langsung kucium bibirnya dengan sedikit kasar. Dan Ren membalasnya juga dengan menggebu.

Perlahan, Ren mulai menggoyangkan pinggulnya maju mundur. Memulai momen yang tak akan bisa kami lupakan. Momen dimana aku dan Ren menjadi satu dalam jiwa dan raga, untuk pertama kalinya.

"Mmhh... Mhh... Mmm... Mmhh..."

"Mmm... Mmm... Mmmh... Mmm..."

Gesekan dinding vagina Ren yang ditambah dengan cengkraman aktif yang diberikannya dengan cara mengkontraksikan otot-otot di sekitar vaginanya, membuatku menjadi gila. Pikiranku tidak bisa digunakan lagi. Yang ada di otakku hanyalah Ren, nikmat, Ren, nikmat.

"Mhm... Mm... Mmm... M-ah... Mmhm..."

"Mmm... Mmm... Mm... M-Arkah... Mmmhh..."

Kami masih berciuman di saat Ren menggoyang-goyangkan pinggulnya. Namun setelah sekitar sepuluh menit berlangsung, tiba-tiba Ren mengubah gerakannya, dari maju mundur, manjadi naik turun dengan setengah melompat.

*Plak... Plak... Plak... Plak...*

Muncul bunyi setiap kali pantat mungil Ren membentur pahaku. Bunyi yang begitu jelas terdengar. Tapi aku sudah tak peduli lagi Syla dan Cimot bangun atau tidak. Otakku, hanya terisi dua kata. 'Ren' dan 'nikmat'.

"Mmhh... Mmhhh... Mmm..."

"Mmm... Mmm... Mm... Mhm..."

Penisku bergesekan dengan dinding vagina Ren, lidahku bergulat dengan lidah Ren, klitoris Ren menggesek pubisku setiap kali ujung penisku mencolek cervix uteri-nya, dan liur kami beraduk jadi satu, mengalir keluar dari pinggiran bibir kami berdua tanpa terkontrol.

"Mhh! Mmmh! Mmh! Mmhh!"

"Mmh... Mmm... Mmmh! Mmh!"

Setelah sekitar lima belas menit Ren menghantamkan pantatnya ke pahaku dalam posisi seperti ini, ekspresinya sedikit berubah. Dahinya mengernyit, alisnya mengkerut, nafasnya semakin cepat, diiringi gerakannya yang semakin kasar hingga membuat kursi yang kami duduki menjadi bergoyang dan mengeluarkan suara *ngrek ngrek*.

"Phah! Arkah... Arkah... Arkaahhh!"

"Ren... Ah... Ah! Ahh!"

"-Kiiaaaaahhhhh!"

Ren, berteriak tertahan sambil badannya melengkung ke belakang dan kepalanya menengadah ke atas. Seluruh tubuhnya berkontraksi secara ritmis, lalu setelah dia mulai lemas, Ren menyandarkan tubuhnya ke pelukanku.

"Hakh! ...Hak! ...Khah! ...Uuu... Arkah... Ahh..."

"Hah... Hah... Ren... Udah... Orgasme?"

"Udah... Hah... Arkah... Belum?... Hah..."

"Renh... Ayoh... Turun... Ke lantai..."

Aku belum keluar lagi! Aku sulit untuk orgasme jika posisinya tidak nyaman seperti tadi. Aku harus pindah ke lantai, karena tidak mungkin ke kasur, nanti yang lain bangun.

Karena Ren sudah kelelahan setelah orgasme barusan, dan juga karena sudah selama hampir setengah jam bercumbu dalam posisi Woman on Top, akhirnya kuangkat Ren yang masih terkulai lemas di pelukanku, tanpa mengeluarkan penisku dari vaginanya yang sudah semakin becek akibat orgasme barusan. Ren kuletakkan dia di lantai dengan perlahan...

"Arkah... Bebas... Mauh... Melakukan apapun... Kepadakuh..."

"Sekarang waktunya aku mengatakan, giliranku."

"Hihihih... Aku... Cinta... Arka..."

Setelah kubaringkan Ren di lantai dengan posisi mengangkang, dan penisku yang dari tadi masih di dalam vagina Ren tetap keras berdenyut, kumulai goyangan pinggulku maju mundur menggerakkan piston yang menggerus dinding vagina Ren dan menghantam cervix uteri Ren.

"Akh... Ahh... Arkaa... Ahhh..."

"Ren... Enak... Sayang... Ohh..."

Sensasinya berbeda antara Ren yang memegang kendali seperti tadi atau aku yang mengambil alih seperti saat ini. Tadi rasanya aku sebagai raja yang dimanja para dayang-dayang kerajaan. Dan sekarang, aku merasa seperti seorang penjajah perkasa yang sedang mengeksploitasi daerah jajahannya.

Ren yang sedang kuzinahi di hadapanku, bagian bawah tubuhnya terbuka, dan bagian atas tubuhnya masih mengenakan pakaian lengkap. Aku kurang suka seperti ini. Aku lebih memilih full skin-to-skin daripada setengah telanjang.

"Ren, buka bajumu ya..."

"Uhm..." Jawab Ren sambil mengangguk dan langsung membantuku membuka bajunya.

Aku masih menghujamkan penisku berkali-kali, non-stop, ke vagina Ren, sambil melucuti pakaiannya. Kaos yang dipakai Ren sudah kulepaskan. Bra Ren, adalah bra dengan model yang dibuka di depan. Mempermudah urusanku!

Setelah kubuka kaitan di bagian depan bra nya, terpampanglah dua payudara indah berukuran sedang yang terlihat sangat bersih. Kulit dadanya yang bersih, areolanya yang berwarna coklat muda, putingnya yang sudah mengeras dan sedikit menonjol, membuat silau mataku seperti saat membuka jendela kamar di pagi hari ketika baru bangun tidur.

"Seluruh tubuh Ren... Sangat cantik dan indah..."

"TErimAKasIH, saYAng..." Balas Ren dengan suara yang tersentak-sentak akibat benturan-benturan keras pada selangkangan kami.

Tidak akan kubiarkan kedua payudara indah itu tersia-siakan. Kedua tanganku langsung mencengkram kedua payudara Ren. Dulu hanya kupegang dari balik pakaian, baru kali ini aku memegang payudara Ren yang nyata seutuhnya, kulit menyentuh kulit, dan kali ini aku bisa memastikan, ukuran payudara Ren memang benar-benar pas di tanganku. Dengan tingkat kekenyalan yang juga sangat pas.

"Ahh... Ahh... Uh... Uhh... Enak sayang..."

"Ren... Ahh... Enak... Sayang... Ren..."

Setelah puas bermain dengan kedua payudaranya sambil menggoyangkan pinggulku non-stop, kurendahkan badanku hingga dadaku menyentuh dada Ren. Wah, dada Ren terasa hangat dan kenyal di dadaku. Kuselipkan kedua tanganku di belakang bahu Ren, dan kupeluk dia sambil terus memompa penisku ke dalam vagina Ren. Seluruh tubuh mungil Ren kini telah kupeluk dan kumiliki. Hanya aku pemilik tunggal gadis di hadapanku ini!

"Ah... Ren... Aku... Mau... Keluar... Ahh..."

"Arka... Lebih cepat... Arka... Aku... Mau... Keluar lagi..."

Setelah bercinta di lantai selama dua puluh menit, aku mulai mendekati orgasmeku yang kedua. Dan tidak kusangka sebelumnya, ternyata Ren juga sudah mendekati orgasme keduanya malam ini. Tanpa pikir panjang, kuangkat badanku hingga tegak kembali, kukerahkan semua sisa tenaga yang masih ada di perut, paha, dan pantatku untuk memberikan serangan terakhir. Hentakan-hentakan yang lebih kasar membombardir seluruh isi vagina Ren.

"Ha! Ah! Ah! Hah! Ren! Hah! Cintaku! Ah! Ahh! Hahh!

"Ak! Akk! Hak! Arka! Sayangku! Ak! Hakk! Hahkk!"

"Hah! Huh! Huh! Ahk! Reeen!!! Khaaaaaakkkkkkk!!!!!"

"Ih! Ih! Oh! Akkh! Arkaaa!!! Kiiyyaaaaaaahhhhh!!!!!"

CRRROOOOOOTTTT CRROOOTTTTT CRRROOTT CROOTT CROT CROT...

Sambil meremas kedua payudara Ren dengan cukup kuat, kuhujamkan batang keras dan berdenyut di selangkanganku ke dalam vagina Ren sedalam mungkin, jika perlu hingga menembus fundus uteri-nya. Kusemburkan seluruh sperma yang masih tersisa, mengisi ruang di antara penisku dan vagina Ren.

Tubuh Ren kembali mengalami kontraksi ritmis seperti yang dialaminya ketika orgasme sebelumnya. Selama beberapa saat, kami hanya diam menikmati orgasme kami berdua. Aku jatuh ke pelukan Ren, tak ada lagi tenaga yang tersisa di tubuhku. Kini, terdapat jejas memar berwarna kemerahan pada kedua payudara Ren akibat kuremas terlalu kuat ketika ejakulasi. Tapi tidak sampai melukainya.

Kami berdua, mencapai klimaks di waktu yang nyaris bersamaan. Kami tak peduli apakah suara kami membangunkan yang lain atau tidak. Kami hanyut di dalam ombak samudera asmara. Hal-hal yang lain tidak penting bagi kami.

Setelah mengambil nafas, Ren berkata...

"Arka... Aku dan Syla udah membicarakan ini..."

"Eh? Apa yang kalian bicarain di belakangku? Hahaha.." Gaya bicaraku kembali santai setelah selesai berhubungan sex, aneh.

"Kalau suatu saat nanti kamu akan menikahi Syla, aku bersedia menjadi yang kedua."

"Oh... Haha... Masalah ini kita bahas nanti aja kalo waktu itu udah datang ya, Ren. Aku sayang Syla, aku juga sayang Ren. Tapi sekarang, aku belum mikir buat nikah atau sejenisnya."

"Iya nggak apa-apa. Sampai waktu itu tiba, izinkan aku untuk selalu menemani Arka."

"Yang jelas, aku nggak ada rencana untuk ninggalin kalian berdua, eh, bertiga."

"Hihihi... Terimakasih sayang..."

"Terimakasih kembali...... Sayang."

***

Syla, dari tadi hanya berpura-pura tidur, tidak ingin mengganggu mereka berdua. Bagaimana dia bisa tidur kalau di kamarnya berisik seperti itu?

Syla juga menjaga Cimot, yang ikut terbangun karena berisik, agar cimot tidak melihat apapun yang sedang dilakukan oleh Ren dan Arka, dan agar cimot juga pura-pura tidur supaya tak mengganggu Arka dan Ren.

Di dalam hati, Syla berkata. Mungkin, saat ini Ren sudah berhasil mendahuluiku. Tapi, aku juga akan melakukannya dengan Arka di kesempatan yang akan datang!

_______________________________________

Terimakasih sudah membaca!