Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 15 - Chapter 12

Chapter 15 - Chapter 12

"Fuuuu~ syuuuu~ unyamunyam~ Arka geliii~ fuuu~ syuuu~"

Setelah melakukannya dengan Ren, kami berdua mengobrol sebentar tentang topik-topik ringan sambil bercanda, sebagai pengantar tidur. Senyum tak pernah lepas dari wajah Ren selama kami mengobrol. Sepertinya, mimpinya yang gelap telah kembali diterangi cahaya mentari pagi.

Ya, syukurlah kalau memang aku sudah mengembalikan lagi keceriaan dalam hidupnya yang telah lama ia lupakan. Dan kini, Ren terlelap sambil memelukku, senyuman masih belum luntur dari wajahnya.

Bagaimana denganku? Kedua lututku terasa sedikit nyeri karena berlutut di lantai yang keras tanpa alas dalam waktu yang tidak sebentar. Tapi worth it, karena aku merasakan kepuasan yang maksimal hahaha...

Aku tak bisa tidur. Dari tadi sudah kupejamkan mataku, tapi pikiranku tidak mau berhenti memproses segala informasi entah apa itu, membuatnya segar terjaga. Terus seperti itu, sampai sebuah topik melintas di pikiranku. Topik simple yang seharusnya dari awal sudah kupikirkan.

Topik itu adalah, apa yang ingin kucapai dengan hidup di sini? Apa tujuan yang ingin kudapatkan di sini? Sesungguhnya aku tidak tahu pasti. Bahkan, aku tidak berniat untuk bisa kembali ke duniaku yang sebelumnya. Aku nyaman di sini, dan aku enjoy melakukan semuanya. Terus terang saja, kehidupanku di duniaku sebelumnya, bagiku itu tidak menyenangkan.

Siapa juga yang ingin kembali ke kehidupan yang tidak menyenangkan, jika aku sendiri bahagia hidup di dunia ini. Belum lagi ada Syla dan Ren, dark elf dan manusia rubah yang cantik itu. Manis, menyenangkan, dan ditambah lagi mereka berdua suka padaku.

Dari awal, hanya dua hal yang menjadi tujuan hidupku, praktis dimanapun aku hidup, yaitu... Pertama, aku ingin hidup santai dan menikmati setiap liku perjalanan hidupku. Kedua, aku ingin berguna bagi semua orang di sekitarku. Dan ini juga merupakan doaku yang didengar oleh Dewi Nyx.

Aku bukan seperti protagonis yang ada di light novel atau anime, yang berjuang menyelamatkan suatu kaum dari raja iblis. Raja iblis saja belum ada kabarnya di sini. Ada juga yang ingin kembali ke dunia aslinya. Blehhh... Lalu ada juga yang ingin menjadi orang terkuat. Terus setelah itu apa?

Aku bingung jika harus menentukan tujuan hidup. Sepertinya untuk saat ini, aku akan mengikuti kemana arus membawaku. Untuk saat ini, aku hanya fokus kepada tingkatan plat petualangku, harus kutingkatkan sampai Diamond. Setelah itu tercapai, kita pikirkan nanti. Mungkin aku jadi tentara bayaran? Atau jadi pembunuh bayaran? Jadi Demon Lord? Atau membangun sebuah dungeon? Nanti saja kita pikirkan.

"Hooaaahhh..."

Akhirnya aku bisa merasakan kantuk juga. Malam ini aku hanya tidur dengan Ren. Setiap jengkal di seluruh tubuh Ren masih terbayang di pikiranku. Setiap sentuhannya juga masih terasa samar-samar. Tapi aku harus tidur.

***

"Arkaaa... Sylaaa... Sarapannya udah selesai... Cimot makan juga yuk..."

Ren adalah orang yang pertama bangun. Ren seperti orang yang berbeda. Wajahnya berseri, senyum manis selalu menghiasi wajahnya. Kulitnya juga terlihat lebih mulus dan cerah. Ren seperti terlahir kembali menjadi pribadi yang berbeda. Apakah ini efek semalam?

Aku bangun, lalu Syla juga bangun. Aku masih mengantuk. Syla, sepertinya ada yang aneh dengannya. Ada kantong hitam di bawah matanya, seperti orang yang begadang semalaman. Padahal dia terlihat tidur pulas saja tadi malam.

"Eh! Aduh Arka pegangin bentar!"

"Syl, kamu kenapa, Syl?"

"Nggak tau, pas baru bangun tadi rasanya kayak mau jatuh. Dulu aku juga pernah kayak gini, dibawa tidur aja seharian trus membaik sendiri."

"Oh dulu juga pernah kayak gini ya... Sini Syl coba kuperiksa."

"Di sini?"

"Naik ke kasur, duduk membelakangi pinggiran kasur, kakinya lurusin."

"Gini?"

"Iya."

Lalu kuposisikan diriku berdiri di belakang Syla.

"Syl, noleh ke kanan. Ok. Aku pegangin, langsung tiduran ya. Satu, dua, tiga. Ok. Ikutin perintahku ya."

"Apapun akan kulakukan untuk Arka."

"Jangan becanda dulu."

"Hehee..."

Dengan memegangi kepala Syla sambil memberikan perintah kepadanya, aku melakukan tes Dix-Hallpike, dan hasilnya Syla positif vertigo.

"Kamu punya vertigo, Syl. Ayo ikutin lagi aku ya. Ini buat ngeredain pusingnya."

"Siap bos."

Kulakukan manuver Epley kepada Syla. Dia mengikutinya dengan benar. Hanya saja, konsentrasiku sedikit terpecah oleh pemandangan belahan dada Syla ketika dia berbaring. Gemas.

"Ok, duduk diem dulu disini sampe kubilang boleh gerak ya..."

"Siap bos!"

Sekitar sepuluh menit kemudian, Syla kuperbolehkan bergerak.

"Gimana pusingnya, Syl?"

"Lumayan udah jauh mendingan. Walopun masih ada dikit sisanya kayaknya. Arka, sini bentar."

"Ha, apa?" Kataku sambil berjalan ke dekat Syla.

Tiba-tiba, Syla menarik tanganku. Aku tidak siap dan keseimbanganku goyah. Lagi-lagi, Syla berhasil mencuri sebuah ciuman dariku.

"Mmmhh..."

"Mmmm-pahh..."

Setelah berciuman sebentar, aku melepaskannya, karena malu dilihat Cimot dan Ren.

"Syla ngagetin aja."

"Kepalaku pusing karena kurang tidur. Arka tau kenapa aku kurang tidur?" Syla berbisik di dekat telingaku.

"Eh..."

"Iya."

"Eh? Serius?"

"Kalian berdua berisik." Syla masih berbisik.

"Eh... Maaf, Syla!"

"Pokoknya, aku nggak mau kalah!"

"Ma-maksudnya?"

"Pikir aja sendiriii Arka jelek!"

Haha... Hahaha... Ternyata mereka terbangun setelah mendengar kami berisik, tapi tidak mau mengganggu kami berdua. Rupanya kami memang berisik tadi malam. Hahaha... Dan Syla tidak mau kalah. Hahaha... Sejak kapan aku jadi piala bergilirnya mereka? Mungkin lain kali akan lebih baik jika aku membayar kamar lain untuk melakukan hal tersebut.

"Arka, Syla, kenapa?"

"Ahaha nggak apa-apa, Ren!"

"Yuk Syl, Ren, Cimot juga, kita sarapan bareng!"

"Tuh kan kalian gitu deh..." Eh, sejak kapan Ren berbicara dengan gaya bahasa yang santai seperti ini? Apa aku sudah merusak Ren yang dulu sangat sopan dan pemalu itu?

"Waah enak nih sarapan bikinan Ren!"

***

Selesai sarapan, kami kembali membahas nama baru untuk Cimot. Ren menyumbang nama 'Scarlet', alasannya simple, yaitu karena Cimot memiliki warna scarlet yang berarti warna merah tua.

Syla menyumbang nama Ruby. Ruby merupakan sejenis batu mulia yang bernilai tinggi. Beberapa di antaranya memiliki kapabilitas untuk meningkatkan potensi magic, sehingga sering dijadikan komponen utama pada pembuatan magic wand atau magic staff.

Dari kedua nama itu, Cimot tidak tahu siapa yang menyumbang nama apa. Jadi, aku sodorkan kedua nama itu kepada Cimot, dan kusuruh Cimot memilih. Cimot bingung, aku tidak mau membantu memilihkan namanya.

Tapi setelah satu jam berguling-guling dan mondar-mandir berpikir untuk memilih nama, Cimot memilih Ruby. Langsung Syla melompat kegirangan. Ren? Dia tidak kecewa, malah, dia tersenyum. Dari awal kami baru bangun tidur, dia memang selalu tersenyum. Mood Ren sedang sangat bagus setelah kejadian tadi malam. Tapi, Ren tetap menjaga sikapnya terhadapku jika di depan umum, tidak seperti seseorang.

'Arka, nama Cimot tetep Cimot kan?' Datang telepati dari Cimot dengan nada sedih.

'Tenang aja, nama Cimot akan selalu Cimot. Ruby itu cuman nama panggilan Cimot aja. Anggap aja nama palsu. Oke?'

'Uhm!' Suara Cimot kembali terdengar ceria via telepati.

Anyway, mulai sekarang Cimot akan dipanggil Ruby. Tapi untuk obrolan eksklusif antara aku dan Cimot, aku akan tetap memanggilnya Cimot.

***

Setelah selesai dengan segala persiapan, kami memutuskan mulai mengambil misi Copper untuk meningkatkan plat kami sesegera mungkin. Tawaran bantuan dari Erazor sepertinya tidak akan kumanfaatkan untuk sementara ini. Karena aku ingin menikmati semua petualanganku sepenuhnya, dari bawah, tanpa jalan pintas.

Sebenarnya sangat berkebalikan dengan keinginanku untuk hidup santai. Namun selama aku menikmatinya, tidak masalah buatku. Selain itu, kami juga harus meningkatkan level Ruby. Memulai dari misi Copper sepertinya pas untuk perkembangan level dan skill Ruby.

Kami bergegas pergi menuju guild, full team, kali ini tidak ada yang ditinggalkan. Ruby ikut, lengkap dengan kaos spandex longgar tapi memiliki defense tinggi, yang baru kubuat. Tidak lupa rantai di lehernya, semua kubuat menggunakan Darkness Creation.

Sesampainya di depan guild, seperti biasa, isinya terdengar sangat ramai dan penuh keceriaan. Dan nanti setelah aku masuk, pasti mendadak menjadi hening. Aku sudah terbiasa dengan hal ini.

"Ruby, kamu baru pertama kali kesini kan? Tetep di deket aku ya, jangan ngelakuin yang nggak kuizinin."

'Siap Arkaaa'

"Hihi... Ruby lucu ya..."

"Niruin kamu, Syl."

Kami membuka pintu guild dan melangkah dengan santai menuju papan misi. Syla yang (selalu) menggandengku, Ren yang berjalan di sampingku membawa gerobak kecil merchant, dan Ruby berjalan di belakangku.

"..."

"..."

"..."

Semua orang di sekitar kami hening. Tapi karena sudah biasa seperti ini, aku, kami, cuek dan tidak mengambil pusing tentang apapun yang terjadi di sekitar kami. Sambil berjalan, aku bisa melihat Bocah Gila yang kemarin menyerang kami membabi buta, sedang dikelilingi banyak petualang lainnya.

Gigi incisivus-nya yang lepas itu benar-benar tak kembali lagi, membuat senyumannya terlihat sangat lucu. Sepertinya Heal dan Recovery dari light magic tidak bisa mengembalikan anggota tubuh yang sudah hilang. Entahlah jika ada skill light magic yang lebih tinggi lagi.

Kerumunan petualang yang mengelilingi Bocah Gila di sudut bangunan guild ini tidak melihat kami datang, sehingga mereka tetap berisik. Sepertinya mereka sedang memuja-muja kehebatan Bocah Gila itu. Kubiarkan saja, terserah mereka mau apa, bukan urusanku.

Aku berjalan ke depan papan misi membawa Ruby, mencari misi yang sesuai untuk latihan Ruby, yang sekaligus memberikan upah lumayan. Ren dan Syla tidak mau menggangguku, jadi mereka berdiri sedikit jauh dariku, melihat-lihat magic scroll (kertas gulung berisi magic sekali pakai) yang dijual di guild.

***

"Tuan Alex! Ceritakan tentang pertarunganmu dengan Ice Giant King!"

"Ahahaha... Tidak perlu kuceritakan, itu hal yang biasa saja."

"Kalau begitu, ajari kami magic yang bisa membantu kami untuk berpetualang!"

"Hmm... Boleh juga. Tapi mungkin tidak sekarang. Bagaimana kalau besok atau lusa kuadakan kelas magic untuk mengajari petualang-petualang yang ada disini?"

"Wah, aku ikut!"

"Aku juga ikut!"

"Kami ikut juga Tuan Alex!"

"Hahaha... Tenang, semuanya boleh ikut!"

Alex memang masih muda, tapi gelar bangsawannya membuat dia dipanggil dengan 'tuan'.

Alex dikerumuni sebagian besar petualang yang ada di guild ini. Walaupun dia masih muda, tapi ketenarannya sudah menyebar luas ke seluruh kerajaan tetangga. Terutama tentang pertempurannya dengan seratusan monster raksasa es yang menyerang salah satu kota di Kerajaan Goliath.

Dari pertempuran itu, yang paling terkenal adalah pertarungan hidup dan mati yang dilakukannya dengan pemimpin monster raksasa es itu. Ice Giant merupakan monster kelas D barisan menengah kebawah, sedangkan Ice Giant King, pemimpinnya, merupakan monster kelas C barisan tengah, sedikit lebih lemah daripada Common Dragon pada umumnya.

Alex berhasil mengalahkannya dalam pertarungan satu lawan satu. Pertarungan mereka tampak begitu menakjubkan dan terlihat sengit. Efek dari kekuatan serangan dan magic yang ditimbulkan, terlihat sangat megah di mata semua orang yang menjadi saksinya.

"Wah, ada Dark Edge..."

"Jangan buat mereka marah!"

"Iya, Dark Edge yang itu..."

Alex mendengar beberapa orang berbisik. Mereka membahas tentang Dark Edge. Apa itu Dark Edge? Alex penasaran.

"Hei kamu! Apa yang kamu bicarakan?"

"Ti-tidak, Tuan Alex! Itu, ada Dark Edge... Mereka adalah party yang paling ditakuti di sini. Setiap orang dari mereka bisa menaklukkan petualang plat silver dengan tangan kosong, padahal mereka sendiri saat itu hanyalah petualang plat Iron. Dan sepertinya baru-baru ini mereka mendapat promosi ke plat Copper."

"Wah, menarik... Dimana mereka?"

"I-itu mereka, Tuan Alex, di dekat papan misi Copper..." Ucap seorang petualang plat iron sambil menunjuk ke arah dimana party Dark Edge berada.

"..." Alex berusaha melihat dari sela-sela kerumunan orang.

"HAH!?" Wajah Alex berubah menjadi memerah setelah melihat ke arah Dark Edge, yang ternyata berisikan dua orang wanita yang menyelamatkannya kemarin.

"Minggir. Tolong kalian minggir, aku mau lewat."

Semua orang yang mengerumuninya, membuka lingkaran kerumunan itu untuk memberi jalan kepada Alex. Alex pun segera melangkah ke lokasi dimana semua anggota Dark Edge tersebut sedang berdiri.

"Nona Syla! Nona Ren! Kita bertemu lagi... Terimakasih karena telah menolongku kemarin, aku berhutang kepada kalian!"

"Oh, nggak apa-apa, itu hal yang alamiah dilakukan semua orang. Nggak usah berhutang apapun." Jawab Syla dengan nada santai.

"Iya Tuan Alex, tidak usah dipikirkan." Ren sambil tersenyum.

Hati Alex langsung terasa hangat setelah mendengar suara dua orang gadis yang menyelamatkannya kemarin. Dia merasa bahwa, dia harus membalas kebaikan mereka berdua. Dan di dalam hati Alex, mereka berdua adalah 'cinta pertama'.

"Tolong, Nona Ren, Nona Syla, izinkan aku membalas sedikit saja kebaikan kalian. Biarkan aku mentraktir kalian berdua, sebut saja apapun yang kalian ingi--!"

"Syla, Ren, kita ngerjain misi ini aja. Membasmi segerombolan monster serangga kelas E yang ngerusak lahan pertanian dan nyerang penduduk desa di dekat sini... Loh, ada Bocah Gila yang kemaren."

Alex langsung terdiam melihat sosok yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Sosok pria berpakaian hitam-hitam yang membawa seekor anak naga kemana-mana. Emosinya sontak terbakar, melupakan semua pelajaran yang telah dihantamkan ke wajahnya kemarin.

"Kau-! Nona Syla dan Nona Ren! Menjauh dari orang ini! Dia sangat berbahaya!"

"..."

"..."

Ren dan Syla hanya diam, bingung, masih mencerna apa yang diucapkan oleh Alex.

Namun... Tanpa menunggu respon mereka, Alex langsung menyerang Arka dengan magicnya.

"Dragon Thunder!"

*Bzzz--*

Baru mengumpulkan energi magic listrik di ujung magic wand-nya, belum sempat menembakkannya ke pria berpakaian serba hitam itu, pandangannya seketika berpindah ke langit-langit, disertai nyeri pada dagunya.

*Bletak!*

"Ghaahh!"

Alex dipukul dari bagian bawah dagunya hingga jatuh terhempas. Untuk sesaat, kesadarannya menjadi kabur, seperti nyawa yang terlepas sekejap dari jasadnya, lalu kembali lagi kepadanya. Setelah kesadarannya mulai stabil lagi, dia melihat siapa yang melakukan itu kepadanya. Ekspektasinya, pria berpakaian hitam itulah yang melakukannya.

Tapi yang tidak disangkanya, dia melihat Syla yang berdiri di depannya dengan kepalan tangan kanan yang baru saja diturunkannya lalu berbalik dan berjalan ke arah pria berpakaian hitam. Yang dilakukan Syla berikutnya, membuat Alex menjadi bertambah bingung dan terkejut. Alex melihat, Syla menggandeng lengan kanan pria berpakaian hitam itu dan kemudian bersandar dengan nyaman di bahunya.

"Syla cepet juga. Baru aku mau gituin dia, tapi malah keduluan hahaha..." Kata pria berpakaian hitam itu kepada Syla yang sedang menggandeng lengannya.

Syla menatap Alex dengan tatapan seperti sedang melihat kotoran anjing yang diare, dan berkata...

"Aku memang menyelamatkanmu kemarin. Tapi kalau kamu mencoba melukai tunanganku, berikutnya aku akan mematahkan rahangmu."

"Ap-... Tu-tunanganmu? Pria itu?"

"Hmh!" Syla memalingkan wajahnya dari Alex, lalu tersenyum manis ke arah pria berbaju hitam itu.

"No-nona Ren! Jangan-jangan..."

Ren tersenyum kepada Alex, bukan senyuman ramah tapi senyuman mengejek. Lalu Ren melangkah ke arah pria yang digandeng Syla. Kejutan lagi, kini Ren juga ikut menggandeng lengan kiri pria itu sambil tetap tersenyum ke arah Alex, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Ugh..." Dengan wajah kecewa bercampur putus asa, Alex berdiri kemudian berjalan tertunduk, keluar dari guild itu.

***

"Oi... Dark Edge menghajar Tuan Alex..."

"Bukan pemimpinnya, tapi hanya anggotanya saja sudah mampu menghajar Tuan Alex!"

"Menyeramkan..."

"Mereka... Plat Copper?"

"Ada desas-desus, mereka keturunan iblis..."

"Yang benar saja..."

Biasa, bisikan-bisikan para penggosip setiap kali kami melakukan sesuatu, sudah mulai terdengar lagi.

"Gimana gaes, berangkat nyelesein misi ini?"

"Umm... Demon Mantis... Kayaknya bagus buat Ruby."

'Ruby mau bertarung! Yaaay!'

"Hihi... Ruby, sabar. Nanti kalau udah ketemu musuhnya, dan aman, Ruby boleh bertarung."

'Cimot, inget, kalo aku bolehin, baru kamu boleh bertarung ya...'

'Okay!'

"Yuk, gas!"

***

Kami berjalan menuju arah barat, dimana terdapat informasi yang menunjukkan dimana kawanan Demon Mantis itu berada. Ren kembali melepaskan gandengannya dan menarik gerobak kecilnya lagi. Syla? Tetap 'bergelantungan' di lenganku. Membuat aku agak sulit berjalan. Ruby, terlihat sangat bersemangat karena ini misi penaklukan perdananya.

Untuk sampai ke Desa Erb, desa yang meminta bantuan pertolongam kepada petualang, memakan waktu satu hari perjalanan darat. Kami bertiga menunggangi kuda dengan santai, sementara Ruby berjalan kaki, sebagai bentuk latihan fisik kepadanya. Ruby juga bisa berlatih terbang selama perjalanan kami.

Kami membeli kuda biasa untuk perjalanan seperti ini. Harganya 1BG 5BS per ekor. Tabungan selama menjalani misi perbaikan Kota Dranz yang sudah kami tabung, kami gunakan untuk membeli kuda.

Setiap beberapa jam sekali, kami berhenti untuk sekedar beristirahat sejenak dan menikmati pemandangan alam perbukitan di sekitar sini. Selama perjalanan, Ruby sudah berhasil menguasai pergerakan sayapnya untuk terbang selama sekitar 30 detik di udara. Sayapnya masih belum terbiasa terbang dalam waktu yang lama.

Akhirnya, kami sampai di Kota Erb pada malam hari. Menemui Kepala Desa untuk membicarakan tentang misi penaklukan Demon Mantis.

"Selamat malam, Bapak Kades. Kami tim petualang yang dikirim dari Kota Dranz untuk menangani kasus Demon Mantis."

"Se-selamat malam Tuan dan Nona sekalian... Sa-saya Kades Erb, Silvano. Terimakasih atas kedatangannya."

Aku melihat Kades ini seperti ketakutan melihat naga merah yang lincah di sampingku ini.

"Oh, Pak Silvano, tidak perlu khawatir dengan naga peliharaan saya. Gadis kecil ini sangat jinak."

'Cimot, duduk diem.'

'Iya hehe...'

"Ji-jinak ya... Baiklah. Karena sudah larut, bagaimana kalau saat ini Tuan dan Nona sekalian beristirahat dulu, kami sudah menyiapkan tempat beristirahat sementara di balai desa. Makanan dan minuman juga sudah disediakan. Besok pagi, saat kedua matahari sudah mulai terang, saya dan para saksi akan menemui Tuan dan Nona sekalian di balai desa."

"Jika seperti itu, kami terima tawaran Bapak dengan senang hati."

Malam ini, kami hanya makan malam lalu tidur. Mengisi sebagian energi yang terkuras selama perjalanan. Sebenarnya, telah disediakan tiga buah kasur lipat di lantai untuk kami masing-masing. Tapi dua orang gadis cantik ini, tetap saja memilih untuk tidur sempit-sempitan di kasurku. Malam itu, aku gagal mengisi energiku.

***

Pagi yang cerah. Pemandangan yang indah. Dua pasang gunung kembar sudah terbentang di hadapanku. Dua ekor monster betina dari ras dark elf dan manusia rubah ini, kalau sudah tidur sambil memelukku, mereka sudah tidak peduli lagi apa yang terjadi kepada tubuh mereka. Pagi-pagi, kepalaku sudah pusing, atas bawah.

Aku jadi berpikiran mesum. Aku mau meraba pantat mereka.

*Gyuut... Gyuut...*

"Hmmh..."

"Mmm Arka mesum..."

Buset. Mereka malah menikmati. Ya sudah, lanjut... Hehe. Pantat Syla penuh daging dan bulat. Pantat Ren lebih simple dan lembut. Keduanya sama-sama enak untuk dipegang-pegang. Yeah.

"Bangun bangun... Udah terang di luar..." Kataku, padahal jendela masih tertutup semua.

"Hooaaahhhmm nyam nyam..." Imutnya Ren kalau sedang bangun tidur.

"Uhhhhh... Kerja lagiiiiii-uhh..." Kata Syla sambil ngulet.

Kamipun segera mandi dan bersiap-siap. Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu. Aku yang pertama sudah siap berpakaian rapi, membukakan pintunya.

"Tuan, ini sarapannya..."

"Wah terimakasih, Bu..."

"Tuan, ada pesan dari Pak Kades. Katanya, beliau akan kesini sekitar satu jam lagi. Selamat menikmati sarapannya..."

"Baik, Bu, terimakasih."

Balai desa ini, bentuknya seperti aula, dengan ruangan yang lebih kecil di belakangnya. Sepertinya aula tersebut digunakan untuk pertemuan besar, sedangkan ruang kecil yang kami tempati ini merupakan ruang pertemuan yang lebih privat.

Aku masuk ke dalam kamar dengan membawa sarapan yang diberikan kepada kami. Ren dan Syla masih mengenakan pakaian dalam mereka, belum sempat memakai pakaian luar. Melihat itu, aku terdiam mematung. Pasrah. Aku sudah siap dilempar dengan apapun. Aku sudah siap jika harus mati saat itu juga.

"Tadi siapa, Ar?"

"Arka, bawa apa?"

"Ah- Eh-... I-ini... Sarapan."

Ren menghentikan kegiatannya yang sedang memakai baju barusan, langsung menghampiriku dengan hanya mengenakan underwear. Syla, lanjut memakai baju seperti tidak ada yang terjadi.

"Arka, sini sarapannya aku hidangkan. Arka duduk aja."

"He? .... Kalian, nggak membunuhku?"

"Kenapa, Arka?"

"Emangnya kenapa kami harus membunuhmu?"

"Ini... Aku... Ngeliat kalian... Cuman pake pakaian dalam..."

"...pft." Syla menahan ketawa.

"Hihi... Aku nggak masalah. Arka udah ngeliat semuanya." Jawab Ren dengan senyuman manis.

"Ar, aku juga udah ngeliat kamu telanjang. Kamu juga udah pernah liat aku yang cuman pake pakaian dalam. Kayaknya sekarang kita udah nggak perlu lagi sok malu-malu gitu. Dan di atas semua itu, aku cuman bisa nikah sama Arka."

"O-oh..." Kalimat terakhirnya membuat bulu kudukku berdiri.

"""Selamat makan!"""

***

"Wah, hutan ini beda banget ya sama hutan Zurg..."

"Iya, Syl... Eh, Ren pernah kesini?"

"Uhm! Dulu, tempat tinggalku ada di sisi lain dari Hutan Alurg ini."

"Ren, orangtuamu tinggal di sana ya?"

Aduh, kenapa Syla malah bertanya ke arah situ... Tapi Ren tersenyum dan menjawabnya dengan santai.

"Orangtuaku udah meninggal dua-duanya sekitar dua tahun lalu, Syl. Rumah kami juga udah kebakar."

"... Maafin aku, Ren."

"Nggak apa-apa, Syl. Sekarang aku bahagia kok, karena ada Arka dan Syla, Ruby juga. Dan mungkin semua itu memang udah takdirku."

'Ruby udah bikin Ren bahagia ya? Ruby seneng hehee...'

"Iya, Ruby. Karena Ruby adalah naga yang baik. Selama Ruby jadi naga yang baik, Ren akan senang!"

'Iya! Ruby mau jadi naga baik!'

Kami memasuki Hutan Alurg. Hutan ini sangat berbeda dengan Hutan Zurg, terutama pada warna dasarnya. Jika Hutan Zurg memiliki warna dasar kehijauan, Hutan Alurg memiliki dasar warna kuning kecoklatan. Mungkin karena disini banyak jenis tanaman yang berwarna kuning kecoklatan.

Menurut Kades Erb dan beberapa saksi, setelah menyerang ladang desa, para kawanan Demon Mantis itu pergi masuk ke Hutan Alurg dan menghilang di antara pepohonan dan belukar. Jadi, mereka hanya menunjukkan dimana lokasi terakhir Demon mantis masih terlihat. Selanjutnya kami sendiri yang harus mencarinya.

"Ruby, gimana baju barumu? Nyaman nggak?"

'Nyaman kok Arka! Penutup kepala, leher, kaki, dan ekor Ruby juga nyaman!'

"Arka, pulang dari misi ini, Ren juga mau dibuatin baju dari Arka..."

"Syla juga! Syla juga!"

"Ok, nanti ya, ingetin."

Aku membuatkan full-body armor yang simple dengan Darkness Creation untuk dipakai Ruby, karena Ruby akan ikut bertarung. Kukatakan 'armor', tapi sebenarnya hanya seperti kain tipis yang longgar dan lentur seperti karet. Hanya saja kain tipis itu terbuat dari dark magic-ku sehingga sangat tahan dari serangan fisik maupun magic.

Dan hari ini juga, merupakan debut Sunset Aura sebagai atribut party kami yang kami kenakan bersama-sama. Aku mengenakannya sebagai syal, terkadang kujadikan penutup kepala. Syla mengenakannya dengan melingkarkan Sunset Aura dari bahunya, ke punggung, lalu ke bahu kontralateral, kemudian diikatkan di dadanya.

Ren mengenakannya dengan melingkari pinggang, seperti rok pendek, lalu diikat di sisi kirinya. Untuk Ruby, kubalutkan pada pangkal lehernya. Saat ini, Aku dan Ruby terlihat serasi. Dengan pakaian hitam-hitam, mengenakan syal Sunset Aura, dan siap beraksi. Efek dari Sunset Aura adalah, masing-masing dari kami mendapat tambahan Int sebanyak 5 poin.

'Arka, aku nyium bau aneh.'

"Bau aneh? Dari arah mana?"

"Krar..." Ruby sambil menunjuk ke arah jam 2.

"Sebentar, kalian diam dulu di sini. Darkness Sense."

Aku mengeluarkan Darkness Sense, lalu keluar asap halus berwarna hitam dari kedua tanganku, kuperpanjang menuju arah yang ditunjukkan Ruby tadi, kemudian kupejamkan mataku. Konsentrasi kufokuskan kepada dark magic-ku. Setelah beberapa detik berlalu dan AoE Darkness Sense semakin menjauh, aku menemukan sesuatu.

Kufokuskan penglihatanku pada ujung AoE dari Darkness Sense.

"Ketemu. Itu mereka, Demon Mantis."

"Ada berapa, Ar?"

"Lima ekor, Syl."

'Ruby boleh maju sekarang?'

"Belum. Kita susun strategi dulu. Ren, kamu punya alat buat menjerat salah satu Demon Mantis biar nggak bergerak? Mereka seukuran manusia, tapi kurus banget."

"Kemaren aku beli beberapa magic scroll. Salah satunya berisi Frost Claw. Bisa bekuin seluruh kaki monster, efektif buat semua monster dari kelas F sampai kelas E. Demon Mantis kelas E kan?"

"Iya. Ren, pake itu. Syla, kamu bawa Ensnare Arrow kan?"

"Aku bawa tiga, Ar."

"Sip. Jadi, mereka ada dua di kiri, satu di tengah, dan dua di kanan. Dua yang di kiri, akan kutangkap dengan Darkness Grip. Ren, yang sendirian di tengah. Syla, ikat salah satu yang di kanan. Nah sisa satunya lagi, itu tugas Ruby. Ngerti ya semuanya?"

"Iya, Arka."

"Siap bos!"

'Okaaaay'

"Hitungan ketiga, kita langsung sergap mereka ya. Satu... Dua... Tiga!"

"Kh!" *Fyuung wuz wuz wuz*

Ensnare Arrow ditembakkan, dan di tengah trayeknya, keluar dua buah tali yang memiliki bandul di setiap ujungnya, lalu berputar-putar menuju salah satu Demon Mantis seperti baling-baling helikopter, hingga membuatnya terlilit dan jatuh.

*Straak*

"Kiiiiiik!"

*Brugg*

"Darkness Grip."

"Kiikiiik!"

"Kiiiiiik!"

"Magic Scroll, Frost Claw!"

*Criing*

Dari magic scroll di tangan Ren, keluar tembakan magic elemen air, ke arah Demon Mantis yang berada di tengah, membekukan keempat kaki yang menopang tubuhnya sehingga dia tidak bisa bergerak.

"Krrooaaaarrrr!"

Ruby, dengan sigap langsung berlari dan melompat ke arah Demon Mantis yang masih bisa bergerak. Demon mantis itu menebaskan anggota gerak depannya, yang sangat tajam, ke arah Ruby yang sedang terbang menyeruduk ke arahnya. Kontak pun tak terhindarkan.

"Kiii-"

*Kraak!*

Leher Demon Mantis itu putus setelah diseruduk dengan kecepatan tinggi lalu digigit kuat oleh Ruby. Sepasang kaki depan Ruby mencengkram tubuh Demon Mantis itu, lalu dengan gigitan di bagian leher, Ruby menarik paksa hingga leher Demon Mantis itu putus. Setelah Demon Mantis itu mati, kami bertiga dapat melihat adanya fluoresensi kuning keemasan muncul menyelubungi tubuh Ruby untuk sesaat, lalu hilang lagi.

Ruby terkena tebasan senjata tajam Demon Mantis pada bahu kanannya, namun itu tidak menimbulkan masalah karena seluruh tubuh Ruby sudah aman terbalut dark magic-ku.

Demon Mantis berikutnya, yang tadi terkena Ensnare Arrow, kini sudah melepaskan diri dan sudah bebas bergerak lagi.

"Ruby, sekarang serang yang itu!"

"Krrraaaarrrr!" Suara imut naga ini terdengar lumayan gahar untuk tubuh sekecil itu.

*Bruurrrr*

Ruby kembali melompat dan terbang singkat, menuju Demon Mantis kedua di dekatnya, lalu mendarat di hadapan monster itu. Ruby berjalan perlahan mendekati Demon Mantis di hadapannya tanpa adanya sedikitpun keraguan di matanya. Demon Mantis itu tidak tinggal diam, dengan secepat kilat, dia menebaskan kedua lengannya secara bergantian ke arah Ruby, mencoba melukainya walau hanya segores.

Namun, apa yang dilakukan Ruby untuk menghadapi serangan itu? Tidak ada. Ya, Ruby hanya berjalan dengan santai sambil menerima semua serangan itu. Hingga akhirnya Demon Mantis berada di jangkauan kaki depan Ruby.

*Brakk*

"Kraarrr!"

Ruby, secara tiba-tiba melompat ke tubuh Demon Mantis, mendorongnya hingga jatuh, lalu menindihnya. Dengan cepat, ia langsung menggigit leher Demon Mantis, hingga putus. Dan lagi-lagi, muncul cahaya redup berwarna keemasan pada tubuh Ruby untuk sesaat lalu menghilang lagi.

Naga ini, tubuhnya kecil, tapi kekuatannya besar. Ruby sudah pantas untuk disebut 'Naga'.

"Ruby, bunuh ini yang udah kutangkep!"

"Krraarrrrr!"

Kejadian serupa, leher kedua Demon Mantis itu diputus oleh Ruby, membuat kepalanya yang gepeng itu terjatuh lalu menggelinding dan berputar-putar sebelum akhirnya berhenti, seperti uang koin yang jatuh di lantai.

Ketika fokus kami tertuju pada yang terjadi barusan, ternyata waktu efektif Frost Claw sudah habis, dan Demon Mantis terakhir sudah melarikan diri sejauh 50 meter.

Baru saja aku ingin mengejar Demon Mantis itu, dan Syla juga sedang membidik Demon Mantis itu dengan panahnya yang kemudian tidak jadi ditembakkannya karena melihat sesuatu. Tiba-tiba dari sudut mataku terlihat cahaya kemerahan. Setelah kulihat ke arah sumber cahaya itu, itu berasal dari mulut Ruby!

Ya! Ruby sedang mengeluarkan breath attack! Aku tidak pernah melihat Ruby mengeluarkan ini sebelumnya! Nagaku memang hebat...

"Kroooaaaaarrrr!"

*Bhuuufff!*

Bola api berukuran sekepalan tangan, terkonsentrasi, berwarna merah berpijar, ditembakkan oleh Ruby dari mulutnya. Bola api itu bergerak secepat tembakan panah Syla, kemudian tepat menabrak tubuh Demon Mantis itu dan membakar hangus hingga Demon Mantis yang terakhir itu mati.

Seperti tak bosan-bosan, cahaya keemasan muncul lagi di tubuh Ruby dan sesaat kemudian kembali lenyap. Apa itu? Ah itu nanti saja. Sekarang, kami sangat takjub melihat kemampuan tempur Ruby. Seperti sudah ada di genetiknya sejak dia masih di dalam telur, insting bertarungnya sangat tajam. Sekali lagi, nagaku memang hebat.

"Ruby! Kamu bisa breath attack? Sejak kapan?"

'Ehehehe... Baru bisa, Ren!'

"Kyaaa Ruby yang imut rupanya kuat bangeeettt!"

'Ehehehe... Makasih Syla!'

Aku dekati Ruby, kupegang kepalanya, lalu kuusap-usap dengan lembut.

'Cimot hebat. Cimot udah berusaha keras tadi.'

'Arka sayang sama Cimot?'

'Iya dong!'

'Hehehe...'

Kesalahpahaman pada percakapan singkat antara aku dan Ruby via jaringan telepati eksklusif barusan, akan merepotkanku di kemudian hari.

***

Ren sudah selesai mengumpulkan bagian tubuh yang lumayan bernilai, bagian yang digunakan sebagai bukti, dan juga magic crystal yang ada di dalam tubuh setiap Demon Mantis. Aku, Syla, dan Ruby juga ikut membantu Ren, namun Ruby lebih banyak bermainnya daripada membantu. Lumrah, masih anak-anak. Selain bagian tubuh yang akan kami jadikan sebagai bukti selesainya misi kami, akan dijual untuk dimasukkan ke dalam kas party. Semua itu, urusannya si rubah cantik.

Dan kami kembali ke Desa Erb, melaporkan misi ini kepada Kades untuk mendapat surat pengantar kepada guild yang menyatakan bahwa misi sudah selesai, agar kami mendapatkan bayaran atas misi ini.

Keesokan harinya, perjalanan pulang ke Kota Dranz, berjalan lancar tanpa masalah. Namun, sesampainya di Kota Dranz, masalah baru sudah menanti kami.

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

Terimakasih sudah membaca!

Nama penting di chapter ini :

-Hutan Alurg

-Desa Erb

-Ruby : nama baru untuk Cimot.

Medical Terminology

-Nystagmus : gerakan bola mata berputar atau bolak-balik tanpa disengaja.

-Dix-Hallpike : teknik pemeriksaan vertigo, lihat youtube.

-Vertigo : gangguan sistem keseimbangan tubuh sehingga jadi terasa seperti berputar-putar.

-Epley's maneuver : teknik penanganan vertigo, lihat youtube.