Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 21 - Chapter 18

Chapter 21 - Chapter 18

Halo pembaca! Tiba-tiba banyak kerjaan jadi baru sempat update.

Silahkan berbuat kebaikan dengan klik vote di bawah, terimakasih.

Selamat membaca!

_______________________________________

"Hai, Grista."

"A-! A-Arkaaaa! Huuuuaaaaaa!" Grista menangis dan reflex melompat ke Arka dan memeluknya.

"Ekk! eh! Aw, aw, tenang! Tenang dulu, Grista..."

"Huaaaaa~ aku pikir aku sudah matiiii~" Grista menangis dan menjerit di pelukanku.

"Grista, tenang, semua akan baik-baik aja kok..." Syla ikut menenangkan Grista dari sampingku.

"Hiks hiks... Tapi, Garen, Lukas, dan Fiana... Mereka..."

"Mereka masih hidup, coba kuperiksa dulu ya..."

"Nggak apa-apa, Grista... Selama masih hidup, berarti masih bisa diselamatkan. Ada Priest di luar, mereka bisa ngasih Heal dan Recovery." Syla menimpali.

"Hiks... Hiks... Iya..."

"Tapi, untuk sekedar berhati-hati... Hup! Hah!"

*Shiink*

*Dug* *gluglugluk*

Aku melompat dan menebaskan Kuroshi ke leher monster besar itu hingga kepalanya terlepas dari badannya lalu menggelinding di lantai.

"Ku-kuat... Hanya sekali tebas..."

Grista tampak terkejut melihat dekapitasi monster besar yang baru saja kulakukan dengan sangat mudah. Padahal, saat melawan party-nya tadi, seluruh tubuh monster itu terasa sangat kuat dan kokoh.

"Heeey! Kalian bertiga bisa jalan kesini nggak?"

Ada tiga korban. Pertama, aku akan melakukan triase dulu. Setelah kupanggil, ternyata tidak ada yang mampu berdiri sendiri dan berjalan ke tempat kami berdiri. Entah kenapa aku ingin melakukan triase. Mungkin hanya ingin mengetes sisa ilmu medis yang masih ada di otakku.

Triase terbagi menjadi 4 kategori. Hijau, kuning, merah, dan hitam. Hijau berarti hanya cedera ringan. Kuning, cedera yang belum butuh penanganan medis segera. Merah, butuh penanganan medis secepatnya. Hitam artinya tidak lagi membutuhkan penanganan medis, dengan kata lain, sudah meninggal.

Aku mendekati Garen yang terbaring di dekat posisi awal Grista ketika hampir dibunuh monster undead raksasa. Bukan kondisi fisik yang terlihat yang kuperhatikan. Tapi pernafasannya.

Syukurlah, dia masih bernafas. Dan nafasnya juga tidak terlalu cepat. Aku tidak membawa jam tangan ke dunia ini, jadi aku perkirakan saja. Pernafasannya sekitar 20-24 kali per menit. Aman.

Berikutnya memeriksa Capillary Refill Time (CRT). Kulepaskan sarung tangan di lengan Garen yang tidak mengalami deformitas, yang kanan. Kuku jari telunjuknya kutekan, lalu kulepas. Warna pucat pada kukunya akibat tekanan dari jariku, dengan cepat kembali menjadi pink. Perfusi, aman.

"Oi, Garen. Coba angkat tangan kananmu."

Garen mengangkat tangan kanannya sedikit. Dia mampu mematuhi perintahku dengan benar. Berarti, mental status Garen masih baik. Artinya, Triase Garen adalah kuning. Tidak membutuhkan penanganan segera.

Berikutnya, tidak jauh dari Garen, terbaringlah Fiana. Kudekati dia, sekilas kulihat kedua lengannya sudah tak berbentuk lagi. Tapi bukan itu yang akan kuperiksa.

Untuk Fiana, pernafasan spontan, 26-28 kali per menit, agak cepat tapi masih dalam batas aman. Mungkin karena dia kelelahan, pernafasannya jadi meningkat. CRT cepat. Masih mampu mematuhi perintah sederhana. Fiana juga kuning.

"Grista, Syla, bisa pasang bidai kan? Coba cari sesuatu di sekitar sini buat masang bidai di lengan kiri Garen dan kedua lengan Fiana." Kataku sambil berlari menuju posisi anggota terakhir party mereka yang posisinya agak berjauhan.

Aku tidak ingat namanya. Dan aku juga tidak begitu peduli. Yang kutahu, orang ini sangat pendiam dan tidak begitu sosial.

""Baik."" Syla dan Grista menjawab bersamaan.

Dia bernafas spontan. Tapi nafasnya cepat dan pendek. Sekitar 50-60 kali per menit. Wah, ini triase merah. Aku segera merobek bajunya dan memeriksa badan bagian depan, lalu memiringkan posisinya 90° dan memeriksa bagian belakangnya.

Aku melihat, adanya luka lecet disertai memar yang luas pada dada kiri orang ini. Juga terdapat pernafasan paradoksal di bagian yang memar itu. Flail Chest. Kemudian aku tekan dan raba semua tulang rusuk terutama di bagian yang mengalami memar.

*krek krekk*

"Aargh! Uhuk uhuk! Aargh!" Pemuda itu tampak kesakitan.

Terdengar dan terasa adanya krepitasi.

Ada flail chest. Seingatku, yang bahaya bukan flail chest-nya sendiri. Tapi komplikasinya. Salah satunya, yang bisa membuat nafasnya jadi pendek dan cepat ini, adalah tension pneumothorax.

Adanya kerusakan pada lapisan pembungkus paru yang membuat udara bocor keluar dari paru lalu terperangkap, tidak bisa dikeluarkan. Semakin lama semakin banyak udara yang terperangkap, sehingga akan semakin menyesakkan.

Sebaiknya kuperiksa saja, siapa tahu ada pneumothorax. Yah, semoga saja tidak ada.

Kutempelkan telingaku pada dada pria ini. Dada kanan, lalu kiri. Suara pernafasan pada dada kirinya terdengar sangat kecil, tak sekuat suara pernafasan pada dada kanannya.

Sepertinya memang ada pneumothorax. Hah. Apa yang harus kulakukan? Karena kalau terlambat, orang ini bisa meninggal. Turun dan harus melawan lagi monster yang kemungkinan sudah respawn dengan membawa tiga orang yang tidak bisa berjalan, adalah beban yang lumayan menyusahkan.

Hmm... Apa yang harus kulakukan... Aduh, di saat seperti ini malah ilmu medis yang pernah kupelajari, menguap lenyap semua.

Pneumothorax terjadi karena ada udara yang terperangkap dan tidak bisa keluar. Artinya, kalau kukeluarkan udara itu, maka bisa mengulur waktu dan menyelamatkan nyawa orang ini. Karena jika ada cukup waktu, sepertinya Priest bisa menyembuhkannya.

Tapi, bagaimana cara mengeluarkannya? Seingatku, harus ditusuk dengan sebuah jarum infus besar. Ok, aku akan buat jarum infus sekitar ukuran 14G-16G yang kokoh dengan ujung tajam menggunakan Darkness Creation.

Sekitar 2 menit, sudah jadi pipa kecil dengan ujung tajam berwarna hitam pekat, menyerupai jarum infus.

Tapi dimana ditusukkannya? Wah, aku malah lupa. Hahaha dasar bodoh. Ini akibat terlalu banyak nonton anime dan main game MMORPG, sehingga ilmu medis terlupakan semua.

Hmm... Aku sembarang tusuk saja. Seingatku, di bagian tengah dari sisi dada yang mengalami pneumothoraks, agak ke atas. Hmm... Mungkin, di daerah yang sejajar dengan angulus sterni?

Aku raba angulus sterni-nya, lalu aku tentukan posisi sejajarnya ke arah dada kiri. Di sekitar situ, aku cari celah antara dua rusuk. Dan, kutusukkan jarum infus tadi.

*Psssssuuuu*

"Wah! Berhasil! Hahaha..."

Entah lokasi yang kutusuk itu benar atau tidak, yang penting bisa mengurangi tekanan udara di dalam rongga dadanya.

Lalu, untuk flail chest-nya, aku fiksasi dengan membalutkan kain agak ketat dan lengannya kutempelkan di atas segmen yang mengalami flail chest.

Aku melihat Syla dan Grista sedang membalut bidai yang dipasang di lengan Garen dan Fiana. Sepertinya sudah hampir selesai.

Aku akan membawa Garen dan pria pneumothorax ini dengan kedua tanganku. Fiana kuserahkan kepada Syla. Syla memiliki Str jauh di atas 100 sehingga dia pasti bisa menggendong Fiana dengan mudah.

'Cimot, tolong bunuh semua monster yang nyerang nanti ya. Aku percayain semuanya sama Cimot.'

'Okay, Arka! Serahin semua sama Cimot!'

'Anak pinter...'

'Hehehee...'

Aku menginstruksikan Ruby via telepati sambil berjalan mengangkat pria itu di bahu kananku. Karena saat ini posisi kami berjauhan dan aku malas jika harus teriak-teriak.

"Syla, Grista, udah selesai?"

"Udah, Ar!"

"Ummm... Sedikit lagi..... Nah, udah..."

"Yuk kita turun secepatnya, tapi jangan lari nanti mereka kesakitan karena goyangan dan benturan pas lari. Ruby yang jagain kita."

"Ayo!"

"Baiklah."

"Yuhuuu..."

Ruby langsung berubah wujud dan kami berempat langsung berangkat untuk turun ke lantai dasar dan segera mencari bantuan Priest. Selama perjalanan turun, Ruby melakukan tugasnya dengan baik dan membersihkan semua undead yang menyerang.

Tidak lama, kami telah sampai di pintu masuk Undead Tower. Banyak petualang dan tentara sudah berkumpul di depan pintunya, termasuk Priest yang langsung mengobati tiga petualang babak belur ini dengan light magic, Heal dan Recovery.

Heal adalah skill light magic untuk menyembuhkan luka secara hampir instan, sedangkan Recovery adalah skill untuk menyembuhkan luka secara perlahan dan progresif. Heal memang memiliki efek hampir instan, tapi kemampuannya terbatas hanya untuk luka ringan hingga sedang. Sedangkan Recovery mampu menangani hingga luka berat.

Seandainya aku memiliki skill ini... Ah, tapi aku tidak ingin terjerat dalam segala aturan religi hanya untuk mendapatkan skill light magic. Dan, afinitas magic-ku adalah dark magic. Bertolak belakang dari light magic.

"Komandan Zerga!" Aku memanggil Zerga yang sedang sibuk menginterogasi Grista.

"Oh, ya, Tuan Arkanava. Ada yang bisa saya bantu?"

"Maaf sebelumnya, Komandan. Tapi sebaiknya urusan interogasi ditunda dulu karena sepertinya dia masih syok setelah semua yang terjadi pada party-nya malam ini. Mungkin besok pagi setelah dia beristirahat bisa dilanjutkan lagi. Kalaupun dipaksakan malam ini, informasi yang bisa didapat akan sangat terbatas karena kondisinya saat ini."

"Hmm... Tuan Arka benar. Baiklah, kalau begitu Nona Grista bisa beristirahat dulu. Besok pagi kita lanjutkan lagi karena saya harus membuat laporan kejadian ini untuk dikirimkan kepada Walikota."

"... Um." Grista mengangguk lemah dan berjalan kembali ke tendanya.

"Syl, kamu bisa nemenin Grista?"

"Ok, Ar. Kasian juga. Aku tau rasanya berdiri di depan gerbang kematian gitu. Untung waktu itu ada Arka. Dan yang tadi juga, ada Arka. Kok kamu selalu ada di waktu-waktu kritis sih, Ar? Jangan-jangan kamu deh penyebab semua masalah yang gawat gini hahaha..."

"Ya udah jangan ikut-ikut aku lagi."

"Beneran?"

"Udaahh sanaaaa... Temenin Grista sanaaa..."

"Hihihi..." Syla tertawa kecil sambil berjalan ke tendanya Grista, melambaikan tangannya kepadaku.

"Hooaaaahhhhh..."

Setelah semuanya beres untuk malam ini, rasa kantuk mulai menyusup ke kornea mataku, seakan memberi beban pada kelopak mataku, menjadi terasa berat. Mungkin aku memang harus beristirahat, karena sejak selesai jaga sampai sekarang belum beristirahat.

***

Di depan tenda milik Grista, Syla berdiri.

"Grista..."

"Siapa? Syla ya?"

"Iya... Aku masuk ya..."

"Masuk aja, Syl..."

Syla masuk ke dalam tenda milik Grista. Di dalamnya, Grista sedang duduk meringkuk sambil menutup badannya dengan selimut. Terlihat di wajahnya, bayangan akan teror yang dialami mereka di dalam Undead Tower tadi.

Hening yang berdenging menyelimuti seisi tenda. Syla bingung, harus memulai obrolan dari mana. Tapi, dia tetap akan mencoba memulai obrolan, untuk membantu menenangkan Grista dan supaya Grista bisa tidur dengan nyenyak.

"Grista, kamu pasti masih kepikiran yang tadi ya..."

"... Um."

"Untungnya, semua masih bisa diselamatin. Walaupun mereka bertiga masih perlu perawatan di tenda militer."

"..." Grista hanya diam.

"Grista nggak usah khawatir, nggak usah terlalu mikirin semua yang udah terjadi tadi. Yang paling penting, kalian semua udah selamat. Dan sekarang ini, sebaiknya kalian fokus dulu buat nyembuhin diri, baik fisik maupun mental. Semua masalah di belakangnya, akan bisa diselesaikan belakangan."

"..." Grista masih diam.

"Mungkin kamu nggak percaya, tapi aku juga pernah ngerasain gimana mengerikannya keadaan kayak gitu. Bahkan aku udah pasrah bahwa aku akan mati..."

"Eh?" Grista yang dari tadi merunduk tanpa ada sinar di matanya, kini mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Syla.

"Arka... Dia nyelametin aku dari kematian yang seharusnya udah nggak bisa dihindarin lagi."

"A-Arka?"

"Arka nyelametin aku, di saat aku hampir dibunuh oleh Helvaran."

"Hel-! Monster Helvaran itu!?" Mendengar nama Helvaran, Grista terperanjat, sesaat melupakan teror yang dialaminya barusan.

"Iya, mungkin kamu nggak percaya. Tapi aku bisa ngebuktiinnya. Arka itu, dia menyelamatkanku dan membunuh Helvaran sendirian. Aku liat sendiri bangkainya, dan nggak ada orang lain selain kami berdua di sana. Terus Arka ngasih ini buat aku..." Jelas Syla sambil mengeluarkan liontin kalungnya dari balik pakaian di dadanya yang terlihat menyesak itu.

"Indahnya... Ada cahaya merah..."

"Kamu tau ini apa?"

"Um um..." Jawab Grista sambil sedikit menggelengkan kepalanya.

"Ini salah satu dari Bola Mata Helvaran."

"Ap-apa!?" Lagi-lagi, Grista terkejut mendengar penjelasan Syla.

Sudah menduga respon dari Grista, Syla melanjutkan.

"Pasangan dari Bola Mata Helvaran ini, kamu bisa liat itu tergantung di sarung pedangnya Arka."

"Oh! Pantas aja aku merasa liontin Syla terlihat familiar..."

"Semenjak itu, aku nggak bisa ngelupain Arka."

"... He?"

"Aku jatuh cinta sama Arka. Sampai sekarang, yang ada di pikiranku cuman Arka, Arka, dan Arka. Bahkan aku ninggalin kampung halaman dan kedua orangtuaku untuk supaya bisa selalu deket sama Arka."

"Waaa..."

"Jadi intinya, apa yang aku omongin di awal tadi, aku udah ngerasainnya. Teror yang kamu rasain, aku udah ngerasain yang kayak gitu."

"... Um. Grista nggak boleh terus-menerus seperti ini."

"Betul!"

"Grista harus tetep semangat! Dan besok Grista harus terlihat ceria dan mengulangi mengucapkan terimakasih lagi kepada Arka!"

"Gadis yang baik!"

"Dan... Umm... Itu..."

"Apa, Gris? Ngomong aja..."

"Syla... Dan Arka... Udah menikah?"

"E-! Eh... Itu... Hehehe... Belum, Arka belum mau nikah kayaknya."

"Umm... Arka, udah membalas cintanya Syla?"

"Eeeh... Aahh... Di-dia... Be-belum pernah ngomong langsung sih... Hehee..."

"Umm... Anu, Syl... Aku mau minta maaf sebelumnya... Tapi, kayaknya... Aku... Aku..."

"Kamu kenapa, Gris?"

"Ehh... Umm... Kayaknya... Aku suka sama Arka..."

"Wa-! Ahahaha..." Syla kaget, lalu tertawa.

"Loh? Syla nggak marah?"

"Hahaha... Kenapa aku mesti marah? Grista kan cewek baik. Kalau kita nikah sama Arka, ditambah Ren, berarti aku punya dua saudara baru dong!"

"Eh? Ren juga!?"

"Iyaaa! Tapi aku kesel ih, masa dia udah ngelakuinnya duluan sama Ren, padahal sama aku belum!"

"He? Ngelakuin apa?"

"... Sex."

"He- ........ HEEEE!?!?"

Malam itu, dua orang gadis mengobrol di dalam tenda, melupakan tragedi yang baru saja terjadi. Hingga akhirnya mereka berdua tertidur di waktu yang bersamaan.

Di tenda yang lain, yaitu tenda militer tepatnya di tempat perawatan korban luka, tiga orang sedang terbaring dengan perban dan bidai pada tubuhnya. Dua di antaranya sedang tertidur, namun yang satu lagi tidak. Matanya terbuka dan ia teringat kejadian yang baru dialaminya tadi.

"Ar... Ka..."

Bukan bagian tragedi dari kejadian itu yang membuatnya tidak bisa tidur. Tapi Sang Ksatria, Sang Malaikat yang telah menyelamatkan hidupnya, Arka.

"Aku diselamatkan sama Arka... Mulai sekarang, nyawaku, seluruh hidupku, hanya untuk Arka..."

***

Sinar matahari masuk dari pintu tendaku, jatuh menyinari kelopak mataku yang masih agak lengket karena ada sedikit kotoran mata yang mengering. Dan kemudian aku merasakan seperti ada yang menindih tubuhku. Tidak begitu berat, dan ada sedikit terasa kenyal di dadaku.

"Huahhh... Capek... Arka, isi tenagaku sebentar..."

Ren, yang baru menyelesaikan jatah jaganya tadi malam, menindihku yang masih kurang puas tidur. Payudara Ren ditempelkannya ke dadaku, wajahnya diletakkan di bagian kiri leherku, sambil berbicara dengan nada yang sedikit mendesah.

*Tuiinnnggg!*

Aduh, gawat. Mendapat rangsangan fisik dari tubuhnya Ren yang menindihku, ditambah efek konsentrasi hormon sex yang sedang tinggi, 'morning glory' yang abnormal mulai terjadi di area selangkanganku.

"Eh! Arka... Nakal! Hihi..." Ucap Ren dengan setengah berbisik sambil sedikit menggoda ujung kepala Hercules Junior dari luar celanaku.

"Ugh! Ah! Ja-jangan! Nanti ada yang liat!"

"Hihihi... Aku sih nggak masalah..." Ucap Ren dengan nada yang begitu menggoda dan sangat jarang kudengar.

*Breggg*

"Pagiii Arka-!"

Pintu tendaku dibuka mendadak dan kudengar suara teriakan Syla memanggil namaku.

"Ah! Eh! Sy-Syla..." Aku kaget dan langsung melompat dari posisi tidurku dan terduduk bersimpuh sambil menyembunyikan benjolan dari dalam celanaku.

Syla melihat kami dalam posisi yang cukup menimbulkan banyak tanya. Aku tadi sedang terbaring sambil mengangkat bagian setengah atas tubuhku dan Ren sedang merunduk di depan kemaluanku sambil tangannya memegang suatu benjolan di celanaku..

"Ehhh... Aku ngeganggu sesuatu yaa... Silahkan dilanjutin..."

*Breggg*

Syla keluar dan pintu tenda ditutup kembali.

"Sy-Sylaaa! Ini! Aku jelasin!"

Aku ingin keluar dan mengejar Syla untuk menyampaikan seribu alasan yang sudah kupersiapkan di kepalaku. Tapi ada yang menarik tanganku. Saat kulihat ke belakang, ternyata Ren, sambil tersenyum ia menggelengkan kepalanya.

Aku bingung, kenapa Ren menahanku? Lalu tiba-tiba Ren mendorong tubuhku hingga aku terbaring telentang lagi, dan dia menindihku.

"Ren- ini kan udah pag-!"

"Mmmmh..." Ren menyumpal mulutku dengan bibir mungil dan lidah kecilnya yang lincah.

Pagi yang biasa itu, di dalam tenda, mendadak berubah menjadi pagi yang luar biasa.

***

"Makasih ya, Ren..."

"Makasih juga udah mengisi energiku, Arka sayang..."

Setelah selesai skidipapap sawadikap di pagi hari, kami segera berberes dan keluar untuk menemui Syla dan Grista. Rencananya kami akan menemani Grista menghadapi interogasi yang akan dilakukan oleh Komandan Zerga.

Setelah keluar dari tenda, aku melihat Syla, Ruby, dan Grista sudah menunggu kami di depan tenda Grista. Dari ekspresi Syla, tampaknya dia sudah bosan menunggu dan sedikit kesal terhadapku. Maafkan aku, Syla. Aku sayang kamu, tapi hatiku dan tubuhku tidak mampu untuk menolak Ren.

Aku dan Ren berjalan mendekati Syla dan Grista. Sampai di dekat mereka, aku disambut hangat dengan...

"Gimana? Udah selesai?"

"Errr... Heheh..." Aku tak tahu harus menjawab bagaimana.

"Hihih..." Ren, tanpa merasa bersalah melemparkan senyuman manis ke Syla.

"Reeen aku belum pernaaah..." Syla berbicara dengan suara kecil kepada Ren, yang tak dapat kudengar.

"Nanti pasti ada waktunya kok. Dan Arka tidak akan pernah bisa melupakannya saat itu terjadi. Arka sayang sama Syla, cuman dia belum mau bilang, dia gengsi." Ren berbisik di telinga Syla.

"Eh? Ma-masak sih? Ar-Ar-Arka itu? Ren pasti bohongin aku..." Bisik Syla dengan wajah merona malu.

"Kalian ngomongin apa sih? Kok pake bisik-bisik segala?" Akhirnya aku tidak bisa menahan rasa penasaran akan obrolan bisik-bisik yang mereka lakukan dari tadi.

"Arka, ini urusan wanita. Arka nggak perlu tau..."

"I-iya! Arka nggak boleh tau! Weeek!"

"Oh, ok. Yuk, Grista. Kita ke tenda Komandan Zerga. Kamu udah siap nyeritain semuanya kan?" Aku beralih berbicara ke Grista.

"Uhm! Aku udah nggak apa-apa kok."

"Ok, yuk kita tinggalin mereka."

"Yuk!" Mood Grista sudah berubah 180 derajat dibanding mood dia tadi malam, entah kenapa.

"Hey, kalian berdua! Kami duluan!"

"Iyaaa sanaaa!"

"Nanti kami nyusul ya, Arka..."

"Ruby ikut Arka!"

"Ya udah, sini."

Aku dan Grista meninggalkan kedua gadis yang sedang mengobrol entah tentang apa. Kami berjalan menuju tenda militer, tempat Zerga berada. Dan sepanjang perjalanan dari tenda kami ke tenda militer, kami menjadi pusat perhatian semua orang. Ah, aku sudah biasa. Hanya Grista saja yang canggung.

"Pagi, Komandan..."

"Selamat pagi, Tuan Arkanava! Anda membawa gadis yang tadi malam. Bagaimana, bisa kita lanjutkan perbincangan kita tadi malam?"

"Gimana, Grista?"

"Iya, mari kita lanjutkan, Komandan Zerga." Jawab Grista dengan mantap, entah apa yang dilakukan Syla sampai Grista sudah kembali stabil seperti ini.

Grista menceritakan semua yang terjadi. Tak hanya yang terjadi di dalam tower, tapi juga menceritakan dari awal penyebab konflik yang memicu tindakan mereka berikutnya, yaitu melanggar peraturan dengan memasuki Undead Tower tanpa izin dari yang bertanggungjawab di lapangan saat itu, Zerga.

Setelah mendapatkan kronologis kejadian secara detail dan lengkap dari Grista, dan mencantumkannya di dalam laporan yang akan dikirimkan kepada guild dan Walikota, Zerga mengajak kami sarapan bersama.

Aku belum sarapan, dan tenagaku sudah habis dikuras oleh Ren sejak aku baru membuka mata pagi ini. Jadi, apalagi alasanku untuk menolak undangan sarapan dari Zerga? Syla dan Ren sudah menyusul kami, jadi kami sarapan berenam di sebuah meja panjang.

Setelah kejadian ini, hari-hari kembali berjalan seperti sebelumnya. Kondisi Fiana, Garen, dan pemuda pendiam itu perlahan-lahan membaik. Garen sudah lebih dahulu membaik, diikuti Fiana. Namun pemuda pendiam yang belakangan kuketahui namanya adalah Lukas, masih belum bisa bangun dari tempat tidurnya.

Sepertinya luka dalam yang dideritanya sudah terlalu parah. Saat Priest mengetahui bahwa aku sudah membantu memberikan penanganan awal pada Lukas, mereka berterimakasih kepadaku. Karena jika terlambat sedikit saja, Lukas sudah mati sebelum melewati pintu masuk Undead Tower.

Tiga hari setelah peristiwa yang terjadi pada Lunar Eclipse, datanglah jawaban dari Walikota dan pemimpin cabang guild Kota Dranz atas laporan yang dikirim oleh Zerga.

Setelah Zerga membaca surat yang berisi keputusan terhadap pelanggaran berat yang dilakukan Lunar Eclipse, dia langsung menyampaikannya kepada kami.

Dan di luar dugaan, untuk pelanggaran berat yang telah dilakukannya, Lunar Eclipse hanya dikenai denda pemotongan upah misi penjagaan Undead Tower sebanyak 50% saja.

Belakangan aku ketahui bahwa di dalam laporannya, Zerga mencantumkan bahwa Lunar Eclipse adalah kenalan dari Arkanava Kardia. Mungkin, hal itu yang membuat hukuman mereka menjadi sangat ringan. Walikota benar-benar menghargaiku dengan cukup tinggi ternyata.

Keesokan harinya, Fiana dan Garen sudah sembuh total dari luka yang dialaminya. Namun Lukas masih butuh beberapa hari lagi untuk bisa sembuh total. Light magic memang benar-benar poten. Patah tulang dapat disembuhkan hanya dalam waktu beberapa hari.

RIP ilmu Orthopaedi & Traumatology. Hiks hiks.

"Fiana~ Garen~ kalian udah sembuh!" Grista menyambut dua temannya yang baru sembuh dengan ceria.

"Gristaaa! Aku masih hiduuuuup!" Teriak Fiana sambil memeluk Grista.

"Hai, Grista..." Sapa Garen.

Aku menyusul Grista untuk masuk ke ruangan tempat mereka dirawat. Selama perawatan, kami tidak boleh masuk ke ruangan itu. Mungkin ada yang disembunyikan oleh para Priest itu, atau mungkin memang membutuhkan konsentrasi penuh untuk memberikan Recovery sehingga tidak boleh diganggu.

"A-! Arkanava Kardia!" Fiana terkejut saat melihatku masuk.

"Tu-Tuan Arkanava..." Garen juga tidak kalah terkejut melihat kehadiranku di ruang itu.

"Oh, kalian udah baikan ya... Ya udah sana reunian dulu, aku nggak mau ganggu."

"Tuan Arkanava! Tu-tunggu sebentar!" Fiana memanggilku dengan wajah merona.

"Ya?"

"A-aku mau mengucapkan... Terimakasih!"

"Oh, nggak usah dipikirin. Oh, ya. Panggil aja Arka."

"A-a-a-Arka..." Wajah Fiana semakin memerah ketika kusuruh memanggilku dengan nama panggilanku.

"Nah, gitu lebih enak. Ok, bye... Eh?" Langkahku terhenti karena ada yang menarik lengan scrubs-ku.

"Tu-tunggu..."

"Kenapa, Fiana?"

"Arka... Udah nyelametin nyawaku. Aku mau membalas kebaikan Arka..."

"Nggak usah, Fiana. Yang penting jangan sampe kayak gini lagi."

"A-Arka! A-aku... Kumohon! Izinkan aku untuk mengabdikan diriku kepadamu!"

"Fi-Fiana!?"

"Eh!? Fiana?"

Garen dan Grista yang mendengar proklamasi Fiana, sontak terkejut secara bersamaan.

".... He? Maksudnya?" Dan aku kebingungan, tidak tahu bagaimana cara menanggapinya.

"Aku akan mengabdikan seluruh hidupku untuk Arka!"

"Ya tapi apa maksudnya itu???"

"Tuan Arkanava! Izinkan aku menjadi pengikutmu!" Garen, sambil berlutut.

"Eh, nggak usah ikut-ikutan, kampret!"

"A-Arka! Kalo gitu... A-aku juga..."

Kenapa bisa seperti ini? Apa yang telah kulakukan sampai mereka jadi seperti ini? Hidup tenang, santai, dan damai yang kuimpikan kini telah menjauh dan semakin menjauh dariku...

"Nggak! Kepala kalian kenapa? Gegar otak ya? Dan kamu, Fiana, kok bisa cuman tanganmu yang patah habis kena pukulan monster raksasa itu? Kayaknya isi kepalamu juga udah jadi bubur deh. Gimanapun, besok kita bicarakan ini lagi setelah kalian semua sehat dan nggak gila lagi."

"Aku pakai Magic Barrier dengan sisa mana yang kumiliki sebelum pentungan monster itu menghantam tanganku!" Jawab Fiana dengan semangat.

"Bukan itu inti kata-katakuuu... Ah udahlah."

Aku meninggalkan ruangan perawatan itu diikuti oleh Syla, Ren, dan Ruby. Syla, tersenyum dengan bahu bergetar, berusaha keras menahan tawanya.

"Syl, apanya yang lucu?"

"Nggak ada apa-apaaaa~"

"Ah, terserah deh. Aku pusing. Aku mau tidur. Nanti malam aku harus jaga lagi."

"Mau dipijitin?" Syla dengan wajah dan tatapan yang sedikit menggoda.

"Makasih, tapi nggak usah, Syl. Aku cuman butuh tidur karena tidurku tadi masih kurang ada seseorang yang gangguin."

"Ha? Siapa yang gangguin Arka tidur?" Ren merespon perkataanku dengan wajah sok polos.

"Aaaaaa nggak tau nggak tauuu!"

Aku meninggalkan mereka bertiga dan bergegas menuju tendaku untuk tidur.

"Ruby ikuuuut! Tidur sama Arkaaa!"

"Ya, ya... Ruby boleh ikut. Yang lainnya nggak boleh."

""Peliiiit!"" Balas Ren dan Syla serentak.

***

Setelah hari itu, tiga hari berlalu begitu saja. Dan masih belum ada tanda-tanda kedatangan petualang plat gold, apalagi diamond. Dan komplotan Lunar Eclipse sudah sembuh semua.

Aku baru selesai jaga malam, dan pagi ini operan jaga dengan Syla. Kantung mataku yang gelap ini sangat membutuhkan tidur yang cukup. Aku akan segera sarapan, lalu mandi, ganti baju bersih, dan tidur seharian. Hari ini aku libur!

Demikian rencanaku untuk hari ini, yang tak lama kemudian diluluhlantakkan begitu saja oleh kehadiran empat orang ambeyen ini. Mereka kusebut ambeyen karena benar-benar mengganggu dan menyusahkanku.

"""Tuan Arka!""" Sapa mereka berempat, satu suara.

"Hahhhh... Pasti mereka bakal ngerepotin..." Aku menggerutu sendiri.

Lalu Garen, selaku ketua party, melangkah ke depan mewakili yang lainnya untuk menyampaikan sesuatu.

"Tuan Arka. Kami berempat, dari party Lunar Eclipse sekali lagi mengucapkan terimakasih dari lubuk hati kami yang paling dalam. Kami semua berhutang nyawa kepadamu, walaupun Tuan Arka mengatakan tidak, kami tetap berhutang nyawa."

"Yaa yaa terserah kalian kalo mau berhutang nyawa atau duit atau apalah. Aku udah pusing, males debat."

"Satu hal lagi, Tuan Arka."

"Hahhhh... Apalagiiiii..."

"Kami semua sudah berdiskusi dan memikirkan ini matang-matang. Tapi kami tidak menemukan hal lain yang lebih baik dalam membayar hutang nyawa kami ini, selain dengan mengabdikan diri kepada Tuan Arka. Kami akan melayanimu, mematuhi semua perintahmu, kami akan melindungimu meski nyawa kami yang jadi taruhannya, dan kami akan mengikuti kemanapun Tuan Arka pergi. Tapi kami berjanji untuk tidak akan menghalangi ataupun menghambat langkah Tuan Arka. Kami juga tidak akan membebani Tuan Arka dalam hal apapun. Tolong, kumohon, kami berempat memohon, izinkan kami menjadi pengikutmu!"

Ah. Bullshit. Pasti mereka hanya akan merepotkanku walau apapun yang mereka janjikan. Tapi aku sudah terlalu mengantuk. Kepalaku sudah tidak mampu berpikir jernih lagi.

Aku hanya ingin segera menyudahi kerepotan ini. Membuat mereka berhenti mengatakan hal-hal yang sudah tak mampu dicerna oleh pikiranku lagi.

"Ya sudah terserah kalian. Tapi ingat, kalau kalian sampai merepotkanku sedikit saja, memperlambat langkahku, ataupun mengganggu kehidupan sehari-hariku, jangan berharap aku bakal mengizinkan kalian untuk mengikutiku lagi. Paham?"

Mendengar jawabanku, seketika wajah tegang mereka berubah menjadi wajah bahagia.

"Ja-jadi kami sekarang adalah pengikut Tuan Arka?" Garen memastikan kembali dengan ekspresi yang amat sangat menginginkan jawaban 'ya' dariku.

"....... Ya."

"YEEESSSSSS!!!"

"TERIMAKASIH TUAN ARKA!!!"

"Makasih ya, Arka..."

"Terimakasih, Tuan."

"""Ehhh!?"""

Tiba-tiba mereka merasa bingung bercampur kaget. Karena mendadak seluruh tubuh mereka berempat diselubungi oleh kabut hitam tipis. Dan, ya. Berasal dari tubuhku.

Kejadian yang familiar ini persis seperti yang terjadi ketika aku baru saja membentuk sebuah party bersama Ren dan Syla dulu. Bedanya, kabut asap hitam yang menyelimuti mereka lebih tipis dibanding Syla dan Ren dulu.

"Perlihatkan status."

Ah, sudah lama sekali aku tidak melihat status karena aku belum merasa perlu. Aku malas melihat-lihat status kalau tidak ada peristiwa seperti yang terjadi barusan, karena kemungkinan berhubungan dengan skills atau blessings. Karena menurutku, status dan level hanyalah angka.

******

Nama : Arkanava Kardia

Ras : Manusia

Kelas : Darkness Doctor (Hero)

Level : 83 (Silver)

Str : 89 +153

Int : 999 (Max) +25 +153

Dex : 76 +153

Agi : 84 +153

Vit : 83 +20 +153

Blessings

1. Nyx's Blessing : Memiliki potensi dark magic yang sangat tinggi.

2. Multiverse Language : Dapat memahami dan berbicara dengan menggunakan semua bahasa yang ada di seluruh alam semesta.

3. Dark Heart : Kemampuan memanipulasi energi dark magic di dalam tubuh untuk menjadi apapun yang diinginkan.

4. Dark Alliance : Semua anggota party termasuk pemilik blessing ini, mendapatkan tambahan seluruh status sebanyak 10% dari total magic power pemilik blessing.

5. Dark Vassal : Semua pengikut, bawahan, dan pasukan mendapatkan tambahan seluruh status sebanyak 5% dari total magic power pemilik blessing. Dark Alliance mendapatkan tambahan 5% lagi.

Skills

1. Darkness Grip : Manipulasi dark magic untuk mencengkram target dari jarak hingga 10 meter.

2. Darkness Creation : Manipulasi dark magic untuk menciptakan sebuah benda.

3. Darkness Sense : Manipulasi dark magic untuk meneruskan panca indera pemiliknya.

4. Darkness Enhancement : Manipulasi dark magic menyelubungi seluruh tubuh dengan lapisan energi dark magic untuk meningkatkan Str, Agi, Dex, dan Vit secara sangat drastis sesuai dengan kekuatan dark magic yang dimiliki.

5. Defective Natural Element Magic : Kemampuan natural magic yang rusak dan tak dapat dikembangkan.

6. Basic Swordplay - Katana

8. Advanced Medicine.

******

Oh, begitu. Blessing baru telah muncul. Tidak butuh waktu lama bagi otak malasku untuk memahaminya. Levelku naik lumayan setelah kami membasmi sebagian besar monster undead.

"Kalian semua, ikut aku."

"""Baik."""

Aku membawa mereka ke dalam tenda dan menjelaskan apa yang terjadi pada mereka. Mereka dapat memahami dengan cepat. Aku juga mengingatkan pada mereka agar tidak memberitahukan info ini kepada siapapun, termasuk orangtua mereka sendiri.

Jika ada orang lain yang tahu ini, aku akan menendang mereka keluar dari Dark Vassal-ku. Mereka lalu bersumpah atas nyawa mereka bahwa mereka tak akan memberitahu siapapun. Aku tidak meminta seperti itu, tapi menurutku tak ada masalah dengan itu, jadi kubiarkan saja.

Setelah itu semua orang kuusir kecuali Ruby yang akan menjadi gulingku untuk tidur pagi ini.

***

"Tuan Arka!"

"Oh, Komandan! Ada apa malam-malam begini?"

"Saya ingin menginformasikan bahwa besok sore diperkirakan kita akan kedatangan tamu yang sudah ditunggu-tunggu. Petualang plat gold dan diamond yang akan memimpin tim penjelajah Undead. Tuan Arka akan terlibat di dalam penjelajahan perdana juga bukan?"

"Akhirnya... Iya, saya ikut. Terimakasih infonya Komandan."

"Sama-sama, Tuan Arkanava."

"Komandan, kan sudah saya bilang, panggil saja saya Arka..."

"Maaf, Tuan. Akan sangat lancang jika saya melakukan itu, walaupun itu permintaan Tuan Arkanava sendiri."

"Hmmm... Ya sudahlah."

"Terimakasih Tuan Arkanava. Saya izin dulu."

"Tetap semangat, Komandan!"

"Haha! Tuan juga!"

Akhirnya mereka datang. Aku sudah bosan setengah mampus di sini berjaga tanpa ada kegiatan.

Dan keesokan harinya, siang menjelang sore, datang rombongan dengan dua buah kereta kuda. Yang di depan kereta kuda biasa. Yang di belakang terlihat lebih mewah.

Mereka telah tiba di pelataran Undead Tower. Empat orang petualang gold, dan satu orang petualang diamond. Terlihat dari plat yang mereka kalungkan di lehernya dengan bangga.

Eh, tunggu. Sepertinya aku pernah melihat petualang diamond satu itu. Tapi... Dimana ya...

Dia adalah pria bertubuh tinggi besar, mengenakan plate armor tebal berwarna hitam dengan garis silver di persendiannya. Pedangnya begitu besar, mengimbangi besar tubuhnya.

Dia...

Oh, yang kulihat saat pertama kali aku dikirim ke dunia ini, di tanah lapang dekat Hutan Zurg.

Dimana sedang terjadi perang antara dua pasukan entah dari mana. Dan dia sepertinya adalah salah satu pemimpin pasukan waktu itu. Iya, tidak salah lagi.

"Hoi, cacing! Minggir kalian!"

"Beri jalan untuk Tuan Rogard!"

"Cih! Plat silver sampah! Jangan menodai kehadiran Tuan Rogard! Pergi kalian jauh-jauh!"

"Beri jalan, tolol!"

Hmm... Empat orang pria petualang plat gold ini... Sombong sekali mereka. Berbanding terbalik dengan petualang plat diamond, Rogard, yang hanya melangkah dengan tenang dengan ekspresi yang biasa saja, sama sekali tidak terlihat sombong.

Rogard menoleh ke arahku, dan menatapku sejenak. Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi kemudian dia melanjutkan langkahnya menuju tenda militer.

"Kau budeg ya!? Minggir goblok!"

"Sampah-sampah seperti kalian para plat silver, hanya akan memperlambat kami nanti! Memuakkan!"

"Hahaha! Mereka hanyalah tai anjing yang sudah kering. Rapuh dan bau!"

"""Hahahaha..."""

Oh. Jadi begitu. Kalian dengan angkuh dan sombong menghina semua plat silver yang ada di sini. Aku juga plat silver. Dan aku tidak terima. Lihat saja nanti, akan kubuat harga diri kalian yang sekarang masih setinggi langit itu, runtuh dan hancur berkeping-keping menjadi serpihan yang lebih hina daripada kotoran anjing.

Ya, kita lihat saja nanti. Fufufu...

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

Terimakasih sudah membaca! Semoga tidak ada kerjaan dadakan lagi supaya saya bisa melanjutkan cerita ini dengan tenang dan bahagia.

Medical Terminology

-Triase : Cara medis untuk menentukan tingkat kegawatdaruratan seseorang dengan cepat.

-Perfusi : Aliran darah

Pernafasan Paradoksal : Pergerakan dinding dada yang tidak normal ketika bernafas. Lihat youtube.

-Flail Chest : Segmen yang patah dan terlepas dari bagian sekitarnya, biasanya melibatkan beberapa rusuk sekaligus. Tandanya adalah adanya pernafasan paradoksal.

-Pneumothorax : Adanya udara yang terperangkap di dalam rongga dada dan tidak bisa keluar secara spontan.

-Angulus sterni : Bagian yang lebih menonjol pada permukaan tulang di tengah dada.

-Orthopaedi & Traumatology : Cabang ilmu kedokteran yang mendalami tentang tulang dan trauma fisik.