Halo! Silahkan berbuat kebaikan dengan klik vote di bawah, terimakasih.
Selamat membaca!
_______________________________________
"Lukas, Fiana, lepaskan ransel kalian." Garen memerintahkan kedua anggota party-nya.
Tanpa menjawab, Lukas dan Fiana melepaskan ranselnya dan meletakkannya di pojokan. Ransel yang besar dan berat berisi persediaan untuk selama mereka melakukan penjelajahan ini, akan sangat mengganggu manuver bertarung mereka.
Setelah semua beban dilepaskan, mereka langsung bersiap untuk bertarung. Senjata siap di tangan. Tatapan terfokus kepada monster undead di hadapan mereka yang jumlahnya tidak kurang dari seratus.
Seratusan monster itu, bukanlah monster biasa yang tergolong lemah. Tapi merupakan monster kelas D yang memiliki kekuatan besar. Jelas mereka kalah jumlah. 100 banding 25 saja sudah bukan perbedaan yang dapat diatasi dengan mudah. Apalagi kekuatan musuhnya juga besar, dan 5 orang tidak akan ikut bertarung.
"Hei, Garen. Kalo udah gini, nggak masalah kan kalo kita ngetes kekuatan penuh dari kekuatan baru kita, Dark Vassal?"
"Aku salah kalau aku melarangmu, Fi..."
"Kalau begitu, aku mau mencoba skill baruku juga." Lukas berkata sambil beranjak meninggalkan Fiana dan Garen.
"Hooo..." Fiana merespon dengan senyuman yang penuh misteri.
Lukas berhenti sekitar sepuluh langkah di depan kami. Lalu dia berjongkok di lantai dan terlihat seperti sedang mempersiapkan sesuatu sambil berpindah-pindah posisi ke bagian di sampingnya lalu ke sampingnya lagi.
"Trap: Pitfall. Trap: Boulder Drop."
Di masing-masing lokasinya, dia memasang 2 buah trap secara bersamaan. Pitfall adalah jebakan (trap) untuk menjerumuskan musuhnya ke lubang yang dalam. Sedangkan Boulder Drop adalah jebakan yang menjatuhkan batu besar pada titik tertentu.
Dua buah jebakan itu adalah skill trap level menengah yang baru bisa diakses oleh Lukas karena membutuhkan 50 Dex dan 50 Int sebagai prasyaratnya. Lukas memiliki Int yang rendah, jadi dia tak dapat mengakses skill ini sebelum mendapatkan efek dari Dark Vassal.
Baik Pitfall maupun Boulder Drop, jika hanya berdiri sendiri bukanlah skill yang mematikan. Pitfall sangat jarang membunuh musuhnya. Sedangkan Boulder Drop sangat mudah dihindari. Tetapi apabila dikombinasikan, akan menjadi sangat mematikan.
Musuh yang masuk ke dalam Pitfall akan sulit menghindari batu besar yang jatuh dari atasnya. Simple, namun mematikan.
"Wah, Tuan Rogard langsung turun tangan. Lihat tuh para petualang plat gold, mana congor mereka yang tadi? Kenapa sekarang cuman bungkam?" Fiana berbicara dengan nada kesal.
"Kayaknya tingkat kesulitan tower ini menjadi meningkat drastis ya setelah mengalahkan Zombie Troll King..."
"Monster penghuni lantai ini, Death Knight. Anggaplah kita berhasil menaklukkan lantai ini, Gar. Trus, apa lagi monster di lantai berikutnya ya?"
"Entah, Fi. Aku nggak mau mikirin itu dulu. Aku mau fokus dulu ke pasukan Death Knight di depan kita. Eh, lihat tuh, kayaknya Dark Edge mulai bergerak."
"Eh, iya, Gar! Kita dapet kesempatan melihat aksi mereka lagiiii!" Fiana, sang fangirl langsung histeris.
"Eh, diam! Fokus! Mereka datang. Lunar Eclipse, bersiap!"
"Haaah!!!" Fian berteriak sambil membakar semangatnya sambil mengalirkan magic pada kristal merah pada ujung gagang dagger-nya, Blood Fang.
Di depan, Rogard beserta keempat petualang plat gold sudah berbentrokan dengan pasukan Death Knight. Dari kejauhan aku menyaksikan betapa hebatnya aksi Rogard.
Semua pergerakannya tertata dengan sangat efektif. Tubuh besar yang membawa pedang besar itu, menghancurkan semua Death Knight yang menyerangnya. Setiap gerakan selalu membuahkan satu korban dari pihak pasukan Death Knight.
Menjadi petualang plat Diamond pada usia 35 tahun, bukanlah pencapaian yang bisa diraih oleh banyak orang. Dan tekniknya dalam bertarung membuat semua orang yang melihatnya akan berpikir bahwa dia adalah petualang senior yang memiliki berjuta pengalaman bertarung.
Namun, setelah diperhatikan dengan jeli, sepertinya bukan tidak sulit bagi Rogard untuk membunuh Death Knight. Bahkan, untuk dapat instakill seekor Death Knight, dia harus menggunakan skill pedang tingkat atas.
Untuk saat ini, mungkin Rogard masih terlihat menakjubkan. Tapi tentunya semua manusia memiliki batasan stamina dan mana. Hal ini tidak terkecuali untuk Rogard.
"""Heeeaaaaahhhh!!!"""
Lalu tiba-tiba kudengar teriakan semua orang di sekitarku. Teriakan perang dari semua petualang plat silver yang saling menularkan api semangat. Entah kenapa, kurasakan rasa hangat itu juga menjalar ke dalam dadaku, mendidihkan darahku.
"Gaaaaaaaahhh!!!" Teriakku sekuat hati sambil mengangkat pedang di tanganku dan ikut berlari ke medan pertempuran bersama petualang plat silver lainnya.
Sekilas terlihat dari sudut mataku, Dark Edge masih belum bergeming. Ternyata dugaan kami tadi kurang tepat. Apa mereka mempercayakan pertarungan ini kepada kami bertiga untuk membantu Rogard dan para plat gold?
Eh, tunggu. Jadi seperti itu? Kenapa tidak terpikirkan olehku sebelumnya!? Dari awal memang mereka seperti tidak pernah berminat untuk bertarung, namun apakah itu artinya mereka mempersilahkan kami untuk membuktikan pengabdian kami?
Mereka memang tidak mengikutkan diri mereka. Karena kalau mereka ikut, mereka pasti akan menghabiskan Death Knight sebanyak itu dalam waktu singkat. Jadi, mereka memberikan kesempatan ini kepada kami agar kami bisa berkembang dan menguji batas kekuatan kami.
Kalau begitu...
"Fiana! Lukas! Kekuatan penuh! Kita bantu barisan depan!"
"Hah! Itu baru pemimpin kami!"
"Baiklah!"
"""Haaaaaaahhh!!!"""
Kami bertiga, dengan Agi yang sudah mendapat buff dari Dark Vassal, berlari sangat kencang ke barisan depan sambil berteriak. Dalam sekejap saja, kami sudah berada di lokasi dimana Rogard dan para plat gold sedang bertempur, meninggalkan petualang plat silver lainnya yang masih berlari dengan kecepatan standar mereka.
Lukas tampak kecewa sesaat karena beberapa trap yang sudah disiapkannya untuk bertahan menjadi sia-sia, karena semua orang maju untuk menyerang. Namun dia tidak larut dalam kekecewaannya. Dia segera mencabut daggernya dan bersiap menyerang.
"Shield Rush!"
*Peng peng peng*
Aku mendahului Lukas dan Fiana dengan skill Shield Rush yang menambah kecepatan lariku untuk menabrak tiga Death Knight yang berada paling depan, di belakang Death Knight yang sudah lebih dulu bertarung dengan Rogard dan plat gold.
Aggro dari tiga Death Knight tadi, kini terkunci kepadaku. Mereka mengejarku dan secara otomatis menjadi berkumpul.
"Net Restrain!" Lukas menjulurkan kedua tangannya dan memanifestasikan magic yang ada di dalam dirinya untuk membentuk jaring yang menahan pergerakan ketiga Death Knight yang sudah kukumpulkan tadi sekaligus.
Net Restrain adalah skill crowd control yang baru bisa diakses oleh Lukas, dan merupakan skill tingkat menengah milik kelas Rogue. Seperti halnya trap, semua skill crowd control memerlukan Dex dan Int. Berbeda dengan skill dagger pada Rogue yang memerlukan Agi dan Dex sebagai prasyarat.
Crowd control adalah skill yang dapat membatasi, mencegah, atau mengurangi kemampuan musuh untuk bertarung atau bergerak.
"Phoenix Flame!" Fiana meneriakkan nama skill barunya.
Tiga Death Knight yang sudah diimobilisasi oleh skill Net Restrain Lukas, kini diserang oleh Fiana menggunakan magic api terkuat yang baru didapatkannya.
Energi magic api berkumpul di depan kristal pada daggernya, Blood Fang, dan seketika berubah menjadi burung api yang terbang lurus ke arah enam Death Knight. Setiap kontak dengan suatu benda keras, burung api itu akan meledak dan membakar semua yang di sekitarnya.
Untuk skill magic tingkat atas, ukuran dan ledakan burung api yang dikeluarkan Fiana bisa dikatakan kecil. Mungkin karena Fiana belum benar-benar menguasainya. Aku maklum, karena skill ini masih sangat baru bagi Fiana.
Akan tetapi, ledakan dan api yang tidak besar itu tetap berhasil menelan dan membakar habis tiga Death Knight yang menjadi mangsanya. Kekuatan Fiana benar-benar meningkat pesat!
Dan keahlian Lukas sebagai Rogue kini semakin variatif dan efektif. Dia bisa melakukan serangan fisik, crowd control, atau membuat dan mematikan trap. Semua hal itu membuat ragam kombinasi serangan kami menjadi semakin luas.
Strategi seperti ini, biasa kami lakukan untuk menghadapi banyak monster sekaligus, yang memiliki kekuatan lebih lemah dari kami, secara efektif dan efisien.
"Si-siapa kalian!?" Teriak salah satu plat gold.
"Yang lebih penting, mari kita bekerjasama untuk melawan semua Death Knight itu!"
Aku tak lagi punya waktu untuk membahas siapa kami dan siapa mereka. Prioritas saat ini adalah menghancurkan setiap monster yang menghadang kami.
"""Heeeaaaaaahhh!!!"""
Tiba di lokasi, 12 orang petualang plat silver langsung menerjang Death Knight yang paling depan dan mengeroyoknya satu per satu. Rogard dan pasukannya masih terus-menerus membunuh Death Knight yang menyerang.
Rogard mampu instakill Death Knight. Sementara, minimal dua plat gold diperlukan agar dapat membunuh Death Knight, karena jika plat gold 1v1 Death Knight, kekuatan mereka hampir seimbang.
Untuk para petualang plat silver yang lain, dibutuhkan seluruh anggota party berisi 4 orang sekaligus untuk bisa membunuh seekor Death Knight. Itupun tidak begitu mudah.
Aku, Fiana, dan Lukas bekerjasama dalam melakukan serangan yang dapat melumpuhkan multipel Death Knight dalam sekali kombinasi serangan dari kami bertiga.
10, 20, 30, 40, 50, 60...
Pada hitungan musnahnya Death Knight yang ke-61, semua orang sudah luar biasa kelelahan, bahkan untuk berdiri saja sudah tidak lagi mampu. Sudah selama berjam-jam kami bertempur non-stop. Fiana yang merupakan DPS terkuat di antara kami bertiga, sudah tidak sanggup lagi untuk berdiri.
"Haloooo! Aku mau ikuuuuuttt!"
Seorang gadis kecil, kira-kira berusia 12-13 tahun, tiba-tiba melompat ke area pertempuran dan berteriak. Semua mata petualang dari plat silver sampai diamond menatap kepadanya.
Mengenakan pakaian ketat berwarna hitam gelap, berambut merah, memiliki tanduk kecil di kepalanya. Ekor keluar dari bagian atas bokongnya, seperti ekor kadal.
"Anak kecil! Jangan kesini, bahaya!" Teriak petualang plat gold yang memegang tombak, Danio.
"Nggak apa-apa, Om! Hehehe~" Jawab gadis kecil itu dengan wajah yang ceria.
"Mundur! Ini bukan tempat bermain anak-anak!" Gregor ikut memarahi gadis kecil itu.
"Nggak mauuu! Kata Arka, Ruby boleh ikuuuuut!"
Ya, gadis kecil berambut merah itu adalah Ruby, jelmaan Naga Api yang menjadi piaraan Dark Edge. Aku pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri, betapa dahsyat kekuatan sesungguhnya dari gadis kecil ini.
"Gregor, awas!" Juen, plat gold yang memegang dagger, menegur Gregor karena fokusnya teralihkan di saat sedang menghadapi Death Knight.
"Guh! Hah!" Gregor terkena hantaman dari shield salah satu Death Knight karena terlambat mengarahkan shield miliknya untuk menangkis.
Baru aku berlari dua langkah untuk membantu Gregor...
*Puufff*
Seketika Death Knight yang menyerang Gregor, hancur menjadi abu hitam. Namun, setelah kulihat siapa yang menyebabkan itu, aku tidak terkejut.
"Hati-hati, Om! Om nggak sekuat Arka, jadi harus hati-hati ya! Hehehe..." Gadis kecil itu balik menasehati petualang plat gold yang tadi menasehatinya.
"Tap-"
"Ruby bantuin! Yuhuuu~"
Belum sempat Gregor menyelesaikan apa yang mau disampaikannya, sudah dipotong oleh gadis kecil yang ceria itu dan dia langsung berlari ke arah Death Knight yang lain.
Tak sengaja, senyum tersungging di wajahku melihat perlakuan Ruby terhadap Gregor barusan. Akhirnya para petualang plat gold itu tidak bisa menyombong lagi. Apalagi, ini di depan anak kecil! Hahaha!
"Uah!!! Ruby ikut ya, Om!"
Dengan tangan kosong, Ruby membunuh setiap Death Knight yang ada di hadapannya hanya dengan sekali serangan biasa. Entah itu dengan tangannya atau kakinya.
"Awas, Om! Hiyah!!!"
Walaupun hanya dengan mencakarkan kuku di tangan mungilnya, Ruby bisa membelah badan Dark Knight secara diagonal menjadi dua bagian sebelum akhirnya menjadi abu hitam.
"Ini jugaaa! Haaah!!!"
Ruby menendang shield yang digunakan oleh salah Death Knight untuk melindungi tubuhnya, tapi shield itu malah remuk dan Death Knight itu terhempas ke dinding gua sampai seluruh tubuhnya remuk, hingga akhirnya hancur menjadi abu hitam.
"Garen! Jangan bengong aja! Sini bagi MP Potion!" Fiana mengagetkanku yang dari tadi hanya melamun terkesima melihat kekuatan Ruby.
"Eh- oh, ini..." Sambil kuberikan MP Potion milikku kepada Fiana.
*Glek glek glek*
"Khuuuuhhh! Ayo, Garen! Kita nggak boleh malu-maluin Arka!" Fiana kembali bersemangat setelah meminum beberapa MP Potion yang kuberikan kepadanya.
Haha... Benar. Aku harus lebih kuat dari ini, apalagi kami sudah diberi kekuatan sebesar ini oleh Arka.
"Hahaha! Apa kamu bilang? Aku malu-maluin!? Lihat aja ini! Heyaaaahh!!!"
Hanya kehadiran seorang gadis kecil saja, sudah bisa membakar lagi bara api semangat semua petualang yang tadinya sudah hampir padam. Semua orang menjadi bersemangat setelah menyaksikan kekuatan tempur Ruby.
Seorang gadis kecil yang bernama Ruby ini, sepertinya dia sendiri saja sudah cukup untuk membasmi seratus Death Knight itu dengan mudah dan dalam waktu yang singkat.
Bahkan, anggota Dark Edge yang lain masih bersantai di belakang, dimana Grista juga sedang berada. Dengan Grista berada bersama Dark Edge, aku jadi jauh lebih tenang dalam bertarung. Karena sebelum ini, aku harus selalu mengawasi Grista setiap bertarung melawan monster.
Arkanava Kardia itu memang luar biasa. Walaupun aku berlatih seribu tahun, mustahil aku bisa mendekati kekuatan yang dimilikinya.
***
"Ruby boleh ikut ke depan nggak, Arka?"
"Ruby bosen ya?"
"Iya... Dari tadi kita nggak ngapa-ngapain, cuman nonton aja..."
"Sabar dulu ya, nanti kalo udah waktunya, aku bolehin kok..."
"Okay! Hehehe asyiiik!"
Death Knight, sekitar seratus ekor. Ini bisa kujadikan sebagai patokan untuk mengukur sampai dimana batas kemampuan mereka. Mulut-mulut yang sombong itu.
Tapi sebenarnya aku lebih tertarik kepada Rogard, plat diamond yang memiliki usia lumayan muda. Ada yang spesial dari dirinya sehingga dia bisa sekuat itu. Kuharap seratus Death Knight cukup untuk melihat titik batas kemampuannya.
Dan benar saja. Setelah membunuh beberapa puluh Death Knight sendirian, sudah mulai terlihat batas kemampuan dan kekuatannya. Nafasnya sudah mulai terengah. Dia sudah mulai menenggak MP Potion dan Stamina Potion.
Yang awalnya dia hanya membutuhkan 1 hit untuk bisa menaklukkan Death Knight, semakin kesini semakin bertambah jumlah hit per kill-nya. Bahkan, skill yang dia gunakan juga menurun kualitas kekuatannya.
Ya, inilah batas kekuatan Rogard. Akan tetapi, masih ada sekitar 30 Death Knight lagi yang harus dibasmi. Aku tak bisa membiarkan Rogard terlihat lemah di depan orang-orang ini. Dia harus terus memimpin. Dan dia juga bukan orang yang sombong, jadi akan kubantu dia.
"Ruby, jadi kan mau ikut ke depan sana?"
"Ha? Iyaaaa! Ruby mau Ruby mauuu!"
"Ok. Sekarang Ruby boleh kesana. Bantuin Om-Om yang di depan sana. Tapi jangan berubah jadi naga ya..."
"Okaaaay! Makasih, Arkaaa~" balas Ruby sambil berlari ke arah dimana medan pertempuran berada.
Aku melihatnya berlari dengan bahagia. Seperti anak-anak yang melihat taman bermain, lalu berlari untuk ikut bermain di sana. Ahh... Cimot lucunyaaa...
"Ar, kamu nggak ikut?"
"Ah, nggak perlu. Ruby sendiri udah cukup kok. Syla dan Ren juga nggak usah ikut ya..."
"Baik, Arka..." Jawab Ren yang sedang bersandar di bahu kiriku.
"Ya iyalah... Kalo Arka nggak ikut, ngapain aku ikut."
"Ngeri juga, Syl, kalo kamu ikut maju dan malah kamu digodain lagi, bisa-bisa kamu yang ngebunuh para petualang plat gold itu, bukan monsternya hahaha..."
"Halah... Paling sebelum aku sempet ngapa-ngapain, Arka udah emosi duluan dan melakukan hal-hal mengerikan tanpa mikir panjang kan..."
Setelah sekitar 10 menit berlangsung, akhirnya Death Knight terakhir dapat dikalahkan. Sebagian besar dari total seluruh Death Knight itu dibunuh oleh Rogard dan Ruby.
Setelah itu, para petualang itu berkumpul mengerumuni Ruby dengan ekspresi yang terlihat sangat senang walaupun sudah kelelahan. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak dapat mendengarnya dari kejauhan. Yah, selama Ruby masih bisa tertawa seperti itu, berarti tidak ada masalah.
Setelah beberapa saat, Ruby kembali lagi kepada kami.
"Arkaaaa! Tadi liat Ruby, kan?"
"Iya, liat..."
"Gimana? Ruby tadi hebat nggak?"
"Ruby pasti hebat dooong!" Kata Syla memotong kesempatanku berbicara.
"Uhm. Ruby anak baik dan hebat." Ren ikut memuji Ruby, sambil mengusap-usap rambutnya.
"Tuh, udah diwakilkan sama Syla dan Ren..."
"Hehehe... Makasih, Arkaaa!" Kata Ruby sambil memelukku, yang kubalas dengan pelukan juga dan tepukan di punggungnya."
"Arka bangga sama Ruby..."
"Hehehe... Ruby sayang sama Arka!"
"Iya, iya... Arka juga sayang sama Ruby..."
"Uuh... Tapi ini ada yang ngeganjel di mata Ruby."
"Loh, kok bisa?"
"Iya, tadi pas Ruby tendang monster item itu, kena batu di dekatnya, terus batunya pecah. Mata Ruby kena, terus sampe sekarang nggak ilang-ilang..." Jelas Ruby sambil mengusap matanya yang terkena serpihan kecil dari pecahan batu.
"Eit! Jangan dikucek-kucek matanya... Sini coba aku cek dulu." Kataku sambil menahan tangan Ruby yang mengusap matanya.
Mata yang terkena benda asing, tidak boleh diusap-usap, karena akan membuat kerusakan pada mata menjadi semakin parah jika diusap. Lebih baik ditutup saja sampai menemukan bantuan untuk membersihkannya.
"Okay..."
"Coba tiduran sini."
Ruby pun mematuhiku dan berbaring di lantai.
"Ren, tolong cahaya dong."
"Iya, Arka."
Setelah penerangannya cukup, aku cuci kedua tanganku dan kuperiksa mata dan kelopak mata Ruby. Memang ada beberapa serpihan seperti butiran pasir yang sangat kecil yang menempel di mata Ruby.
Lalu kelopak mata Ruby kubalik, untuk melihat apa ada serpihan yang menempel di sana. Jika ada, langsung dibersihkan menggunakan kassa steril, atau minimal kain bersih. Nah untungnya tidak ada.
Untuk tindakan pertama, aku akan melakukan irigasi pada mata Ruby yang terdapat serpihan pasir tadi.
"Syl, ambilin air minum yang belum diminum dong."
"Ini, Ar." Kata Syla sambil memberiku botol air minum yang masih penuh.
Yang terbaik untuk digunakan sebagai cairan irigasi adalah air steril. Namun untuk keadaan dimana air steril tidak tersedia, air minum atau air bersih juga dapat digunakan.
"Ok makasih, Syl. Ruby, aku siram ya matanya."
"Iya..."
Perlahan, kutuangkan air minum itu ke mata Ruby yang sedang berbaring di depanku. Setelah beberapa lama, aku hentikan siramannya.
"Gimana, masih terasa ngeganjel?"
"Ehmmm... Udah kurang sih... tapi masih ada." Kata Ruby setelah mengedip-ngedipkan dan menggerakkan bola matanya.
"Ok aku cek lagi ya..."
Kali ini sambil kupersiapkan kassa steril di tanganku. Aku akan melakukan ekstraksi corpus alienum yang ada di mata Ruby.
"Ruby, ikutin ya... Lirik kanan... Lirik kiri..... Atas... Bawah... Ok, sekarang lirik ke kiri, terus tahan."
Ruby mengikuti perintahku, kemudian kutemukan serpihan yang tersisa. Dengan kassa steril yang tadi sudah kusiapkan...
"Ini agak perih ya..."
Kuusapkan kassa steril itu perlahan ke lokasi yang ada serpihan pasirnya. Dua kali, tiga kali... Hingga akhirnya semua serpihan berhasil dibersihkan.
"Adududuuuhh... Perih mata Ruby..."
"Iya, tapi nanti juga ilang kok perihnya. Tadi diusap pelan aja pake kassa steril, jadi seharusnya nggak masalah. Coba cek lagi, masih ada yang ngeganjel nggak?"
"Uhmmm...... Udah sih, nggak ada yang ngeganjel lagi di mata Ruby."
"Ya udah yuk sini Ruby biar aku gendong." Sambil aku berjongkok membelakangi Ruby, memberikan punggungku supaya dipanjat olehnya.
"Asyiiiik!"
"Arkaaa aku pengeeen!" Syla tidak mau kalah.
"Ya nggak bisa lah gendong berdua!"
"Nanti gantiaaan!"
"Iya iya nanti kalo Ruby udah baikan matanya..."
"Itu janji loh yaa!"
"Hahhh... Iyaaaa..."
"Hihihi..." Ren hanya tertawa kecil, tidak menuntut yang sama, untungnya.
"Hahaha... Kalian ini lucu juga ternyata..." Grista tertawa lalu mengomentari yang barusan kami lakukan.
"Emangnya kami badut?" Pertanyaan retorika dariku sambil tersenyum.
"Hehehe..." Ternyata wajahnya manis juga kalau tertawa kecil, gadis ini.
Kami melanjutkan perjalanan, mengekor di belakang petualang lainnya. Tidak ada lagi serangan Death Knight dalam jumlah besar seperti sebelumnya. Hanya ada Death Knight yang berpencar-pencar sehingga satu party petualang plat silver biasa saja sudah cukup untuk mengatasi seekor Death Knight.
Setelah berjalan sangat jauh menelusuri lorong tower yang kini sudah sangat terasa seperti dungeon ini, dengan beberapa kali berhenti untuk beristirahat, akhirnya kami sampai di ujungnya. Terdapat pintu double yang sangat besar dipenuhi dengan ukiran-ukiran artistik pada permukaan luarnya.
Semua berhenti di depan pintu itu, belum berani untuk membukanya. Rogard menyarankan untuk berkemah dahulu agar semua orang dapat mengisi tenaga sebelum membuka pintu ini, karena ada kemungkinan bahwa pintu ini merupakan jalan masuk ke ruangan miniboss lainnya. Tidak ada yang tahu.
Menurutku sendiri, ini adalah keputusan yang tepat bagi semua orang selain kami. Kami berlima sama sekali belum lelah sebenarnya. Karena kami hanya berjalan saja. Ruby pun tidak merasa lelah sedikitpun setelah pertempuran yang sebelumnya.
"Kita bikin kemah di ujung sana aja ya."
"Ok."
"Baiklah."
"Ruby pengen mandi!"
"Mandi... Hmm... Iya, ya. Kita udah lama belum mandi. Pantes bau ketek Syla mengerikan."
"Enak aja! Ketekku nggak bau yaa! Arka ih ngarang! Arka tuh yang bauuu!"
"Hahaha... Becandaaa!"
"Iiiih, jahat!"
"""Hahaha..."""
Wah, benar juga. Sepertinya sudah tiga atau empat hari semenjak kami masuk dari pintu depan Undead Tower. Kami hanya berjalan, bertarung, dan istirahat.
Bau badan sudah seperti bau neraka. Mungkin aku bisa membuat tempat pemandian tertutup untuk kami mandi? Sangat mungkin. Bahkan faktanya, sangatlah mudah.
Setelah aku selesai membuat tenda besar dengan Darkness Creation yang dapat menampung kami berempat di pojokan yang jauh dari tenda petualang lainnya, aku memulai lagi Darkness Creation untuk membuat tempat mandi yang tertutup.
Ruangan berukuran 2 x 1 meter, tertutup seluruhnya dengan sistem ventilasi yang tidak dapat diintip dari luar.
Sekitar dua puluh menit kuhabiskan untuk membuat kamar mandi ini. Membuat tenda hanya membutuhkan waktu sepuluh menit karena ada bantuan dari memoriku dalam membuat tenda yang sama sebelumnya. Namun membuat kamar mandi menjadi lebih lama walaupun ukurannya lebih kecil.
"Nah, selesai... Syl, minta tolong magic-mu untuk ngisi bak mandinya dengan air bersih dong..."
"Ok, nggak masalah..... Water Ball."
*Byuuurrr*
Bak mandi itu langsung terisi air murni yang sangat bening dari magic-nya Syla. Bak mandi ukuran kecil, bukan bath tub
"Ruby mandi duluaaan!"
"Iya sana mandi duluan..."
"Tapi maunya dimandiin Arkaaa!"
Hmm... Ini... Sebenarnya kurang baik. Tapi Ruby hanyalah 'bayi', dia belum mengerti apapun yang berbau mesum. Dan sebagai upah atas yang usahanya mengalahkan pasukan Death Knight, setelah kupikir matang-matang, tidak ada salahnya kalau kumandikan Ruby sesekali.
"Ya udah ayo sini kumandiin... Yang lainnya jangan berpikir buat minta yang sama kayak Ruby ya."
"Ah! Baru mau minta..."
"Hihihi... Arka yakin?" Ren, dengan tatapannya yang mampu mematikan seluruh fungsi berpikir pada otakku.
"A-aku mandi dulu!" Aku bergegas masuk kamar mandi sebelum Ren menguasai seluruh pikiranku.
Ren ini wanita yang berbahaya.
Di dalam kamar mandi, bersama Ruby, terjadi hal yang tidak pernah kubayangkan di saat aku baru masuk ke kamar mandi ini. Ternyata, Ruby...
Bukan anak-anak, apalagi bayi.
***
Memakai kaos putih yang bersih namun tidak baru lagi, dengan celana dari bahan kulit monster, seorang pria berbadan besar duduk di dekat api unggun kecil yang dibuat di sekitar tenda petualang.
Berkalungkan rantai dari bahan mithril, dengan gantungan yang berbentuk persegi panjang, terbuat dari sejenis kristal yang bening dan berkilauan, berukirkan nama dan kelas petualangnya. Dia adalah seorang petualang plat diamond, bernama Rogard Alstein.
Rogard adalah seorang petualang yang memulai karirnya di dunia petualangan semenjak usianya baru memasuki usia dewasa, yaitu 18 tahun. Dia terlahir hanya sebagai manusia biasa. Bukanlah seorang reinkarnator.
Namun, dari lahir dia sudah mendapatkan sebuah blessing, Herculean Power, yang membuatnya jadi memiliki kekuatan fisik di atas rata-rata manusia biasa. Bukanlah kekuatan yang luar biasa tinggi ataupun sampai sekuat Sup*rman. Hanya sekedar lebih kuat dari manusia biasa saja.
Blessing tersebut memang ada andil atas sebagian dari pencapaian Rogard selama ini. Akan tetapi, usaha dan kerja keras disertai tekad besi dari Rogard lah yang membuatnya menjadi salah satu dari beberapa petualang plat diamond yang paling disegani di benua ini.
Sebelum ini, dia sempat direkrut menjadi tentara bayaran Kerajaan Elysium, untuk memimpin pasukan kerajaan yang bertugas menghadang serangan dari sebuah kerajaan tirani, Kerajaan Krauzen, yang dipimpin oleh seorang tiran yang bisa dikatakan merupakan manusia yang memiliki kekuatan bertarung sangat tinggi.
Saat itu, Rogard berhasil memimpin pasukan Kerajaan Elysium untuk menahan serangan dari Kerajaan Krauzen hingga akhirnya musuh memutuskan untuk menarik pasukannya.
Namun, karena alasan personal, Rogard memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan itu untuk kembali menjadi petualang dan menikmati kehidupan seperti ini.
"Tuan Rogard... Silahkan dinikmati makanan dan minumannya..." Gregor membawakan makanan ringan dan minuman untuk Rogard.
"Oh, terimakasih."
"Tuan Rogard..." Argen berjalan dari belakang Gregor mendekati Rogard.
"Ya?"
"Maafkan aku Tuan Rogard, tapi ada yang ingin kutanyakan..."
"Silahkan."
"Ini... Tentang satu party petualang plat silver yang tidak membantu kita dalam pertempuran sampai saat ini, Dark Edge."
"Oh. Apa?"
"Apakah Tuan mengenal mereka?"
"Aku tidak kenal."
"Ah, tidak kenal... Lalu kenapa waktu itu, Tuan melarang saya..."
"Ya, karena aku tidak suka."
"Oh, begitu... Kalau begitu, aku minta maaf lagi, Tuan Rogard." Ucap Argen sambil membungkuk kepada Rogard.
"Sudahlah."
"Satu lagi, Tuan Rogard."
"Ya."
"Menurut Tuan, siapa gadis kecil yang waktu itu ikut membunuh Death Knight? Apakah anak kecil boleh bergabung ke dalam guild petualang?"
"Itu... Kau benar tidak tahu?"
"E-eh... Maaf, Tuan. A-aku tidak tahu..."
"Jadi, kau waktu itu mencoba menggoda wanita Dark Elf itu tanpa mengetahui siapa dia dan siapa pria di sampingnya juga?" Rogard bertanya dengan wajah terkejut.
"Eh? Ma-maafkan aku Tun Rogard! Aku belum mengetahui siapa mereka..."
"Hahaha... Kau beruntung waktu itu kau kutahan karena memang aku tidak suka lelaki yang mengganggu wanita. Tapi seandainya kubiarkan, mungkin kepalamu sudah tertinggal di tempat itu."
"Wa-! Ap-! Tu-Tuan Rogard jangan bercanda! Me-mereka hanya petualang plat silver kan!?" Kata Argen, panik.
"Tuan Rogard, siapa mereka sebenarnya?" Gregor yang dari tadi hanya menyimak, kini ikut bertanya.
"Hahhh... Inilah permasalahan yang sering dimiliki oleh kebanyakan plat gold. Persiapan kalian masih kurang. Hal ini kedengarannya sepele, tapi kalian tidak boleh mengabaikannya. Kalian harus mengumpulkan informasi yang cukup sebelum memulai misi. Informasi tentang tim sendiri juga penting. Sekarang lihat, kalian bahkan tidak tahu siapa mereka dan seberapa kuat mereka, hanya karena kalian menganggap remeh plat silver jadi kalian tidak memeriksa informasi tentang itu."
"Ugh... Maaf, Tuan Rogard..." Argen, meminta maaf entah yang keberapa kalinya.
"Maafkan kami, Tuan. Kami akan menjadikan ini sebagai pelajaran." Gregor juga turut meminta maaf.
"Kalian tahu Dark Edge?"
"Hm... Dark Edge, kami sudah pernah dengar sedikit tentang mereka, bahwa ada sebuah party plat copper yang memiliki kekuatan luar biasa. Tapi kami belum mengetahui secara spesifik sekuat apa mereka."
"Kalian harus meningkatkan lagi kemampuan untuk mengumpulkan informasi... Mereka adalah Dark Edge, yang berisi tiga orang petualang."
"Ta-tapi... Bukannya mereka berlima, Tuan?"
"Satu orang dari party lain. Sebuah party yang kudengar merupakan pengikut Dark Edge."
"Itu membuatnya menjadi empat..." Ucap Gregor.
"Lalu, satu lagi siapa, Tuan?" Argen bertanya dengan wajah bingung.
"Gadis kecil yang kalian lihat itu, hanyalah piaraan mereka."
"..." Gregor berpikir dalam diamnya.
"Pi-piaraan!? Jadi mereka menjadikan gadis kecil itu sebagai piaraan mereka!? Kejam sekali..."
"Bukan, tunggu dulu... Sepertinya kamu belum paham... Yang kamu katakan 'gadis kecil' itu, dia bukan manusia. Dia hanya menjelma dalam wujud menyerupai manusia."
"... Lantas, apa itu, Tuan Rogard?"
"Kalian bisa lihat kan... Tanduknya, ekornya..."
"Iya, kami tahu, dia punya tanduk dan ekor... Tapi, paling hanya manusia ras campuran kan? Banyak yang seperti itu di bagian barat..."
"Kalian pernah dengar tentang Naga Api yang mengikuti Dark Edge?"
"Ada desas-desus yang kami dengar tentang Naga Api yang membantu pasukan Kota Dranz saat terjadi peperangan dengan pasukan undead, dan bertarung sama kuat dengan Vampire Lord, monster kelas C... Tapi kami tidak mendengar info apakah naga itu mengikuti Dark Edge atau bagaimana..."
"Ya, cerita yang kalian dengar itu benar terjadi. Naga Api itu bertarung sama kuat dengan Vampire Lord. Lalu yang membuat Vampire Lord kalah adalah wanita yang menunggangi punggung naga itu. Kamu tahu siapa orang itu?"
"Ma-maaf Tuan Rogard, kami tidak mendengar info tentang itu..." Jawab Argent sambil tertunduk.
"Hahaha... Wanita yang menunggangi Naga Api dan menembak mati Vampire Lord, adalah wanita yang sama dengan yang kau ganggu waktu itu."
"Mu-mustahil!" Argen tidak percaya, sungguh tidak percaya tentang apa yang disampaikan Rogard barusan.
"Tuan Rogard, anda tidak sedang bercanda kan?" Gregor masih berusaha untuk tenang.
"Aku tidak bercanda."
"O-oi... Argen... Dewi Gaea masih sayang kepadamu!" Ujar Gregor kepada Argen yang masih tidak percaya.
"Mungkin, ini juga bisa dijadikan sebagai tambahan informasi. Bahwa sebelum kejadian itu, Kota Dranz sempat diserang secara tiba-tiba oleh segerombolan naga dari Gunung Api Derioth. Dan coba tebak, siapa yang membantai habis seluruh naga yang menyerang?"
"Maksud Tuan Rogard, bukan Dark Edge, kan?"
"Hahaha... Info yang tersebar, adalah Erazor yang menyelamatkan Kota Dranz. Tapi Erazor sendiri yang mengatakan kepadaku bahwa Dark Edge lah yang membunuh hampir semua naga yang menyerang Dranz. Dan aku tahu bahwa temanku itu bukan tipe orang yang sering membual."
"Tu-Tuan Erazor menceritakan itu!?" Argen kaget.
"Tuan Erazor tidak akan berbohong tentang hal seperti ini." Timpal Gregor.
"Dan kemungkinan terbesar, mereka mendapatkan piaraan naga dari kejadian itu. Naga Api itu memiliki kemampuan untuk merubah wujudnya menjadi menyerupai seorang gadis kecil, yang kalian pertanyakan tadi."
"..."
"..."
Gregor dan Argen hanya bisa terdiam.
Dan tak berapa lama setelah itu, seolah-olah mengumumkan bahwa waktu istirahat telah usai, pintu double ukuran besar yang dipenuhi ukiran artistik itu terbuka, mengeluarkan suara yang membuat leher bagian belakang terasa berat.
*Grrrroooonnggg grugrugrugru~*
Perlahan, pintu itu terbuka ke arah luar. Membuat bau bangkai busuk terbang keluar terbawa angin yang menyelip dari sela-sela pintu itu.
"SEMUANYA, PERSIAPAN !!!"
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Terimakasih sudah membaca! Kalau suka, silahkan VOTE. Kalau tidak suka, silahkan komentar KRITIK dan SARAN.
Berikutnya adalah chapter 18+, anak di bawah umur 18 tahun disarankan untuk skip ke chapter berikutnya. Melewatkan chapter 18+ tidak akan melewatkan hal penting di dalam ceritanya.
Nama penting di chapter ini :
- Rogard Alstein, Herculean Power.
- Kerajaan Krauzen
Medical Terminology
Ekstraksi : mengeluarkan atau melepaskan sesuatu dari tubuh.
Corpus Alienum : benda asing, benda yang berasal dari luar tubuh.