Halo para pembaca! Silahkan klik VOTE di bawah jika anda menyukai cerita ini. Terimakasih! Dan, selamat membaca!
_______________________________________
*Dhuuuuuussssssssss*
"Haaaaahh!"
*Shiiink*
Salah satu kepala dari salah satu Tiamat yang berada paling dekat denganku berhasil kupenggal dalam satu kali tebasan bersih. Aku penasaran, apakah Tiamat memiliki regenerasi seperti Hydra?
Setelah beberapa detik memperhatikan kepala yang putus itu sambil menghindari semua serangan seluruh Tiamat yang ada di sini, tidak tampak tanda-tanda kalau kepalanya akan tumbuh lagi.
"EZ."
Setelah mengkonfirmasi hal tersebut, aku mengepakkan keempat sayap hitamku dan terbang dengan cepat untuk menebas kepala Tiamat satu per satu, hingga akhirnya salah satu Tiamat itu mati.
"Hehe... Hehehehe... HAHAHAHAHAHAAAAAHHH!!!"
Kenapa? Kenapa hatiku terasa begitu puas ketika tubuhku sudah bersimbah darah Tiamat seperti ini... Apa aku punya bakat untuk jadi psikopat? Tapi, aku sangat menikmati ini!
Membunuh, membunuh, dan membunuh semua Tiamat yang ada di sini, satu per satu, dengan perlahan. Satu per satu kepalanya kupenggal. Sayatan demi sayatan kutorehkan di sekujur tubuh Tiamat yang sedang menjadi targetku.
Tiamat ini menjerit meraung-raung setiap muncul sayatan baru dari Kuroshi yang menghiasi tubuhnya.
"Kenapa? Kau menderita? Naga bodoh! Haaah!"
Kali ini, kuhujamkan Kuroshi yang telah berukuran panjang 10 meter itu ke bagian tengah di sela pangkal-pangkal leher milik 5 kepalanya itu. Setelah Kuroshi terhujamkan hingga pangkalnya, aku seret pedangku ini menyusuri punggungnya, hingga ujung ekornya.
Saat kuseret pedangku yang tertancap dalam di tubuh Tiamat, kurasakan beberapa hambatan yang sedikit memperberat seretan pedang ini. Mungkin itu adalah tulang-belulang Tiamat yang terpotong-potong oleh Kuroshi?
Hatiku rasanya... Puas.
Baru kali ini kusadari bahwa diriku memiliki kecenderungan menjadi psikopat. Tapi, aku tak mampu menahan hasrat ingin membunuh dan menghancurkan semua Tiamat yang menyerangku ini. Hahaha!
"Darkness... Rein."
Skill baru yang berhasil kudapatkam dengan menggabungkan sistem kerja dari Darkness Grip dan Darkness Sense, kulepaskan menuju Tiamat berikutnya. Tiamat ketiga yang akan mati sebentar lagi.
Energi dark magic kumasukkan melalui seluruh lubang yang ada di tubuh Tiamat ini. Sekejap kemudian, aku sudah dapat memanipulasi dan mengintervensi seluruh raga dari Tiamat ini.
"Khu... Khukhukhu... Khuhahahahahahaha!"
*Craaattss*
Aku menemukan sesuatu yang menyerupai jantungnya. Seluruh aliran energi di tubuhnya bermuara di organ itu. Organ itu langsung kuremas menggunakan dark magic-ku yang sudah bersirkulasi di seluruh tubuh naga sekarat ini, hingga organ itupun pecah mengeluarkan semua isinya dan layu di dalam rongga dada Tiamat tersebut.
Apa yang kemudian terjadi pada Tiamat itu? Seluruh tubuhnya mengalami spasme (kejang kaku) selama beberapa detik, lalu layu lemas tak bernyawa. Uuuhh nikmatnyaaa melakukan ini!
Tersisa tujuh ekor Tiamat yang masih berusaha menyerangku walaupun tak satupun serangan mereka mengenaiku. Tiba-tiba terbersit di pikiranku untuk...
Membiarkan mereka menembakiku sepuasnya.
Aku berhenti menghindar, hanya terbang melayang di tempat, memancing tujuh Tiamat itu untuk menembakiku dengan seluruh Breath Attack mereka yang beraneka ragam, sepuas mereka.
*Boom bzzztt dhuaaarrr blegaarrr jedaaarrr daaaaarrr daaaaarrr blegaaarrr*
Kuterima seluruh tembakan Breath Attack mereka. Mau itu api, es, racun, energi cahaya, ataupun petir, semua kuterima. Aku yang berbalutkan exoskeleton dari dark magic milikku ini, ditambah skill buff Darkness Enhancement, sama sekali tidak bergeming menerima semua serangan itu.
Semua serangan mereka hanya memberikanku rasa geli di sekujur tubuhku. Seperti ketika aku sedang mandi di bawah shower. Serangan mereka sungguh menggelikan!
"Udah?" Aku bertanya dari balik semua ledakan yang ditimbulkan oleh Breath Attack tujuh ekor Tiamat walaupun aku sudah tahu mereka tidak akan menjawabnya.
Mereka memang tidak menjawabnya, namun masih terus menembakkan Breath Attack tanpa henti. Mencoba berbicara dengan mereka hanyalah hal bodoh yang sudah kulakukan sebanyak dua kali. Aku tahu, dan aku sengaja. Karena aku menikmatiĀ dominasi seperti ini.
Setelah mulai merasa bosan menikmati sensasi geli dari serangan mereka semua, aku berpikir untuk menghentikan ini. Segera membunuh mereka semua, dan melanjutkan penjelajahan.
"Darkness Grip."
Energi dark magic keluar dari kedua tanganku, menyelubungi dua Tiamat yang berada paling dekat denganku. Seperti ular piton, dark magic-ku melilit keduanya hingga tak bisa bergerak lagi, dan kelima kepala mereka berdempet menjadi satu. Ternyata jarak serang dari Darkness Grip sudah meningkat jauh, tidak hanya 10 meter saja.
Seperti sedang memegang sebuah bouquet bunga mawar di tangan kanan, dan sebuah lagi di tangan kiri. Lalu, kedua bouquet bunga itu kuhantamkan satu sama lainnya. Kuhancurkan keduanya. Membuat sepuluh kepala naga berbenturan dan hancur lebur tak berbentuk lagi.
Dalam sekejap, dua ekor Tiamat sudah kehilangan seluruh kepalanya. Mati, tentu saja.
Lima ekor lagi. Dan mereka berlima mendekat ke arahku. Sepertinya mereka ingin membunuhku dengan serangan fisik karena serangan magic mereka tidak berguna. Breath Attack memang merupakan serangan yang berbasis magic. Dan Lucifer Mode, dapat mementahkan semua serangan magic mereka dengan mudah.
Mereka berlima mendekat sekaligus? Terimakasih, kalian sudah mempermudah pekerjaanku.
"Darkness Creation, KUROSHI DRAGON BANE !!! HAAAAAHHHH !!!"
Kuroshi yang sudah berukuran sepanjang 10 meter, kutambah lagi panjangnya hingga lebih dari 100 meter. Selain itu, aku modifikasi sehingga pedang raksasa itu memiliki efek seperti chainsaw di sekeliling tepiannya yang bergerak dengan sangat, sangat cepat.
Gerigi kecil di sekeliling Kuroshi yang berputar cepat seperti chainsaw itu membuat kemampuan menebasnya menjadi meningkat pesat. Secara spontan, aku menamai wujud Kuroshi yang akan mempermudahku untuk membunuh naga seperti ini dengan sebutan Kuroshi Dragon Bane.
Aku sudah kalap. Di otakku hanya ada 1 kata, yaitu BUNUH.
"GHAAAAAAAHHHH !!!"
Aku berteriak sambil menebaskan Kuroshi Dragon Bane dari arah kananku ke arah kiriku, dimana ketiga Tiamat itu sedang berjejer untuk menyerangku.
*ZZZRRRRRAAAAASSSSSSHHH*
Bagian dada dari ketiga Tiamat itupun kutebas hingga menjadi dua bagian yang terpisah dengan rapi dan bersih. Satu detik kemudian, cairan yang sepertinya merupakan sejenis darah dari Tiamat itu muncrat ke udara. Membuat aku yang berdiri di hadapan mereka terciprat hujan darah.
"Hahhhh... Hahaa.... HAHAHAHAAHAHAHAHAHAHAA !!!"
Dan setelah hujan darah itu berhenti, tiga tubuh naga raksasa yang sudah terpotong rata itu pun terjatuh ke lantai tanpa ada sedikitpun gerakan yang mengindikasikan masih adanya kehidupan di tumpukan daging raksasa yang ada di hadapanku.
"Arkaaaa!"
"Arkaaa kenapaa???"
"Arka emang paling kereeeen!!!"
Dari ketiga suara gadis yang terdengar samar-samar di telingaku, hanya satu yang terdengar tetap ceria. Dua lagi memiliki nada yang khawatir tentang keadaanku. Di saat itu pula, logika dan rasionalitasku seperti terbangun kembali, mengambil alih tubuh dan pikiranku lagi.
Seketika pula, Lucifer Mode-ku memudar dan perlahan lenyap dari tubuhku. Kini, hanya memori samar yang dapat kuingat tentang semua yang telah kulakukan kepada 10 ekor Tiamat yang kini telah menyublim menjadi debu dan menghilang, hanya menyisakan magic crystal sebesar kepalan tanganku.
"E-eehhh... Aku... Maafin aku lepas kontrol."
"Kamu baik-baik aja kan, Ar?" Syla tampak sangat khawatir.
"Ng... Nggak apa-apa, kok..."
"Arka, kamu harus hati-hati sama kekuatanmu. Kalau kamu lebih lepas kendali lagi, bisa-bisa kekuatanmu akan mengambilalih kesadaranmu sepenuhnya."
"Uhm. Aku bakal lebih hati-hati lagi, Ren."
"Ruby mau diajarin kayak Arka tadiii!"
"Nggak boleh, Rubyyy..." Syla langsung melarang Ruby.
"Hee? Kenapaaa?"
"Pokoknya nggak boleh."
"Ruby, yang Arka lakukan tadi itu berbahaya. Bahkan bagi Arka sendiri juga bahaya..." Ren menambahkan.
"Uuu..." Ruby hanya bisa cemberut.
Aku benar-benar harus berhati-hati dalam menggunakan kekuatanku. Memang benar apa yang dikatakan Dewi Nyx sebelumnya, bahwa aku memiliki kekuatan dark magic yang sangat tinggi dengan kemungkinan-kemungkinan manifestasi magic yang tak terbatas.
Namun, memiliki magic yang luar biasa besar, belum tentu jiwa dan ragaku mampu mengimbanginya. Jika jiwa atau ragaku tidak mampu mengatasi energi magic yang terlalu besar, aku bisa kehilangan kendali, atau mungkin malah tubuhku akan hancur karena tidak kuat membendungnya.
Aku bisa mati oleh kekuatanku sendiri. Tentu saja aku tidak ingin hal seperti itu terjadi.
Baiklah, sudah kuputuskan. Aku hanya akan menggunakan kekuatan penuh jika situasi sudah membahayakan jiwaku atau orang-orang terdekatku. Aku harus membatasi diri. Karena aku paham betul, bahwa jiwa dan ragaku belum siap untuk mewadahi kekuatan yang besar ini.
"Yuk, kita lanjut." Ucapku dengan nada tenang.
"""Okay!"""
Kami berempat memutuskan untuk meninggalkan Rogard di aula ini saja. Monster yang sudah kubunuh tidak akan respawn (muncul kembali) jika kami smua belum pergi dari ruangan ini. Setidaknya demikian pengalaman kami selama menjelajahi Undead Tower ini.
Kami berempat berjalan ke ujung jalan setapak ini, hanya untuk menemui pintu double besar lagi. Hanya saja, pintu yang ini memiliki ornamen dan dihiasi berbagai batu permata besar dan beraneka ragam kilauan warna.
Logam yang dipakai sebagai bahan dasar pintu ini adalah emas. Ukiran yang tertera, menggambarkan seekor naga yang sedang menyemburkan api di kedua bagian pintu ganda itu.
Singkatnya, pintu ini jauh lebih terlihat mewah dan megah dibanding pintu-pintu besar yang pernah kami temui sebelumnya.
"Kayaknya, ini ruangan boss." Gumamku.
"Aku juga berpikir yang sama."
"Kayaknya sih iya, Ar."
"Boss? Apa itu boss?"
"Boss itu monster terkuat yang ada di sini, Ruby..." Jelasku singkat.
"Ooo... Kuat?"
"Seharusnya sih iya, kuat."
"Ayooo kita masuuuuk!" Teriak Ruby bersemangat.
Naga kecil ini tidak pernah kehilangan semangatnya...
*Grrrrooook grugrugrugru...*
Pintu kami buka, dan kami berempat mulai melangkah memasuki ruangan itu. Ruangan ini, tidak hanya pintunya saja yang berbeda dari yang lain-lainnya. Tapi interiornya juga berbeda. Aula yang megah.
Aula yang jauuuuuh lebih besar daripada aula Tiamat, namun seluruh dinding dan langit-langitnya penuh dengan kilauan cahaya yang berasal dari beraneka ragam batu permata berwarna-warni. Membuat aula ini terang dan begitu agung.
Kami terus melangkah, sambil kukeluarkan Darkness Sense untuk mendeteksi monster apa yang ada di sini. Sayangnya, aku tidak menangkap adanya tanda-tanda kehadiran monster apapun di sini.
Apakah ini hanya sebuah gudang harta karun yang sangat besar? Memang, batu-batu permata yang ada di ruangan ini terlihat sangat mahal dan masing-masingnya seperti menyimpan kekuatan magic yang sangat besar.
Tapi aku tidak boleh lengah dulu. Aku akan mengeluarkan Darkness Sense secara terus menerus. Toh, konsumsi mana untuk skill ini sangat kecil, masih kalah dengan kecepatan regenerasi mana milikku.
"Arka! Liat di sana!" Syla mengagetkanku.
"Eh? Apa ya itu?"
"Emas?" Jawab Ren dengan ragu.
Cahaya kekuningan yang terpantul dari arah belakang gunung di depan. Sepertinya di balik gunung itu adalah hamparan emas yang tak terhitung jumlahnya.
Kami mempercepat langkah untuk mendekatinya. Semakin dekat, semakin jelas terlihat tekstur gunung yang menutupi cahaya kekuningan di belakangnya. Tekstur yang hitam mengkilat, licin, dan terlihat seperti berduri-duri besar. Sepertinya itu adalah gunung batu obsidian.
Kami semakin mendekati gunung itu, tujuan kami adalah ingin mengitarinya untuk sampai ke area yang kami duga merupakan hamparan emas harta karun. Akan tetapi, baru sampai pada jarak sekitar 200 meter dari gunung itu, kami semua terkejut!
Tiba-tiba terbuka sebuah lingkaran besar di bagian depan gunung obsidian tersebut!
Lingkaran yang memiliki warna gradasi ungu-merah-kuning dari pinggir ke tengah, dan di tengahnya ada celah vertikal yang berwarna hitam gelap. Apa itu?
Tunggu, lingkaran besar itu tampak familiar. Aku melirik ke arah Syla dan Ren, mereka memiliki ekspresi yang mengatakan 'apa itu, aku tidak tahu' pada wajah mereka. Lalu aku melirik Ruby...
Eh? Pantas saja aku merasa familiar. Tekstur pada lingkaran besar itu, menyerupai mata Ruby.
'Arkanava Kardia...'
Terdengar suara asing di dalam kepalaku, persis seperti telepati Ruby. Ren dan Syla juga sepertinya mendengar hal yang sama dengan yang kudengar.
"Eh? Ruby, kok suaramu beda?" Tanyaku spontan.
"Ruby nggak ngomong apa-apa... Yang barusan itu ya suaranya Nenek..."
"""Nenek!?""" Kami bertiga kebingungan mendengar jawaban aneh dari Ruby.
Tunggu, tunggu! Biar aku cerna dulu secuil informasi yang ada saat ini. Ada lingkaran besar di depan gunung batu obsidian yang berada di depan kami, dengan tekstur mirip dengan mata Ruby. Lalu, ada suara wanita yang asing terdengar oleh kami bertiga, kata Ruby itu suara 'Nenek'.
Lingkaran besar itu...
Tapi mengapa Darkness Sense tidak mampu mendeteksi apapun?
*Gggrrrrrgggrrrrrggggrrr*
Tiba-tiba gunung batu obsidian itu bergerak, lingkaran besar yang tadi, terangkat ke atas. Semakin jelas terlihat wujudnya. Lingkaran besar itu adalah mata. Sesuatu bergerak menjulang tinggi, mengangkat mata itu menjadi lebih tinggi lagi.
Tampak oleh kami lingkaran baru yang sama persis seperti lingkaran sebelumnya, pada sisi yang berlawanan.
*DUMMM... DUMMM...*
Seekor makhluk raksasa, jauh lebih besar daripada monster raksasa manapun yang pernah kami lihat, kini berdiri dengan keempat kakinya di hadapan kami.
Keyakinan kami semakin kuat ketika yang kami duga merupakan gunung batu obsidian sebelumnya, kini membentangkan sayapnya yang tak terkira lebarnya, sambil sedikit mengepakkannya.
Detik itu juga, kami berempat merasakan tekanan energi yang luar biasa besar menerpa sekujur tubuh kami. Kedua kaki ini, tanpa kusadari sudah gemetar, seolah-olah ada dorongan kuat untuk berlutut di hadapan makhluk di depan kami.
Dan tak lama kemudian, kami semua sudah berlutut, tak mampu menahan tekanan energi yang maha dahsyat ini. Tak salah lagi. Ini... Sejenis... Dragon Aura?
Semua naga memiliki ini, hanya saja kekuatannya berbeda-beda, tergantung kekuatan naga itu sendiri. Hal yang membuat Rogard menjadi pucat pasi saat merasakan Dragon Aura dari kehadiran Tiamat, yang kemudian langsung jatuh pingsan setelah terkena efek Dragon Roar.
Namun yang satu ini, maha dahsyat, aku tak mampu berdiri di hadapannya. Jiwa dan ragaku gemetar. Hanya satu makhluk yang terlintas di pikiranku saat ini...
True Dragon.
'Sepertinya aku harus menekan aliran magic-ku agar kita dapat berbicara. Karena kalian terlihat seperti sedang tersiksa sekarang.' Ucap True Dragon itu melalui telepati.
Beberapa saat setelah kudengar suara itu, tekanan energi yang kurasakan berkurang dengan cepat.
Menyeramkan, mengerikan. Perbedaan kekuatan monster kelas B dan kelas A bagaikan langit dan bumi. Bahkan, monster kelas B tidak pantas untuk dibandingkan dengan monster kelas A. Monster kelas A memiliki kekuatan yang mendekati kekuatan dewa, mungkin malah setara.
"Khaahh! Hahh... Hahh... Hahh..."
"Hah... Hahh... Hahh..."
"Kuhh... Huhhh... Hahhh.."
"Huahh... Huhh... Huh..."
Kami berempat, momen itu juga, merasakan lega. Tekanan energi yang mengintimidasi dari Dragon Aura telah hilang, dan kami bisa bernafas lega kembali...
'Mungkin sebaiknya aku merubah wujudku juga.'
Selesai mengatakan hal tersebut via telepati, True Dragon itu berubah wujud menjadi seperti wanita berusia sekitar 25-27 tahun yang cantik jelita. Payudara (fokus, payudara) yang bulat, besar, kencang, dan menantang. Postur tubuh sempurna. Kulit putih mulus seperti salju, tanpa ada sedikitpun nista.
Tanduk yang panjang, ekor naga dengan sisik hitam mengkilat yang indah, dan sayap yang terlipat dengan anggun di punggungnya. Tubuh indahnya hanya tertutupi lilitan kain hitam yang halus dan tipis, memamerkan lekukan tubuh yang tak bisa ditolak oleh pria manapun.
"Aku ucapkan selamat karena telah berhasil mencapai ruang singgasanaku, Arkanava Kardia. Aku adalah salah satu dari empat True Dragon yang masih eksisten. Dragon of the Darkness, Vioraze." Sang True Dragon berbicara dengan pita suara wujud manusianya.
"Te-terimakasih, Yang Mulia Vioraze..."
Hee... Ucapanku masih terbata karena rahangku masih sedikit gemetar. Aku tidak berani mengaktifkan Darkness Enhancement supaya aku dapat sedikit lebih tahan terhadap Dragon Aura. Karena aku takut itu bisa dianggap menantang Vioraze.
"Arkanava..."
"Ha-hamba, Yang Mulia..."
"Semua yang terjadi, mulai dari serangan undead ke Kota Dranz, munculnya Tower ini, hingga engkau berdiri di hadapanku saat ini, semua merupakan rencanaku."
"..." Aku kehabisan kata-kata.
"Aku sudah merasakan kehadiranmu semenjak pertama kali engkau dikirim ke dunia ini. Sekarang, katakan kepadaku. Siapa yang memberikanmu kekuatan seperti ini?"
"I-itu... Adalah De-Dewi Nyx, Yang Mulia..."
"Hm... Pantas saja... Tidak heran kenapa kekuatanmu terasa tidak asing bagiku. Dark magic milikmu adalah dark magic yang persis sama dengan yang dimiliki oleh Nyx. Dan apa engkau tahu, apa tujuan sejati dari kehadiranmu di dunia ini?"
"Ma-maaf Yang Mulia... Yang hamba tahu hanyalah bahwa di dunia sebelumnya, hamba telah meninggal dunia karena sebuah kecelakaan. Dan Dewi Nyx memberikan kesempatan hidup yang kedua ini agar hamba dapat bermanfaat bagi semua orang di sekitar hamba, Yang Mulia..."
"Ha! Ternyata Nyx menyembunyikan alasan utama atas kehadiranmu di dunia ini... Hm. Tak masalah. Karena sekarang ini memang belum saatnya."
"Ma-maaf Yang Mulia... Kalau boleh hamba tahu, apa alasan utama hamba dibawa ke dunia ini?"
"Meski kujelaskan sekarang, engkau tak akan mengerti dan memahaminya. Yang perlu engkau ketahui adalah, kehadiranmu di dunia ini adalah untuk menyelamatkan dunia ini sendiri. Bukan sekedar agar engkau bermanfaat bagi orang-orang di sekitarmu. Bukan juga sekedar menjaga perdamaian di dunia ini. Kau bukanlah tipikal hero biasa. Namun, semua itu masih jauh di masa yang akan datang."
"Te-terimakasih atas pencerahannya, Yang Mulia Vioraze..." Walaupun sebenarnya aku tidak mengerti apa maksudnya.
"Haha! Aku tahu, kau tidak akan mengerti apapun penjelasanku saat ini. Itulah sebabnya aku masih belum menjelaskan semuanya."
"Ma-maafkan hamba, Yang Mulia!" Aku panik ketika seperti dia mampu membaca pikiranku, mengetahui bahwa kata-kataku tadi hanyalah basa-basi.
"Hm. Untuk saat ini, aku akan memberikan blessing-ku kepadamu, dan tiga orang gadis yang bersamamu." Ucap Vioraze sambil mendekatkan telapak tangannya ke depan wajahku.
Seketika, kurasakan seluruh pengetahuan tentang dark magic yang sama sekali berbeda, masuk ke dalam mataku. Berbagai macam huruf asing seakan meresap ke dalam mataku, lalu memenuhi otakku dan seluruh pikiranku menjadi bercampur aduk.
"Ugh... Yang... Mulia..."
Aku menahan rasa tidak nyaman ini sekuat tenaga. Rasa seperti tempurung kepala yang sudah penuh, dipaksa untuk dimasukkan cairan panas sebanyak dua kali kapasitas volume tempurung kepalaku. Terasa memanas, dan bertekanan tinggi, seolah-olah otakku akan meledak sewaktu-waktu.
Aku tahu, ini adalah dark magic. Tapi dark magic ini sangat berbeda dengan yang kumiliki sejak awal.
Dark magic yang sudah kumiliki dari awal, merupakan dark magic yang sifatnya memanipulasi energi untuk dimaterialisasikan menjadi apapun yang aku inginkan.
Sedangkan dark magic yang diberikan oleh Vioraze, lebih condong kepada necromancy dan curse. Necromancy sangat berkaitan dengan undead, sedangkan curse (kutukan) berkaitan dengan debuff dan crowd control (untuk mengurangi kemampuan musuh dalam bertarung).
Aku baru tahu jika di dalam dark magic, terdapat spesialisasi yang berbeda-beda. Dan yang baru kuketahui saat ini ada 3 jenis, yaitu manipulasi energi, necromancy, dan curse.
"Gahh! Hah.. hah.. hah... Ter... Terimakasih... Yang... Mulia..."
"Sekarang engkau telah mendapatkan blessing dariku dan Nyx. Dengan jiwa yang kuat, kedua blessing itu akan bersinergi dan saling menguatkan. Dan dengan raga yang kuat, engkau akan mampu memaksimalkan penggunaan seluruh kekuatan yang dihadirkan oleh kedua blessing tersebut."
"Yang Mulia. Apa yang terjadi jika aku memaksakan diri untuk mengeluarkan kekuatan melebihi yang dapat ditangani oleh jiwa dan ragaku?"
"Menurutmu?"
"Emm... Apakah aku akan... Mati?"
"Ya."
"Terimakasih atas pencerahan Yang Mulia..."
"Kemudian, selain necromancy dan curse, blessing yang kuberikan kepadamu juga akan membuatmu dan ketiga gadis yang bersamamu itu menjadi tetap muda untuk selamanya. Eternal Youth."
"""Terimakasih Yang Mulia Vioraze!!!""" Jawab kami berempat serentak.
Terimakasih, dan maaf. Aura seperti ini yang membuat aku jadi sering mengucapkan dua hal tersebut, tidak jauh berbeda dengan aura yang dimiliki dokter spesialis pembimbingku selama koas. Entah kenapa, aku merasakan kehangatan akan nostalgia di dalam dadaku.
"Arkanava... Aku tidak akan mengatur bagaimana engkau akan menggunakan semua kekuatan itu. Tapi, engkau harus melatih jiwa dan ragamu untuk membiasakan diri dengan semua kekuatan yang kau miliki dan menguasainya. Karena dengan kondisi seperti saat ini, kau bahkan tidak akan mampu menyelamatkan orang-orang terdekatmu dari kehancuran, apalagi menyelamatkan dunia. Dan jika waktunya telah tiba, kita akan bertemu kembali."
"Hamba mengerti, Yang Mulia."
"Kemudian... Atas usaha kalian dalam menaklukkan dungeon ini, aku akan menghadiahkan sebuah permintaan dari masing-masing kalian. Sebutkan apapun yang kalian inginkan. Selama masih dalam kuasaku, akan kukabulkan."
"Yang Mulia Vioraze, jika boleh, hamba ingin memiliki kemampuan untuk dapat membuka sebuah gerbang teleportasi." Ucapku tanpa keraguan.
"Hm... Sudah. Engkau tinggal menyebutkan 'Teleportation Gate' dengan membayangkan tempat tujuan yang ingin engkau capai menggunakan skill tersebut."
"Te-terimakasih banyak, Yang Mulia Vioraze!" Aku berterimakasih dari lubuk hatiku yang paling dalam sambil menundukkan kepalaku serendah-rendahnya.
"Yang Mulia Vioraze, jika Yang Mulia memperkenankan, hamba ingin agar hamba memiliki tempat penyimpanan antar dimensi yang dapat hamba akses dari manapun."
"Itu mudah.... Sekarang engkau sudah bisa mengakses penyimpanan lintas dimensi dari manapun dengan mengucapkan 'Trans-Dimensional Storage' (penyimpanan lintas dimensi)."
"Terimakasih Yang Mulia Vioraze!" Ren juga menundukkan kepala serendah mungkin kepada Vioraze.
"Yang lainnya?"
"Ha-hamba Yang Mulia... Hamba ingin memiliki kapasitas mana yang tak terbatas, Yang Mulia..."
"... Selesai."
"Ruby! Ruby mau punya dada sebesar Nenek Vioraze!"
"""Ruby!""" Kami bertiga membentak Ruby yang sudah berkata lancang.
"Fuhahahaha! Gadis kecil... Kamu masih dalam masa pertumbuhan. Suatu saat nanti, kamu bisa memiliki tubuh seperti milikku. Daripada itu, aku akan memberikanmu ini."
Vioraze mengangkat tangan kanannya, kemudian membuka lubang kecil dari awang-awang. Tangannya masuk ke dalam lubang misterius yang terlihat seperti lubang penghubung ke dimensi lain.
Dia mengambil sepasang cakar yang terbuat dari logam yang berwarna terang, melebihi terangnya cahaya yang dipendarkan oleh logam mithril kualitas tertinggi. Keluar aura gelap dari cakar itu. Lalu Vioraze memasangkannya pada kedua tangan Ruby.
"Waaaahh kereeen!" Teriak Ruby sambil memandangi kedua cakar di tangannya.
"Cursed Dragon Claw. Dalam keadaan biasa, kedua cakar itu akan menghilang. Namun jika engkau akan bertarung, cakar itu akan muncul dengan sendirinya. Dan jika engkau berubah menjadi wujud nagamu, ukuran cakar itu akan menyesuaikan proporsi tubuhmu."
"Terimakasih, Nenek!" Ucap Ruby sambil nyengir.
"Dan jangan panggil aku dengan 'Nenek'! Panggil saja 'Tante', mengerti gadis kecil?"
"Mengerti, Tante Nenek!"
"..."
Vioraze hanya diam mendengar jawaban Ruby dengan ekspresi suram. Dan kami bertiga, merinding ketakutan.
"Ee... Yang Mulia Vioraze! Apakah Rogard juga mendapat hadiah?" Aku cepat-cepat mengalihkan pembicaraan yang membahayakan jiwa kami ini.
"Tidak. Dia tidak mampu mencapai singgasanaku ini tanpa kalian. Jadi dia tidak termasuk yang berhak mendapatkan hadiah dariku."
"O-oh... Begitu..."
"Baiklah. Keinginan kalian sudah kukabulkan. Aku akan mengirim kalian kembali ke lokasi awal. Dungeon ini, aku kubiarkan tetap berada di tempat ini. Aku ingin mempersiapkan pejuang-pejuang yang tangguh untuk menghadapi 'Cross Sphere'. Dan Sylaria Wyndia Acresta, hanya kamu yang dapat mendukung dan memberikan kekuatan bagi jiwa Arkanava Kardia. Pastikan dirimu selalu berada di sampingnya."
Eh? Syla juga memiliki peran penting dalam hal ini? True Dragon benar-benar mengetahui banyak hal bahkan sebelum semua terjadi.
Ternyata, penciptaan dungeon Undead Tower ini memiliki rencana yang lebih dalam daripada sekedar sebuah hobi Vioraze untuk bersenang-senang saja. Dungeon ini dimaksudkan untuk 'melatih' pejuang-pejuang tangguh dalam menghadapi sesuatu yang lebih besar.
Tetapi, apa itu Cross Sphere? Sebuah fenomena alam? Kapan itu terjadi? Dan apa yang terjadi ketika Cross Sphere berlangsung? Apakah itu seperti kiamat? Apa yang harus kupersiapkan dan bagaimana caraku mempersiapkan diri?
Ada banyak pertanyaan di kepalaku saat ini. Otak kerdilku yang malas ini seketika terasa tegang dan nyeri. Ini... Gejala kram otak akibat tiba-tiba dipaksa berpikir keras. Aku harus berhenti memaksa otakku. Kasihan dia.
"Arkanava Kardia. Aku tahu, ada banyak pertanyaan yang ingin engkau tanyakan kepadaku. Tapi itu tidaklah perlu. Karena lambat laun kau akan mengerti sendiri... Demikian, sampai bertemu kembali jika saatnya telah tiba. Kuberikan juga harta karun berupa emas dan permata kepada kalian, sudah kumasukkan ke dalam tempat penyimpanan lintas dimensi milik Renia Misha..."
Sepertinya dia mengetahui nama lengkap kami semua. Dia memang mengetahui segalanya, selayaknya dewa. Tidak heran kenapa True Dragon juga dipanggil God Dragon.
Setelah kata terakhir dari Vioraze, seketika pandanganku gelap! Kesadaranku lenyap. Dan tak lama kemudian, terasa seakan roh kembali ke dalam tubuhku secara perlahan...
Kepalaku masih sedikit terasa berat. Mungkin masih ada efek sisa dari pemberian blessing oleh Dragon of the Darkness, Vioraze.
Jemari tanganku, kucoba untuk menggerakkannya. Terasa kelu, tapi aku bisa merasakan jemariku bergerak mengepal.
Kakiku, kucoba geser. Sedikit kesemutan rasanya. Tapi masih bisa bergerak menggeser. Dan perlahan, kucoba membuka mataku. Eh... Berat. Seperti ada yang yang mengganjalnya. Dan setelah beberapa detik mencoba memaksa untuk membuka kelopak mataku, akhirnya terbuka!
Tapi hanya yang sebelah kiri yang terbuka. Yang kanan terasa seperti terganjal sesuatu. Dan perlahan, mata kananku yang sudah terbuka, mulai beradaptasi dengan lingkungan yang gelap ini. Aku menangkap suatu gambaran yang tak asing.
Dua buah bantalan membulat yang besar, dengan terselip gundukan kecil di tengahnya. Semuanya, terbungkus kain tipis berwarna pink.
Di saat yang sama, seiring kembalinya kesadaranku, hidungku telah berhasil memproses aroma yang dari tadi terhirup olehku. Aroma yang khas dan familiar. Aku tidak akan pernah bisa melupakan aroma yang satu ini, meskipun telah bercampur dengan aroma keringat.
Aku tidak mungkin salah. Ini pasti...
Selangkangan.
*Tuiiing*
"Ugh..."
Kesadaranku belum pulih 100%, tapi Hercules Junior sudah bangun berdiri dengan gagah perkasa setelah mendapat kiriman informasi erotis dari mata kiri dan hidungku. Dasar titit mesum.
Aku berusaha menggerakkan tanganku untuk menggeser apapun yang mengganjal mata kananku. Kalau melihat dari sesuatu yang terpampang tepat di depan mataku. Aku yakin, tidak akan jauh-jauh dari selangkangan.
*Gyut gyuut*
Lembek di bagian luar, tapi padat dan kencang di bagian dalam. Ah... Ini paha...
"Uh... Uuuhhh..."
Sang pemilik paha dan selangkangan sepertinya terbangun. Paha yang tadinya menindih sebelah wajahku, bergeser ke samping kepalaku. Selangkangan di depan mataku jadi semakin mengangkang.
*Tuiiiiiiiiiiing*
"Ugh... Turun... Celanaku... Sesak..."
"Mmmhh... Arka..."
"Eh, Sy-Syla..."
Ternyata ini selangkangan Syla. Dia menggeliat sedikit, berusaha bangun, tapi sepertinya dia belum bisa bangun. Di atas celanaku, terasa seperti ada dua balon air yang menindih dan sedikit menggesek-gesek. Kenapa posisinya terlalu pas seperti memang sengaja dibuat seperti ini?
... Terimakasih, Vioraze.
"Ini... Dimana..." Syla dengan suara sedikit serak seperti saat dia baru bangun tidur.
"Minggir dulu..."
Akhirnya, Syla menggelinding ke lantai di sampingku. Ah... Rasa sesak di dalam celanaku perlahan menjadi sedikit lega...
"Uuugh..." Aku berusaha untuk bangun.
"Ren... Ruby..." Syla memanggil yang lainnya dengan suara lemah.
"Aku... Di sini..." Kudengar suara sayup Ren tidak jauh dari kami berdua.
"Ruby... Susah... Bangun..."
"Dark... Edge...?" Rogard juga ada di sini.
Kami semua berada di ruangan ini, dengan fisik yang sangat lemah. Kenapa ini? Kenapa tubuhku terasa sangat berat dan lemah? Apa yang terjadi? Sudah berapa lama kami tertidur di sini? Rasa ini mirip dengan yang kurasakan setiap baru bangun pagi di hari senin. Sangat berat dan begitu lemah.
Akan tetapi, pertanyaan itu tidak akan bisa terjawab dengan jawaban definitif. Kutinggalkan dulu semua pertanyaan-pertanyaan. Kami mencoba menstabilkan diri kami dulu.
Setelah sekitar 1 jam berbaring sambil berusaha menggerakkan seluruh tubuh kami, akhirnya kami bisa duduk. Kami berlima duduk di lantai yang dipenuhi oleh pasir kering.
"Tidak salah lagi, ini ruangan lantai pertama Undead Tower." Pernyataan Rogard memecah keheningan.
"Ya, betul Paman."
"Iya nih, kita dikembaliin ke lantai 1 lagi."
"Sepertinya, kita memang benar-benar udah berhasil menaklukkan Undead Tower." Ucap Ren sambil melihat kedua telapak tangannya yang dikepalkan dan dibuka berulang-ulang.
"Ka-kalian, sudah menaklukkan Undead Tower?" Rogard bertanya sambil terkejut.
"Udah, Paman. Abis ngalahin 10 Tiamat, kita dapet harta karun. Nanti kami kasih jatah yang buat Paman Rogard."
Aku sengaja berbohong, tidak memberitahukan akan keberadaan True Dragon of the Darkness, Vioraze, kepada Rogard. Kenapa? Alasannya simple. Aku malas menjelaskan semua tralala trilili cikidiw kepada semua orang. Dan tampaknya ketiga gadis itu memahami tindakanku.
"Ah! Tidak! Tidak perlu! Karena aku tidak membantu sama sekali mulai sejak tim penjelajah yang lain keluar dari Undead Tower. Aku hanya beban! Kalian ambil saja semuanya!" Tegas Rogard sambil melambaikan tangan ke arah kami sebagai pertanda penolakan.
"Ren."
"Ok."
Ren meresponku sambil berpura-pura mengambil sesuatu dari gerobaknya. Lalu tanpa sepenglihatan Rogard, dia mengaktifkan Trans-Dimensional Storage.
Ren sempat terkejut untuk sesaat. Entah karena skill barunya itu, atau karena melihat harta karun yang ada di dalamnya. Aku dapat melihat Ren terkejut dari gerakan bahu Ren yang tersentak. Tapi dia mampu mengendalikan emosinya dan kembali memasang ekspresi pokerface di wajahnya.
Tidak lama, Ren mengambil sebuah batu permata berwarna hijau dan diberikannya kepadaku. Batu itu tidak terpotong dengan rapi. Hanya berbentuk seperti bongkahan lonjong kasar bersudut-sudut. Namun dari pusat batu hijau bening itu, terdapat sumber cahaya yang mengeluarkan sinar terang berwarna kehijauan.
Ren mendekat ke telingaku dan berbisik...
"Gale Emerald, Agi +30."
Entah kenapa bisikan simple dari Ren membuatku sedikit terangsang. Maafkan aku yang memiliki otak lendir ini. Aku mencoba berdiri secara perlahan. Rasanya tubuhku sudah fit kembali. Aku sudah bisa berdiri.
"Paman Rogard, ambillah ini. Aku bakal ngerasa nggak dihargain kalo paman nolak."
Aku menyodorkan batu hijau yang bersinar itu kepada Rogard. Dia langsung berusaha berdiri, hingga akhirnya dia mampu berdiri. Kemudian ia mengulurkan tangannya untuk menerima batu permata Gale Emerald dariku.
"Uh... Ee... Ba-baiklah... Terimakasih banyak, Arka..."
"Dan, aku minta tolong supaya nanti Paman Rogard yang ngurus semua formalitasnya. Karena semua orang pasti percaya sama petualang plat diamond dibandingkan plat silver maupun gold."
"Aku paham. Kau tidak perlu khawatir."
"Dan satu lagi, Paman. Jangan bilangĀ siapapun kalo kita udah menaklukkan Undead Tower. Paman bilang aja, setelah yang lain keluar, kita cuman sanggup nerusin 1 lantai aja, dan kita main kabur-kaburan berkali-kali sampai akhirnya bisa menang."
"Ho... Jadi skenario seperti itu yang kau inginkan. Baiklah, aku mengerti. Dan aku akan berjanji menjaga semua rahasia kita ini dengan taruhan nyawaku. Sekali lagi, terimakasih banyak untuk ini!"
"Batu itu, Gale Emerald, bisa nambahin Agi Paman sebanyak 30 poin kalau dicolokin ke equipment Paman."
"Wah! Lu-luar biasa... Terimakasihku tidak akan cukup untuk ini, Arka..."
"Cukup, kok... Asalkan Paman Rogard memenuhi permintaanku tadi."
"Arka, kau tidak perlu khawatir. Pegang kata-kataku, bahkan kau boleh memenggal kepalaku jika aku mengingkari janji ini."
"Hahaha... Paman nggak perlu berlebihan gitu... Aku akan penggal kepala Paman walaupun paman nggak janji kayak gitu, kalo paman membocorkan rahasia ini. Hehe..."
"He? A-ahaha... Haha... Kau pandai bercanda juga ya, Arka! Hahaha..."
Hm... Sebenarnya aku serius. Tapi, ya sudah biarkan saja dia menangkapnya sebagai bercandaan.
"Sekali lagi, terimakasih untuk Gale Emerald ini."
"Udahlah, Paman... Yang lainnya, udah bisa jalan belum?"
"Ruby bisa!"
"Udah, Ar."
"Ren udah bisa."
"Sip. Paman Rogard jalan duluan ya..."
"Baiklah."
Kami mulai melangkah menuju pintu keluar Undead Tower. Undead Tower hanya memiliki sebuah pintu untuk keluar maupun untuk masuk.
*Greeeeeekkk*
Pintu terbuka, sinar mentari menyusup masuk dari sela bukaan pintu. Semakin lama semakin terang. Kami semua memicingkan mata, tidak kuat dengan cahaya yang intens ini. Memang, kami sudah cukup lama tidak melihat cahaya matahari.
Kedua mataku masih berusaha keras untuk beradaptasi dengan silaunya cahaya matahari yang bagiku saat ini terasa 10 kali lebih tajam dibanding biasanya. Sudah berapa lama kami tidak melihat matahari ya?
Di dalam dungeon, perguliran waktu sama sekali tidak terasa. Kami sama sekali tidak tahu apakah saat itu masih siang atau sudah malam. Kami hanya beristirahat di saat lelah, dan melanjutkan penjelajahan di saat kami merasa sudah cukup istirahat.
Pintu Undead Tower sudah terbuka lebar. Aku bisa melihat situasi di sekitar sudah jauh berbeda. Di perimeter Undead Tower sudah dipenuhi dengan lapak dan gerobak orang-orang yang berjualan. Suasananya jauh lebih ramai dibanding saat terakhir kali kami tinggalkan.
Di saat yang sama dengan terbukanya pintu Undead Tower, semua orang yang ada di luar melihat ke arah kami. Hening pun bersenandung selama beberapa detik. Wajah tidak percaya, wajah terkejut, wajah bingung, terpampang di wajah semua orang yang melihat kami.
"Itu! Tuan Rogaaard!"
"Tuan Rogard!"
"Mereka sudah kembali!"
"Benar! Itu mereka!"
Dan Rogard, yang pertama melangkahkan kaki keluar dari Undead Tower, diserbu oleh kerumunan orang yang penasaran. Rogard, akan sibuk untuk beberapa waktu ke depan.
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Terimakasih sudah membaca! Silahkan klik VOTE~
Saatnya rehat dari genre action untuk sejenak. Berikutnya yang tenang-tenang saja.
Nama penting di chapter ini :
- Vioraze, Dragon of the Darkness.
- Cross Sphere (???)
- Cursed Dragon Claw
- Trans-Dimensional Storage