Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 26 - Chapter 22

Chapter 26 - Chapter 22

Halo Pembaca! Ayo kita gaskan lagi...

Silahkan VOTE, karena itu adalah salah satu kebaikan yang bisa anda lakukan untuk mengapresiasi hasil karya ini. Terimakasih.

Selamat membaca!

_______________________________________

"GRROOOAAAAARRRHH !!!"

Seekor naga besar, berukuran setengah kalinya Rotten Dragon, berwarna merah gelap, dengan badan terbalut pakaian ketat berwarna hitam pekat, terbang melintasi para petualang yang sedang mematung di bawahnya. Hembusan angin dari kepakan sayapnya, seketika menyadarkan semua orang. Mereka masih hidup! Terimakasih kepada naga ini!

"Na-Naga Api..."

"Itu kan... Naga piaraan Dark Edge yang waktu itu..."

"Ya... Tidak salah lagi..."

"Naga yang waktu itu bertarung sama kuat dengan Vampire Lord!"

"Ba-bagaimana naga itu bisa berada di sini!?"

"He-hey! Kalian plat silver! Kalian tahu naga itu!?" Teriak Argen dengan setengah panik.

"Itu naga piaraan Dark Edge, Tuan Argen!" Jawab salah satu petualang plat silver.

"Mu-mustahil! Tidak mungkin!" Argen, sambil menggelengkan kepala dengan mulut setengah terbuka.

"I-itu benar, Tuan Argen! Na-naga itu adalah naga yang sama dengan yang dulu menyelamatkan Kota Dranz dari tentara undead, bersama Dark Edge!"

"Tapi... Dark Edge hanyalah plat silver..."

"Mereka memang belum lama ini mendaftar menjadi petualang. Dari awal mereka bergabung dengan guild petualang, kekuatan mereka memang sudah abnormal. Dan naga itu, adalah gadis kecil yang sebelumnya menghabisi puluhan Death Knight sendirian, seperti yang sudah kukatakan kepadamu tadi." Rogard menjelaskan dengan tenang kepada Argen.

"Ah! Tu-Tuan Rogard!" Argen terkejut mendengar Rogard yang menjelaskan hal itu.

"Intinya, nyawa kita semua sudah diselamatkan oleh Dark Edge, party yang berisi petualang plat silver dengan kekuatan yang tidak masuk akal." Ucap Rogard untuk menghentikan semua perdebatan sebelum Argen menyampaikan pendapatnya.

"Argen, kau harus meminta maaf kepada Nona Dark Elf itu dan kepada Tuan Arka." Gregor menasehati Argen dari belakang.

"..." Argen hanya terdiam, menunduk, melihat ke lantai dengan tatapan tegang dan suram.

*BLEGAAAAARRRRR*

Semua orang terkejut mendengar suara ledakan besar dari arah pertarungan dua ekor naga itu. Yang tidak terlalu memperhatikan seperti Argen, langsung menoleh ke arah sumber suara. Sementara yang lain yang sudah melihat pertarungannya dari awal, terbelalak dengan mulut menganga.

Naga Api yang terbang melintasi mereka beberapa saat yang lalu itu, meskipun tubuhnya hanya setengah kali ukuran tubuh musuhnya, dapat menaklukkan Rotten Dragon dengan mudah.

Naga Api itu menerjang Rotten Dragon dengan seluruh momentum yang dimiliki tubuhnya. Barisan taring tajam di rahangnya, langsung menancap dalam pada leher Rotten Dragon, keempat anggota geraknya, mencakar dan mencengkram tubuh Rotten Dragon, sehingga naga busuk yang tubuhnya lebih besar itu terjatuh dan tertindih tak berdaya.

Semua orang yang melihatnya seakan tidak percaya. Padahal ukuran tubuhnya berbeda dua kali lipat, tapi Naga Api itu dapat mengunci dan menaklukkan naga yang lebih besar darinya dalam sekedipan mata.

Tak berapa lama kemudian, dia menembakkan bola api raksasa ke wajah Rotten Dragon, dari jarak point blank, menghanguskan seluruh kepalanya menjadi arang. Ledakannya membuat semua orang terkejut.

Melihat itulah, semua orang jadi kaget hampir tak percaya. Naga undead sekuat itu dapat ditaklukkan hanya dalam hitungan detik oleh seekor naga yang sesungguhnya, walaupun berukuran jauh lebih kecil.

Setelah kepalanya hangus hingga ke otaknya tanpa ada bagian segar yang tersisa akibat tembakan bola api Ruby, Rotten Dragon tersebut berubah menjadi debu hitam yang larut ke udara. Menyisakan magic crystal seukuran 2/3 kepalan tangan.

Setelah memastikan musnahnya Rotten Dragon, Ruby kembali melakukan Human Transformation. Menjadi gadis kecil lucu dan imut berambut merah, bertanduk, dan berekor kadal.

"Gadis kecil itu!"

"Ya! Gadis bertanduk yang selalu bersama Dark Edge!"

"Ternyata... Dia... Adalah... Seekor naga..."

"Wooohooooo terimakasiiiiiih!"

"Mampus kau naga busuk!"

"Terimakasih Naga Api! Terimakasih Dark Edge!"

Semua orang mengekspresikan semua yang mereka rasakan di dalam dada mereka. Keributan terdengar, memuja-muja Ruby, mengutuk Rotten Dragon, menyerukan nama Dark Edge, semua terlihat bahagia, walaupun ada beberapa yang masih trauma.

Beberapa orang segera berlari ke arah anggota party yang terluka dan memberikan segala potion yang bisa membantu memulihkan kondisinya. Untungnya, tidak ada korban jiwa.

Grista langsung menghampiri Garen yang sudah terkena racun dari Poison Breath. Dia memberikan Antidote dan beberapa HP Potion kepada Garen. Semua itu tidak akan menyembuhkan cedera Garen secara instan, tapi setidaknya bisa membantu mempercepat penyembuhan.

Semua orang sibuk sendiri, sampai tidak memperhatikan ada seseorang yang berpakaian serba hitam yang didampingi dua orang gadis cantik, masuk ke ruangan itu dan berjalan menuju portal teleportasi yang ada di ujung ruangan. Portal itu muncul seketika setelah Rotten Dragon ditaklukkan.

Hingga akhirnya...

"Halooo... Semuanyaaa... Mohon perhatian sebentaaaarrr..."

Arka memanggil semua petualang yang ada di sini. Sepertinya dia ingin menyampaikan sesuatu yang cukup penting sehingga membutuhkan perhatian dari semua orang.

"Begini... Untuk yang beriku-"

"Hey!!! Kau kemana saja dari tadi!? Kenapa tidak membantu kami!?" Teriak Argen sambil berjalan tergesa ke arah Arka, dengan emosi yang sudah membakar hatinya.

"Oi... Argen..." Gregor mencoba menahan Argen tapi terlambat.

"Kami hampir mati! Brengsek kau! Haaaahhh!!!" Tiba-tiba Argen berlari ke arah Arka sambil mencabut kedua pedang di pinggangnya.

"Ren, Syla, minggir bentar. Ini berat. Biar aku aja." Ucap Arka dengan santai kepada dua orang gadis yang mendampinginya.

"Iya."

"Ok." Jawab dua gadis itu serentak.

Argen tiba-tiba malompat dan mempersempit jarak mereka berdua dengan cepat sambil mengangkat kedua pedangnya di atas kepala. Beberapa saat sebelum kontak dengan Arka...

"Shining Ray Slash!"

Kedua pedangnya bercahaya, seolah-olah bertambah panjang beberapa jengkal, lalu diayunkannya sekuat tenaga kepada Arka yang tampak begitu tenang tanpa ada tanda-tanda akan menghindar.

Gila! Argen sudah gila! Dia menggunakan skill tingkat atas Swordsman untuk menyerang seorang manusia!

Namun, yang dilakukan oleh Arka hanyalah memegang gagang pedangnya yang masih disarungkan. Dan detik dimana seharusnya kedua pedang Argen membelah tubuh Arka menjadi tiga bagian vertikal, malah berubah menjadi hal yang tak terduga oleh semua orang yang menonton.

*Shiink*

Kedua mata pedang Argen, dari ujung sampai pangkalnya, melayang ke arah belakang Arka melewati atas kepalanya.

"A-!"

Argen bingung, tidak tahu apa yang barusan terjadi. Dua buah mata pedang adamantium yang dimilikinya, terlepas dari gagangnya. Tunggu dulu. Terlepas? Argen melihat kedua pedangnya. Pangkal dari mata pedang masih tertancap ke gagangnya. Ternyata bukan terlepas! Melainkan terpotong!

"... Bagaimana... Bisa... Ahk-!"

Leher Argen tercekik dan seluruh tubuhnya terangkat. Dia kesulitan bernafas. Argen berusaha melihat ke bawah, berusaha mengetahui siapa yang mencekiknya. Ternyata, tidak lain dan tidak bukan, ialah Arka. Target serangannya barusan.

Argen meronta-ronta berusaha melepaskan cekikan pada lehernya. Memukul dan menendang ke arah Arka. Tapi sia-sia. Lengan dan tangan Arka yang mencekiknya terlalu kokoh, bagai batu karang yang diterjang ombak, tak bergeming sedikitpun.

Wajah Argen memerah. Cekikan tangan Arka tepat menekan pada arteri dan vena carotis Argen, sehingga menghambat aliran darah ke otaknya dan menyumbat aliran darah dari otak kembali ke jantung. Pandangan Argen mulai berkunang-kunang. Kesadarannya mulai redup. Untung, Rogard segera menenangkan Arka.

"Tuan Arka, aku rasa segitu saja sudah cukup. Tolong lepaskan orang itu, agar tidak menyulitkan Tuan Arka di kemudian hari jika dia sampai mati."

*Whuuut* *brrraaaaakkk*

Arka membanting Argen ke lantai dengan tenaga sangat minimum. Hanya membuatnya pingsan. Lalu Arka memeriksa arteri carotis Argen, masih hidup.

"Makanya, biarin aku selesai ngomong dulu..." Kata Arka dengan ekspresi sedikit kesal.

Kemudian Arka menjelaskan tentang dua buah portal teleportasi yang muncul di pojok ruangan besar tersebut. Sama seperti portal di ruang Zombie Troll King, yang berwarna kehijauan akan membawa keluar dan yang berwarna kemerahan akan membawa ke lantai berikutnya.

Arka menyarankan bahwa sebaiknya semua orang berhenti sampai di sini karena mereka tidak akan kuat jika meneruskan ke lantai berikutnya. Bahkan, sebenarnya mereka tidak bisa meyelesaikan lantai ini jika tidak ada bantuan dari Sang Naga Api, Ruby.

Arka tidak akan melarang bagi siapa saja yang ingin masuk ke lantai berikutnya, tapi dia tidak akan menolong untuk yang kedua kalinya. Arka akan menolong orang yang membutuhkan pertolongan, namun tidak untuk orang yang tolol.

Semua petualang yang ada di sana mengerti dan mereka langsung melangkahkan kaki ke dalam portal teleportasi hijau satu per satu. Sudah cukup semua teror yang mereka rasakan. Mereka ingin beristirahat.

Arka hanya menunggu di samping portal, sambil digandeng Syla di kanan dan Ren di kiri. Sementara Ruby bersandar di dadanya. Setelah semua petualang plat silver dan gold masuk ke dalam portal teleportasi untuk keluar, Rogard langsung berbicara kepada Arka...

"Tuan Arka, salam dari Erazor."

"Ah! Paman Erazor! Ya ya ya... Apa kabar paman itu? Nitip salam buat dia ya, Paman Rogard!" Jawab Arka, mulai good mood kembali.

"Hahaha... Baiklah baiklah... Ternyata yang diceritakan Erazor tentangmu itu memang benar adanya. Aku awalnya sempat tidak percaya. Tapi sejak awal aku melihatmu, aku bisa merasakan aura seseorang yang memiliki kekuatan luar biasa."

"Wah, pasti Paman Erazor ngelebih-lebihin deh... Hahaha..."

"Tidak, sama sekali tidak. Ngomong-ngomong, apa yang akan kau lakukan berikutnya?"

"Oh, itu... Kami akan nyoba naklukin semua lantai di Undead Tower ini. Paman Rogard gimana? Mau ikut?"

"Hmm... Tawaran yang menarik... Tapi..."

"Kita main cepet aja, Paman."

"Kamu serius? Tapi aku tidak dapat banyak membantu..."

"Nggak masalah. Tapi nanti paman yang ngurus semua administrasi dan formalitasnya dengan walikota, ya..."

"Hahaha... Sepertinya aku pernah mendengar yang seperti ini dari Erazor..."

"Hehe... Kayaknya Paman udah ngerti. Jadi, gimana? Paman santai aja di belakang jagain Ren. Aku, Syla, dan Ruby yang beresin semua. Oh, iya. Tolong jangan panggil aku dengan Tuan, panggil Arka aja, Paman..."

"Hm... Baiklah. Aku juga tidak memiliki hal penting lain yang harus dilakukan segera."

"Ok! Yuk Ren, Syl, Ruby, kita lanjut! Persediaan makanan masih cukup kan, Ren?"

"Aman kok, Arka. Untuk Paman Rogard juga masih cukup."

"Syla, anak panah masih banyak?"

"Banyak kok, Ar. Lagian kalo abis juga kan aku masih punya ini! Hehehe..." Jawab Syla sambil memegang Dagger Helvaran di pinggangnya.

"Uh... Arka. Kalau boleh saya tahu, apa benar Arka pernah membunuh Helvaran sendirian?"

"Ben-"

"Iya, Paman! Arka nyelametin aku lho! Waktu itu aku hampir mati dimakan Helvaran, tapi Arka dateng dan ngebunuh monster itu sendirian! Terus, aku dikasih ini dong! Hehehe..." Kata Syla memotong pembicaraanku sambil menunjukkan liontin Bola Mata Helvaran.

"Aku juga dikasih ini sama Arka, hehehe..." Ren tidak mau kalah sambil menunjukkan gelangnya.

"Itu... Jangan bilang..." Rogard, setengah tidak percaya.

"Bola Mata Helvaran!"

"Immortal Core!"

"Dari... Helvaran dan Vampire Lord!?" Sesuai ekspektasi, Rogard memiliki pengetahuan yang cukup luas sebagai petualang plat diamond.

""Iyaaa!"" Syla dan Ren menjawab serentak dengan ekspresi bahagia.

"Yuk, semua... Kita lanjuuut!" Kata Arka sambil melangkah ke dalam portal teleportasi berwarna kemerahan.

Syla, Ren, Ruby, dan terakhir Rogard, menyusul masuk ke dalam portal tersebut. Pandangan di sekitar mereka seketika berubah. Sekarang, mereka masih berada di dalam gua yang sangat besar. Namun bedanya, lava mengalir di parit-parit dalam yang berada di tepian jalan setapak tempat mereka akan berjalan.

Undead dan api. Dua elemen yang sulit disatukan. Namun jika berhasil disatukan, akan menjadi mimpi buruk bagi petualang yang berniat untuk menaklukkan Undead Tower. Kecuali Arka cs.

Benar saja, tak lama setelah mereka masuk, langsung disambut tembakan magic berupa bola-bola api kepada mereka. Ternyata, penghuni lantai ini adalah Burning Lich. Sejenis undead yang berwujud skeleton namun memiliki kekuatan magic yang digunakannya untuk menyerang lawannya, dan rangka tubuhnya terbalut dalam api yang menjilat-jilat.

"Wah, nggak ngasih kesempatan bernafas ya... Kalo gitu, Darkness Enhancement. Haahh!" Arka berlari secepat kilat menuju semua lich yang menembaki mereka dengan bola api.

Dia mencabut Kuroshi, lalu menebas semua Burning Lich, satu per satu. Dalam beberapa detik, semua Burning Lich yang berada di area itu sudah terbelah dua. Dan tak lama kemudian mereka menguap menjadi debu hitam dan lenyap.

Bola api yang mereka tembakkan berukuran lebih besar daripada Fire Bolt standar milik Mage. Daya hancur yang begitu tinggi, kemampuan menyerang jarak jauh, fisik undead, dan terbalut api. Membuat mereka jauh lebih merepotkan daripada Death Knight.

Ya, tentu saja itu hanya berlaku bagi orang lain selain seluruh anggota Dark Edge.

"Hey, lantai ini biar aku semua yang beresin ya... Giliran Syla lantai berikutnya." Ucap Arka santai.

"Okay!"

Aku belum mengaktifkan Lucifer Mode, tapi sudah menggunakan Darkness Enhancement. Sehingga aku hanya terlihat seperti manusia biasa yang sangat kuat, bersenjatakan katana hitam.

Semua Burning Lich, rata. Arka bahkan belum menggunakan magic ofensif sama sekali. Dia hanya berlari, menebas, berlari, menebas. Semua ditebas semudah mengiris mentega. Bola api yang ditembakkan oleh Burning Lich hanya menabrak dinding dan lantai, karena gerakan Arka terlalu cepat.

Tidak terasa, mereka sudah sampai di depan pintu masuk ke ruangan miniboss lantai ini.

*Wuuuuuuusssh*

Sebuah bola api melayang ke arah Ren. Ternyata mereka melewatkan seekor Burning Lich. Kecerobohan itu telah memakan korban.

*Blaaarrr*

"Aw!" Teriak Ren, tampak kesakitan.

Arka langsung berlari dan membunuh satu Burning Lich yang tersisa itu. Dia segera kembali untuk memeriksa Ren.

Paha kanan Ren terkena bola api dari Burning Lich tadi, menyebabkan luka bakar di lokasi itu. Bagian paha yang terkena bola api merupakan bagian yang tidak tertutup coat, yang dibuat menggunakan Darkness Creation, sehingga tidak tahan terhadap serangan bola api.

Arka langsung memeriksa paha kanan Ren, dan menemukan bahwa Ren mengalami luka bakar derajat 2. Arka terlihat seperti sedang berpikir, diam sejenak.

Luka bakar memiliki 3 derajat. Derajat pertama hanya berupa kemerahan pada kulit. Derajat kedua biasanya melepuh atau menghasilkan gelembung berisi cairan pada kulit yang terkena panas. Sedangkan derajat ketiga sudah sampai pada lapisan kulit yang lebih dalam lagi dan bisa juga mencapai hingga daging dan tulang.

Pada luka bakar Ren, sudah mulai melepuh dan muncul gelembung berisi cairan sekitar diameter 5cm yang dikelilingi kemerahan di seluruh paha bagian belakang. Arka mencoba mengingat bagaimana penanganan awal pada luka bakar.

"Syla, magic air dong. Aliri paha Ren pake magic airmu. Tapi yang lemah aja ya, air ngalir biasa aja, jangan terlalu kenceng debit airnya."

"Ya, ya. Ngerti. Water Ball." Jawab Syla sambil mengeluarkan Water Bal yang sangat kecil dan lemah.

"Uhh... Rasanya enakan kalau dialiri air."

"Terus ya Syl, jangan berhenti."

"Ok."

Penanganan pertama pada luka bakar adalah dengan mengalirkan air pada bagian yang mengalami luka bakar. Air biasa, dialiri selama 15-20 menit non-stop, biasanya dengan air dari keran. Hal ini berguna untuk mengurangi nyeri dan mendinginkan kulit yang terkena luka bakar.

Sambil dialiri air, Ren meminum HP Potion. Setelah meminumnya, kemerahan yang ada di sekitar kulit yang melepuh di paha Ren pun perlahan mulai ilang. Ternyata HP Potion dapat membantu menyembuhkan luka bakar derajat 1.

Luka bakar tidak boleh diberi pasta gigi, es batu, minyak yang panas, balsem, oli, minyak rem, dan hal-hal aneh lainnya. Kalau ada salep atau krim untuk luka bakar, sebaiknya itu yang diberikan.

Jika pada lokasi luka bakar terdapat pakaian atau perhiasan yang masih menempel, segera lepas. Jika tidak dilepas, nanti bisa lengket, menyebabkan infeksi, dan bahkan dapat mengganggu aliran darah. Untung di paha Ren yang terbakar tidak ada pakaian yang menempel. Hanya ada di bagian yang lebih ke atas.

Setelah dialiri air selama 15-20 menit, dapat ditutup kassa steril atau kain bersih, lalu dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat agar ditangani oleh tenaga medis. Jangan memecahkan gelembung berisi cairan pada lokasi luka bakar itu sendiri, biar tenaga medis yang melakukannya.

Arka menyiapkan beberapa kassa steril dan minor set yang telah diciptakannya menggunakan Darkness Creation. Arka menyiram peralatannya dengan Gorev, minuman beralkohol 70%. Untuk mensterilisasi alat-alat medis miliknya. Grista belum sempat membuatkan alkohol murni untuk Arka.

"Ren, aku bersihin lukanya ya. Aku olesin ini dulu di sekitarnya.

Arka mengaplikasikan sebuah krim di sekitar luka bakar Ren yang menggelembung. Krim tersebut didapatnya dari Grista, yang berfungsi untuk menghilangkan rasa nyeri sementara. Sejenis anestesi topikal.

Setelah ditunggu beberapa menit, Arka menyentuh bagian yang melepuh menggunakan ujung pinset, sambil bertanya kepada Ren apakah yang disentuhnya masih nyeri atau sudah tidak terasa nyeri. Ren hanya menggelengkan kepalanya.

Arka menyirami luka bakar itu dengan air bersih. Menggunakan klem kocher, dia pecahkan gelembung berisi cairan itu. Lalu dibersihkannya semua kulit mati yang berasal dari gelembung yang telah dipecahkan sebelumnya, menggunakan pinset anatomis.

Setelah luka bakar itu bersih dari kulit mati, Arka membersihkan sisa-sisa kotoran sampai semaksimal yang dia mampu dengan kassa yang telah dibasahi dengan air bersih. Setelah itu, dia mengeringkan area luka bakar yang sudah dibersihkan itu.

Arka mengoleskan krim lain pada lokasi luka bakar yang kini hanya dilapisi kulit tipis karena lapisan atasnya sudah terkelupas. Krim itu juga diberikan Grista atas permintaan Arka. Fungsinya adalah untuk mencegah infeksi karena mampu membunuh bermacam-macam bakteri penyebab infeksi. Dalam medis, istilahnya krim antibiotik.

Setelah itu, Arka membalut luka di paha Ren dengan kassa steril, lalu mengikatnya cukup ketat agar tidak mudah lepas, tapi tidak terlalu ketat agar tidak menghambat aliran darah.

"Udah, Ren. Terlalu ketat nggak? Coba berdiri."

"Umhh... Pas kok, Ar." Jawab Ren sambil berusaha berdiri.

"Arka, ilmu menangani luka seperti itu, kau dapat dari mana?" Rogard bertanya setelah melihat semua yang dilakukan Arka.

"Oh... Itu... Dari orangtuaku." Arka berbohong karena suatu pertimbangan di dalam pikirannya.

Rogard, mendengar jawaban itu, di dalam hatinya sungguh tidak percaya. Tapi dia mengerti, bahwa hal itu merupakan hal yang tidak ingin diceritakan oleh Arka. Rogard tidak memperpanjangnya.

"Kalian tunggu di luar aja ya. Biar aku masuk sendiri."

"Ok, jangan lama-lama, Ar."

"Hati-hati, Arka..."

"Okaaay!"

Arka memasuki ruang besar yang seukuran dengan ruangan Rotten Dragon, dialiri lava pada bagian tepiannya. Sampai di dalam, setelah menghilang dari sudut pandang Rogard, Arka mengaktifkan Lucifer Mode, untuk jaga-jaga.

"KRAAAAAAAARRRRRRSSSSSSHHH!"

Monster yang besar, berukuran sebesar Ruby dalam wujud naga besar. Kepala singa yang bernafaskan api, ujung ekor berwujud kepala ular yang mampu menyemburkan racun mematikan. Di punggungnya adalah sayap burung yang dapat membuatnya terbang. Dan empat kaki yang berbentuk seperti kaki komodo dengan cakar yang tajam dan panjang. Tubuh bersisik bagai ular.

Franken Chimera.

Monster seperti ini, yang menyerupai hasil rekayasa genetik dari berbagai macam bagian tubuh hewan yang dijadikan satu, termasuk monster dalam kategori C tertinggi, nomer dua setelah Common Dragon.

"Halooo!" Arka dengan santai menyapa sambil melambaikan tangannya.

"KRRRAAAAAARRRR!!!" Monster itu mengaum dan terbang ke arah Arka.

"Ah, cuman monster bodoh, nggak bisa diajak ngobrol. Hahh!!!"

Arka tidak menunggu monster itu menghampirinya, tapi ia langsung terbang menuju monster itu dengan kecepatan supersonic. Arka menebas kepala singa itu menggunakan Kuroshi, membuat setengah bagian wajahnya terbelah.

"Ahh... Kurang dalam."

Kemudian ia memperpanjang pedangnya menjadi sepanjang 10 meter, lalu terbang ke samping Franken Chimera sambil menebaskan pedangnya. Monster itu tak dapat berbuat apa-apa. Hanya mampu pasrah menerima sayatan Kuroshi membelah tubuhnya di tengah-tengah secara horizontal.

"Hhrrrrrrrrkkk..."

Monster itu sudah tak berdaya, tapi belum mati. Hanya mampu mengeluarkan suara lemah seperti itu.

"Oh, aku pengen nyoba sesuatu. Udah lama nggak eksperimen dengan dark magic." Ucap Arka sambil mengeliarkan energi dark magic miliknya.

Energi dark magic yang berbentuk asap hitam keluar dari tubuhnya. Ia mencoba mengkombinasikan skill Darkness Grip dengan Darkness Sense, menciptakan suatu alat membunuh yang efisien.

Ia mengontrol energi dark magic yang keluar dari telapak tangannya, masuk ke dalam tubuh Franken Chimera melalui mulut, hidung, dan telinga monster itu. Kemudian terus masuk menyusuri seluruh rongga di dalam tubuh monster tersebut.

Arka bisa melihat organ-organ dalam dari monster itu menggunakan Darkness Sense, seperti sedang melakukan endoskopi. Hingga pada akhirnya, dark magic itu mengisi seluruh ruang dan rongga yang ada di dalam tubuh sang monster, juga mengisi seluruh saluran sirkulasi yang ada di dalam tubuh Franken Chimera.

"Wow... Wooow... Wah! Ini... Keren! Seru anjay!"

Arka dapat melihat setiap inchi dari rongga di dalam tubuh monster tersebut. Dia dapat mengetahui dimana posisi magic crystal, dia memahami struktur organ internal dari monster itu, dia dapat mengendalikan seluruh tubuh monster itu seutuhnya.

Dan, kapanpun Arka mau, dia bisa dengan mudah menghancurkan magic crystal atau organ vital tertentu tanpa perlu melukai fisik luarnya. Dengan kata lain, membunuh dari dalam.

"Aku dapet jurus baru! Dark magic ini memang luar biasa! Terimakasih Dewi Nyx!"

***

"Arka kok lama yaa... Aneh."

Sudah sekitar satu jam kami menunggu di luar. Arka menutup pintunya ketika dia sudah berada di dalam, dan menguncinya entah dengan apa.

"Iya, Syl. Jangan-jangan dia sedang melakukan hal yang aneh di dalam? Karena, nggak mungkin kan dia kalah sama monster apapun yang ada di dalam..."

"Uhm! Ruby bisa ngerasain kok, kekuatan monster yang ada di dalam itu jauh lebih lemah dari Arka!"

Lalu sekitar sepuluh menit kemudian, pintu terbuka.

*Guruguruguru*

"Eh!? Ren, mundur!"

"Full-Scale Dragon Transformation!"

"Mana Arka!?" Rogard bertanya kepada kami, para gadis yang juga tidak mengetahui keberadaan Arka.

Kami semua langsung berada dalam sikap tempur, dengan senjata sudah siap di tangan. Hal itu terjadi karena setelah pintu ke ruangan miniboss terbuka, yang menyambut kami adalah sosok hewan raksasa seukuran wujud naga besar Ruby.

Berkepala seperti singa, ujung ekornya kepala ular, sayap burung, kaki kadal, badan bersisik. Chimera!

Setahuku, Chimera merupakan monster kelas B yang berada pada urutan paling bawah, sedikit lebih lemah daripada Helvaran. Bahkan faktanya, yang membuat Helvaran lebih kuat dari Chinera hanyalah Breath Attack-nya yang spesial, memiliki daya hancur yang sangat kuat. Fisiknya, jelas kalah dari Chimera.

Tapi aku tidak tahu apakah Chimera yang satu ini merupakan Chimera hasil peranakan asli dari Typhon dan Echidna, atau hanya hasil rekayasa dari necromancy? Jika hasil rekayasa necromancy, berarti kekuatannya tidak akan sekuat aslinya, hanya sekitar peringkat atas monster kelas C.

Yang lebih penting lagi, dimana Arka!? Tidak mungkin Arka kalah dari monster selemah ini!

"Frost Sh-"

"Ooooiii! Jangan serang! Jangan seraaaang! Ini akuuu! Aku disiniii!"

Baru saja aku akan menembakkan salah satu skill crowd control, kudengar suara teriakan dari seseorang yang kukenal betul. Ya, suara Arka.

"""Arka???""" Kami semua berteriak serentak.

"Iyaaa! Jangan seraaang! Hahaha!"

"Arka ngagetin ajaaa!" Teriakku sedikit kesal.

"Hehehee... Ini skill baruku! Aku sekarang bisa gerakin monster sesuka hatiku loooh..."

Kuperhatikan monster raksasa yang ditunggangi Arka itu. Tubuhnya seperti diselubungi dark magic tipis milik Arka. Dan seperti ada jahitan-jahitan besar di sekeliling badan monster itu. Jangan-jangan, Arla sudah membelahnya lalu menjahitnya kembali? Aku tak tahu.

Arka seperti sedang berkonsentrasi penuh ketika tubuh monster besar itu bergerak. Apa benar dia mengendalikan monster itu? Aku jadi penasaran ingin menguji kekuatan monster ini. Iseng sedikit boleh lah...

"Flame Shot!" Teriakku sambil menembakkan skill panah tingkat bawah elemen api kepada Chimera yang ditunggangi Arka.

"Tung-!"

*Fyuuzzzhh*

*Blaarrr*

"Sylaaaaa!!!"

Arka berteriak kepadaku, sepertinya dia kesal. Biarkan saja dia kesal, karena dia juga sudah membuatku kesal dengan mengagetkan kami semua. Api dibalas dengan 'api', hehehe...

Namun, sepertinya panah apiku tadi tidak ada efeknya terhadap Chimera itu. Oh, pantas saja. Seluruh tubuh monster itu terlindungi oleh dark magic dari Arka. Ah, aku malah jadi tambah kesal.

"Arka jeleeeek!"

"""Hahahaha..."""

Semua orang tertawa. Aku menjadi tambah kesal. Ah, biarkan sajalah. Aku tidak ingin tambah kesal lagi, jadi aku berjalan ke dalam ruangan besar meninggalkan mereka. Aku mencari dimana lokasi portal teleportasi ke lantai berikutnya.

"Ayo naik Ren, Ruby, Paman! Sylaaa sini jangan ngambek dong cantiiik!"

Ugh. Arka ini... Benar-benar...

"I-iya... Arka jelek." Eh, kenapa pipi dan daun telingaku terasa panas...

Aku naik ke atas Chimera. Kami berlima duduk di punggung bersisik, tapi rasanya biasa saja. Seperti sisik ular, agak keras dan kering, sedikit licin.

Tak lama, kami sampai di dekat portal. Tentu saja kami akan memasuki portal yang berwarna kemerahan. Kami tidak turun, tapi tetap berada di punggung Chimera. Ketika Chimera menyentuhkan ujung cakar kaki depannya ke magic circle (lingkaran sihir) portal teleportasi, kami semua ditransfer ke lantai yang berikutnya.

Seperti biasa, pandangan tiba-tiba gelap, dan sesaat kemudian kami sudah berada di tempat yang berbeda. Namun kali ini...

"Brrr... Dinginnn..."

Aku merasakan hawa dingin menusuk kulitku hingga menembus ke dalam sumsum tulangku. Dingin sekali! Pakaianku... Terlalu tipis untuk udara dingin yang seekstrim ini.

"Semuanya, ini aku bawa selimut, bisa dipakai buat menghangatkan badan." Kata Ren sambil mengambilkan selimut dan dibagikan ke semua orang.

"Makasih, Reeen!"

"Asyiiik! Makasiiih!"

"Terimakasih, Nona Ren."

"Eh, tapi cuman ada 4, jadi Arka nggak usah pakai selimut ya... Baju Arka bisa menahan hawa dingin dari luar, kan?"

"Iya sih... Tapi... Ya udah nggak masalah." Arka tampak ragu awalnya, tapi dia menyetujuinya.

Setelah selesai membalutkan selimut ke tubuh kami, Arka menggerakkan Chimera untuk jalan menyusuri gua es yang sangat besar ini. Anehnya, tidak ada serangan dadakan seperti yang terjadi pada lantai-lantai sebelumnya.

"Syl, di lantai ini kamu mau cobain sendirian nggak?"

"Hmm... Boleh juga. Kayak Arka tadi kan maksudnya?"

"Iya, kayak aku tadi."

"Ok! Haah!" Jawabku sambil melompat dari punggung Chimera.

Aku, Ren, dan Ruby telah mendapatkan sebagian dari kekuatan Arka melalui blessing Dark Alliance. Kalau melihat angka pada statusku, kekuatanku sudah setinggi seorang hero dengan level 200. Itu adalah hal yang luar biasa sebenarnya.

Bahkan, Ren yang hanya Merchant saja, juga sudah jauh lebih kuat daripada Rogard, seorang petualang plat diamond yang cukup disegani bahkan oleh sesama plat diamond. Hanya saja, Ren hampir tidak memiliki skill ofensif. Jadi, statusnya yang sangat tinggi itu cukup sulit untuk dinilai.

Gua es yang besar. Tidak mungkin gua sebesar ini ada di dalam bangunan Undead Tower. Pasti sejak kami melakukan teleportasi dari ruangan Zombie Troll King hingga saat ini, kami sedang berada pada lokasi atau dimensi yang berbeda.

Undead Tower paling hanyalah dari pintu masuknya sampai ruangan Zombie Troll King. Lebih dari itu, portal teleportasi sudah membawa kami ke lokasi yang jauh dari Undead Tower, atau malah dimensi yang berbeda.

*Grruukk* *whuuss*

"Hah!" Aku melompat mundur sejauh mungkin, menghindari sesuatu entah apa.

*Daaarrrrr*

Sebongkah es yang cukup besar jatuh dari langit-langit gua es ini, lalu meretakkan lantai es di bawahnya. Apakah ini jebakan? Atau memang fenomena alami di gua ini?

*Gruuukk grruuukk gruukkk*

"Ap-! Hup, hup, hup!"

*Daarr daarrrr daaarr*

Tiba-tiba tiga bongkahan es besar patah dan jatuh di sekitar tempatku berdiri. Aku harus melompat tiga kali untuk menghindarinya semua. Lalu kulihat ke arah Arka dan yang lainnya, mereka juga menerima reruntuhan bongkahan es dari langit-langit gua.

Ini sudah bukan fenomena alam lagi. Tampaknya seluruh gua ini ingin menyerang kami. Pantas saja tidak ada monster di sekitar sini. Ternyata gua es ini sendiri sudah seperti monster.

"Syl! Ayo naik sini! Kita tinggalin tempat ini dulu!"

"Iya!"

Aku langsung berlari secepat yang kumampu dengan diselingi lompatan-lompatan untuk menghindari reruntuhan bongkahan es besar yang berjatuhan menyerang kami.

"Haah!" Aku melompat ke atas Chimera dan ditangkap dalam pelukan Arka.

"Hah! Hah! Hah! Hah!" Teriak Arka sambil mengayunkan pedang hitamnya yang sudah diperpanjang.

Arka dengan sangat cepat menebas seluruh bongkahan es besar yang jatuh sehingga menjadi serpihan-serpihan es kecil yang tidak membahayakan. Dia juga sambil menggerakkan Chimera agar kami semua dapat pergi meninggalkan tempat yang dipenuhi reruntuhan batu es besar ini segera.

Wajah Arka terlihat sangat serius. Tatapan matanya tajam, ekspresi wajahnya tampak sangat fokus. Dia melakukan dua hal rumit secara bersamaan untuk menyelamatkan kami semua.

Rogard dan Ruby juga tidak tinggal diam. Mereka membantu Arka menghancurkan bongkahan-bongkahan es yang akan jatuh menimpa mereka.

Setelah beberapa lama Chimera ini berlari, kami sampai di sebuah aula besar dimana tidak ada lagi reruntuhan es dari atasnya. Aula ini memiliki nuansa yang sedikit berbeda dan hawa dinginnya tidak separah yang tadi.

Di aula besar ini, kami disambut oleh sekitar seratus monster yang tubuhnya sudah mulai membeku. Secara umum, mereka memiliki bentuk tubuh seperti manusia kekar, hanya saja ukuran monster ini jauh lebih besar.

Berdiri setinggi 7-8 meter, dengan kulit abu-abu kebiruan, satu mata besar di tengah kepalanya, dan memegang tombak pendek yang terbuat dari es.

"Itu... Cyclops?" Arka bertanya, sedikit ragu.

"Sepertinya itu Ice Cyclops." Jawab Rogard.

"Um um." Ren menggelengkan kepalanya, lalu melanjutkan.

"Dari skill Identification-ku, monster ini adalah Immortal Ice Cyclops, kelas C, varian yang lebih kuat daripada Ice Cyclops biasa. Sedikit lebih kuat daripada Zombie Troll King." Jelas Ren.

Sepuluh atau dua puluh monster ini, mungkin aku masih bisa hadapi. Tapi, ini sekitar seratus jumlahnya. Anak panahku tidak akan cukup. Oh, aku masih punya Dagger Helvaran. Akan aku coba.

"Arka, aku mau cobain dulu sendirian. Nanti kalo udah nggak kuat, bantuin ya..."

"Iya... Hati-hati."

"Siap, bos! Hup!" Aku melompat turun dari Chimera, langsung mempersiapkan busur dan panahku.

Seratus Immortal Ice Cyclops mulai bergerak untuk menyerang ke arah kami. Sepertinya mereka bersiap melemparkan tombak es di tangan mereka untuk serangan pertama. Dan, sepertinya mereka memiliki skill magic es untuk menyerang dan membuat tombak baru.

Berdiri tegak, kutarik busur panahku dengan anak panah yang sudah terpasang, kuarahkan 60° ke sisi atas dari barisan Immortal Ice Cyclops. Perang satu lawan seratus, dimulai.

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

Terimakasih sudah membaca!

Nama penting pada chapter ini :

- Franken Chimera

Medical Terminology

Endoskopi : melihat bagian dalam tubuh dengan menggunakan alat seperti teropong.