Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 3 - Chapter 2

Chapter 3 - Chapter 2

Halo pembaca! Silahkan berbuat kebaikan dengan cara vote cerita ini, terimakasih. Selamat membaca!

_______________________________________

"Kok begini banget yak..."

Setelah bersusah payah berusaha keras, aku bisa membuat api sebesar api yang dihasilkan oleh sebatang korek api kayu. Kecil, rapuh, redup, imut, dan manja.

Selain Fire Bolt, aku juga sudah mencoba mengeluarkan Water Ball, Wind Blade, dan Stone Bullet. Dari pengetahuanku tentang magic, semua itu adalah magic dasar dari setiap elemen natural.

Dan hasilnya? Tetesan air, tiupan angin sepoi, dan kerikil kecil yang jatuh menggelinding. Aku memang harus belajar di sekolah magic dulu atau memang aku sama sekali tak berbakat dalam magic? Tapi, Dewi Nyx sebelumnya berkata lain...

Oh terserahlah. Untuk sementara ini sepertinya aku harus menyingkir dulu menjauhi area pertempuran. Saat ini, sudah tidak ada manfaatnya lagi bagiku untuk berlama-lama di sini. Malah akan semakin beresiko jika aku tidak segera pergi.

Kedua matahari sudah berada tepat di atas kepalaku. Bayangan tubuhku pun tepat berada di bawah kakiku. Sepertinya sekarang sudah pukul 12.00 kalau pembagian waktu dunia ini disamakan dengan duniaku yang sebelumnya.

Pertempuran di depan sana semakin lama semakin parah. Debu-debu menutupi pandangan. Lubang-lubang besar menghiasi tanah yang awalnya rata. Area yang terbakar saling bertabrakan dengan area yang membeku. Angin puting beliung menyapu bersih serpihan-serpihan hasil peperangan.

*Gggrrrroooaaaakkkk*

"Oi oi... Bunyi apa itu?"

*Gggrrroooogorogorogorokkkgrrokk*

"Anjir perutku ternyata."

Baru teringat, aku pertama kali membuka mata di dunia ini masih pagi. Dan sekarang sudah tengah hari. Sudah waktunya 'brunch'. Biasa mahasiswa itu kalau sarapan sering kali digabung dengan makan siang. Breakfast + Lunch = Brunch.

Akupun bergegas kembali ke dalam hutan. Tujuanku ya kembali ke kolam besar yang sebelumnya. Sambil berjalan aku juga melihat-lihat sekitar kalau ada buah yang bisa dimakan di hutan ini. Lumayan daripada mati konyol karena kelaparan.

Aku harus berhati-hati dalam memilih buah-buahan untuk dimakan karena di sekitar sini sangat banyak yang aku tidak familiar dengan bentuknya. Beberapa masih ada yang mirip dengan buah yang ada di duniku sebelumnya. Mungkin sementara ini aku kumpulkan dulu semua buah yang mirip dengan buah yang kukenal sebelumnya.

Ada yang mirip dengan apel, tapi warnanya biru muda. Setelah kucicip sedikit, rasanya lumayan manis dan sedikit asam tapi fresh. Ada juga yang bentuknya mirip stroberi, tapi ukurannya jauh lebih besar, berwarna kuning terang dan rasanya sangat manis. Selain itu ada beberapa macam buah-buahan kecil yang rasanya manis. Aku kumpulkan sebanyak yang mampu kubawa.

Jika buah yang kucicip terasa pahit, aku langsung buang. Karena di dalam pikiranku, makanan yang rasanya pahit atau tidak enak, berarti bukan makanan yang baik untuk dikonsumsi. Ada juga kemungkinan yang rasanya enak itu bisa berbahaya, tapi lebih besar kemungkinan kalau yang tidak enak itu berbahaya. Insting hewaniku berkata demikian.

Bukan berarti aku sama dengan hewan, tapi manusia memang termasuk dalam golongan 'hewan'. Hanya saja yang membedakan kita dengan hewan lainnya adalah akal. Akal adalah fungsi mulia dari otak kita yang tidak dimiliki oleh hewan lain. Nah, jika akal itu tidak aktif, maka yang aktif adalah fungsi hewani dari otak. Itu yang kemudian menghasilkan insting hewani layaknya hewan-hewan lain. Begitulah kira-kira.

Menjelang sore hari, aku telah sampai di kolam besar yang tadi pagi. Kuletakkan buah-buahan yang kukumpulkan selama perjalanan di atas tumpukan dedaunan di pinggir kolam. Dengan brutal, kumasukkan kepalaku ke dalam kolam dan kuminum airnya.

Sambil minum air, kulihat ada ikan melintas di hadapanku. Berenangnya sangat pelan untuk ukuran hewan air. Entah bagaimana makhluk seperti itu bisa bertahan hidup. Aku jadi penasaran, apakah aman jika kutangkap dan kumakan?

Kuambil ranting pohon yang cukup panjang dan kokoh, kupatahkan ujungnya sedemikian rupa sehingga ujungnya menjadi cukup lancip. Setelah kira-kira cukup, kucoba tusuk ikan itu dengan sekuat tenaga.

*Fyuuussshh*

Kena. Ikan itu tertancap di ujung ranting yang kugunakan untuk menusuknya. Saat kuangkat, ternyata ikan itu mengeluarkan banyak duri tajam dari seluruh badannya. Bentuk keseluruhan tubuhnya seperti ikan buntal, yang membedakan hanya ada puluhan duri tajam, panjang, dan keras di seluruh bagian tubuhnya. Kalau diperhatikan, ikan ini seperti kawin silang antara ikan buntal dan bulu babi. Ternyata dia bertahan hidup dengan senjata berbahaya seperti itu walaupun hanya bisa berenang pelan.

Lalu bagaimana ya caranya aku makan ikan seperti ini?

Beruntungnya, setelah ikan itu mati, ternyata duri di tubuhnya menjadi lembek, seperti tentakel pada bayi cumi. Hmm... Sebenarnya aku tidak pernah melihat apalagi memegang bayi cumi. Ah, don't sweat the small details.

Sekarang bagaimana cara membelah ikan ini untuk membersihkan isi perutnya ya? Andaikan aku punya bisturi, pasti mudah saja menyayat isi perutnya. Aku tak punya kemampuan survival. Maklum, anak kota yang seluruh waktu luangnya dipakai untuk main game online dan menonton anime setiap hari.

Andai ada tombol 'cook' di menu kanan atas seperti di game, hidup ini pasti akan jauh lebih indah.

Mungkin aku coba membakar ikan ini tanpa membersihkan isi perutnya. Kutusukkan ranting pohon seukuran jari telunjuk ke mulut ikan itu sampai tembus lubang fesesnya. Beginilah salah satu bentuk siksa neraka bagi mereka para pendosa itu.

Kutancapkan di tanah, lalu dengan magic super yang kumiliki, kukeluarkan magic api maha dahsyat yang baru saja aku kuasai. Konsentrasi, fokus, imajinasikan semua prosesnya, dan...

"Godly Majestic Fire Bolt!!!"

Udara di sekitarku seolah menjadi gelisah. Suhu pun meningkat pesat di sekitar telapak tanganku. Api maha dahsyat pun muncul. Sebesar apinya korek api kayu. Sedikit berkedip seakan-akan mau padam. Ya, ikan itu kubakar perlahan-lahan dengan Fire Bolt culun dari telapak tanganku. Mungkin butuh waktu yang lumayan lama untuk membakar ikan ini hingga matang dengan api sekecil ini. Setitik air mata berguling di pipiku.

Sambil membakar ikan, aku menghabiskan satu demi satu buah yang kukumpulkan dari hutan tadi. Lumayan, fruktosa dari buah-buahan ini bisa menambah tenagaku. Sekitar satu jam kemudian, ikannya tampak matang dan segera kucicip.

"BLEHHH! Paitttt!"

Kuludahkan daging ikan yang kugigit tadi sambil menitikkan setetes air mata. Perjuangan yang sungguh, sungguh sia-sia. Aku langsung kumur-kumur sampai pahit di lidahku memudar.

"Aaaaarrrggghh! Aku harus cepet-cepet nyari pemukiman penduduk!"

Hari sudah sore. Aku bergegas berjalan ke arah lain dari arah peperangan tadi. Kalau diperhatikan menurut arah matahari disamakan dengan arah mata angin di duniaku dulu, lokasi peperangan itu ada di timur. Aku berjalan ke arah barat sekarang.

Holy Armor-ku semakin layu, apalagi di bagian yang menutupi kaki. Sambil jalan kucari lagi daun yang bisa digunakan untuk menambal yang di kaki. Setelah kutemukan, langsung kulilitkan dan kupercepat langkahku. Sekitar dua atau tiga jam berjalan, langit sudah mulai gelap. Senja telah tiba.

Aku lanjutkan langkahku. Menembus semak belukar dan ranting pohon yang menghalangi jalanku. Tak berapa lama kemudian, dari jarak sekitar 200-300 meter di depanku...

"KYAAAAA!!! TOLOOOOONG!!!"

"GRRRAAAAAWWWRRR!"

Aku tersentak! Otakku belum sempat berpikir, kakiku langsung berlari mendekati sumber suara itu.

"Heeeeeyyy!!! Heeeeeeeeeeyyyy!!!"

"Tolooong! Toloooonggg!"

Kuteriakkan seluruh kapasitas vital paru-paruku sekuat tenaga. Yang kupikirkan hanya satu, bagaimana cara mengalihkan perhatian makhluk yang mengaum dahsyat itu dari mangsanya. Mengalihkan perhatiannya agar wanita itu bisa terlepas dari incarannya. Wanita? Dari suaranya sih seperti suara wanita ya. Bodo amat aku tak pikir panjang lagi.

Kalau saat ini diriku dilihat dari sudut pandang ketiga, pasti terlihat konyol. Manusia daun, berlari-lari sambil berteriak, dengan sok pahlawannya berniat mau menyelamatkan orang dari hewan buas, padahal tidak punya keahlian berkelahi dan tidak membawa senjata yang mematikan. Hanya membawa patahan ranting pohon yang niatnya hanya untuk membantu membuka jalan dan sekedar jaga-jaga.

Setelah tiba di lokasi kejadian, tampak jelas olehku seorang wanita yang sedang ngesot berusaha menjauhi hewan besar yang mengejarnya. Kalau sudah sampai pada taraf ini, sepertinya sudah lumrah jika kita sebut itu sebagai monster.

Monster yang memiliki bentuk tubuh selayaknya hewan dari kelas reptilia. Kulit yang dilapisi sisik tajam yang berwarna coklat dan merah. Panjang tubuh dari kepala sampai ujung ekornya sekitar enam meter dan tingginya dari tanah sekitar dua meter.

Keempat kakinya yang kokoh menopang tubuhnya dengan membentuk seperti dua buah huruf U terbalik pada sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang. Masing-masing kaki memiliki empat cakar menghadap ke depan dan satu cakar menghadap ke belakang, dengan ukuran panjang cakar sekitar dua puluh hingga tiga puluh centimeter.

Jika hantaman dari cakar itu sampai menyentuh wajah artis Korea, dipastikan operasi plastik apapun tidak akan bisa mengembalikan wajahnya seperti hasil operasi plastik sebelumnya.

Pada ekornya yang berayun-ayun, terdapat barisan tulang tajam yang menonjol keluar di bagian sisi kanan dan kiri ekornya, dari pangkal sampai ujung.

Fitur terakhir yang paling membuat orang merinding dari monster ini adalah kepalanya. Barisan gigi taring yang tidak bisa disembunyikan itu selalu terlihat mengintimidasi. Dari ujung belakang rahangnya terdapat tulang yang menonjol panjang keluar lalu melengkung di samping mulutnya, serta memiliki ujung yang tajam.

Sekilas aku terbayang gading gajah, mirip tapi yang ini lebih sangar. Matanya memancarkan sedikit siluet berwarna merah yang semakin menakutkan jika suasana semakin gelap.

"Tolong akuuu!" Teriak wanita itu sambil menyeret tubuhnya menjauhi monster itu.

Aku heran, kenapa wanita itu tidak berlari saja? Kenapa dia hanya ngesot? Apa karena terlalu takut sehingga tak bisa berdiri? Atau... Oh! Kaki kirinya berdarah! Ternyata nasib kaki kirinya tidak jauh berbeda dengan nasib kaki kiriku. Selalu menjadi korban.

"Hey cicak besar bau pantat! Hey! Sini kau!"

"Hiiii-" ucap wanita itu sambil memejamkan mata ketakutan karena sang monster sudah bersiap menerkamnya.

"Woooyyy!" Kuteriaki monster itu terus menerus, tapi kali ini kulemparkan ranting pohon yang dari tadi sudah kupegang.

"Hissssss..."

Monster itu berhenti bergerak sesaat dan perlahan memutar kepalanya men oleh ke arahku. Tatapan mata kadal yang memiliki pupil berbentuk elips vertical bertemu dengan tatapan mataku. Seketika aku tersadar.

Aku adalah makhluk lemah yang tolol dan pendek akal, yang dengan mudahnya pergi mengantarkan nyawa demi menyelamatkan wanita asing yang tak kukenal. Tak usah berpikir bagaimana cara menyelamatkan wanita itu, untuk menyelamatkan diriku sendiri saat ini sudah tidak mungkin lagi. Aku akan mati, yang ingin kuselamatkan juga mati. Dan si kadal kenyang bahagia.

*Srakk ssrrakk sraakk ssrraakk*

Monster kadal itu melangkah mendekatiku.

".....eh?"

EH? Terus aku harus berbuat apa? Fire Bolt lemah dan menjengkelkan itu? Bakar ikan saja satu jam! Eh? Eh... Eh! Aduh bagaimana ini?!

*Zrak zzrraakk zzzrrrraakkk*

Langkahnya semakin cepat. Tatapan matanya terkunci ke arahku. Aku ingin lari. Tapi kenapa kakiku terasa lunglai? Untuk menggeser telapak kakiku saja rasanya sangat berat. Apa ini?

'Fight or flight', seharusnya yang terjadi adalah antara respon melawannya atau respon melarikan diri. Tapi ini malah tubuhku serasa membeku dan sulit untuk bergerak.

Monster itu semakin dekat, hanya tersisa sekitar sepuluh langkah lagi, dan hancurlah tubuhku jika taringnya atau cakarnya sampai merobek daging dan kulitku. Hampir dipastikan tulang-tulangku juga akan ikut remuk.

Lima langkah lagi dia sudah dapat menggapaiku. Kaki depan kanannya sudah diangkat dan siap menerkamku. Bahkan tatapan matanya seperti sudah berhasil merobek nyaliku. Selang sepersekian detik kemudian, monster itu mengayunkan kaki depan kanannya tepat ke arah wajahku.

"Hupp!"

Entah refleks atau apa, tanpa kusadari, otot kakiku tiba-tiba kontraksi dengan sangat kuat dan tubuhku melompat ke arah kanan dari monster itu.

"Graaarrr!"

Dengan sangat cepat, monster itu membuka rahangnya dan menoleh ke kanan. Seluruh gigi taringnya terpampang jelas di depan mataku. Sekejap dia menutup rahangnya untuk menggigit kepalaku. Tapi aku masih beruntung, karena momentum dari ayunan kakinya yang tadi membuat gigitannya gagal mengenaiku dan menutup keras di jarak satu centimeter dari hidungku dengan bersuara *KLAKK* dan percikan liurnya terciprat ke wajahku.

"Haaahh!"

Tubuhku bergerak sendiri, melompat ke arah belakangku. Sempat aku berpikir bahwa aku bisa lepas dari serangan monster ini.

Tapi monster ini memang kurangajar lincah! Tak memberiku kesempatan bernafas, dia menoleh ke arah kiri sambil membelokkan seluruh tubuhnya ke arah kiri juga, lalu ekornya yang dihiasi barisan tulang-tulang tajam itu melibas seluruh ranting pohon di jalurnya dan menuju ke arahku!

Gawat! Aku harus menghindar kemana? Ke depan, percuma pasti kena. Tak perlu membahas mundur, hanya akan mendekati libasan ekor itu. Kanan atau kiri? Tak berguna, aku masih tetap berada di jalur serangan ekornya. Lompat ke atas? Lompatanku tak setinggi itu! TIARAP! Aku langsung menjatuhkan diri ke tanah.

*Bruukkk!*

"Uhkk!"

Benturan sangat keras antara dadaku dan tanah, membuatku merasakan sesak dan nyeri di bagian dada hingga aku terbatuk. Ekor kadal itu melesat tepat di atasku dan melewatiku begitu saja. Aku tak bisa lama-lama bersantai menikmati posisi tiarap di tanah seperti ini. Saat kuangkat kepalaku menoleh ke arah monster itu, tubuhnya sudah melengkung ke kiri dengan kepalanya menghadap ke arahku.

Kaki depan kanan dengan cakar mengerikannya diangkat lagi, persis seperti manuver serangan pertamanya kepadaku. Dengan cepat, dihempaskannya cakar-cakar jahannam itu ke arah tubuhku yang masih tertelungkup di tanah.

"Guhhh kadal brengsek sialaaaan!"

Sambil mengumpat, kugulingkan tubuhku menjauhi kadal tersebut. Patahan ranting dan semak belukar di sekitarku terasa seperti jarum yang menusuk-nusuk sekujur tubuhku ketika aku berguling. Tak terasa Holy Armor of the Jungle telah rusak akibat segala proses yang terjadi selama aku menelusuri hutan ini, ditambah lagi akibat manuver menghindari serangan monster tersebut.

"Aw aw awts anjrit!"

Aku pernah mencoba acupuncture dan ditusuk-tusuk di sekujur tubuhku. Tapi tusukan yang kurasakan kali ini sudah di level kebrutalan yang berbeda. Baru kena tusukan tanaman saja sudah begini sakitnya, bagaimana kena tusuk cakar dan tulang-tulang tajam yang ada di tubuh monster itu? Aku tak ingin membayangkannya.

Kukembalikan fokusku pada bahaya yang lebih fatal di hadapanku. Setelah berhenti berguling, kuarahkan pandangan kembali ke monster itu. Dan apa yang kulihat? Kaki depan kirinya sudah siap menerkam tubuhku. Tanpa pikir panjang, aku lanjutkan berguling lebih jauh.

"Gaaaahhhh!"

Tapi kali ini memang sedikit terlambat. Tubuhku memang tidak terkena cakar mematikan monster itu, tetapi shockwave yang ditimbulkan dari hantaman kakinya ke tanah begitu kuat dan terlalu dekat, menghempaskan tubuhku lebih jauh dari seharusnya aku berguling.

Tubuhku terangkat satu meter dari tanah dan terhempas ke batang pohon di dekatku.

*Bhuggg!*

Punggungku serasa patah, vertebrae thoracal-ku terasa seperti lepas terhambur dari vertebral line karena benturan itu. Rasa sakit dari punggungku menjalar ke bagian dada. Begitu nyeri, sampai aku tak dapat menarik nafas saking nyerinya punggung dan dadaku.

Belum sempat aku menstabilkan diri menahan nyeri ini, kudengar monster itu mengaum lagi.

"RRRRAAAAAAAWWWRRRRRRR!!!"

Dan kali ini...

Yang tak kuduga sebelumnya.

Hal yang paling kutakutkan dari seekor monster reptil besar sedang terjadi.

Dia sedang mengumpulkan energi dari sekitarnya. Bola-bola energi berwarna ungu kehitaman tampak bergerak mengumpul dan berkonsentrasi di depan mulutnya yang sedang terbuka lebar.

Dengan cepat, terbentuk bola energi berwarna ungu gelap sebesar kepalanya, semakin membesar sampai dua kali ukuran kepalanya dan kemudian terkondensasi, terkonsentrasi. Fluktuasi energi yang dihasilkan membuat sekitarnya menjadi seperti sedang diterjang badai.

Aku tahu ini!

Ini gawat!

Ini Breath Attack!!!

***

Takut.

Aku merasakan takut yang begitu besar, begitu berat, begitu menyesakkan. Takut yang begitu gelap. Semua di sekitarku menjadi gelap. Hanya ada aku, dan monster yang sedang bersiap-siap untuk menghancurkan segala yang ada di hadapannya.

Untuk sejenak, semua berhenti bergerak, waktu berhenti berputar. Seperti dunia ini berubah menjadi sebuah fotografi monokrom. Fotografi yang mengabadikan sebuah momen singkat, namun tanpa hasrat maupun emosi. Hidupku di sini hanyalah sebuah momen singkat yang sungguh tak berwarna.

Rasa takut yang hanya muncul sesaat ini, sudah cukup untuk menghancurkan segenggam asa yang dari tadi masih kujaga dan kupertahankan di dalam jiwaku. Dan kini aku hanyalah seonggok daging dan darah yang tidak memiliki asa, tanpa harapan. Hati dan pikiranku kosong. Seolah seluruhku telah mengikhlaskan kematianku.

Tapi monster itu tak peduli dengan apapun yang kurasakan. Tanpa ragu, dia menyemburkan energi gelap yang dari tadi dikumpulkannya. Ke arahku.

Aku, yang tak dapat melakukan apa-apa dengan kehampaan membanjiri seluruh sudut di dalam hatiku saat ini. Hatiku terasa begitu gelap dan sunyi. Biarlah aku mati lagi, tak masalah.

Seketika kemudian, ibarat tombol play yang baru ditekan, fotografi monokrom statis tadi mulai bergerak kembali. Warna demi warna seakan kembali diteteskan ke dalamnya. Aku tak mengerti lagi. Hatiku, pikiranku, jiwaku masih kosong. Dan aku sudah tak mengerti lagi apa yang sedang dan akan terjadi.

"UUUUAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!!"

Tanpa ada impuls apapun dari pusat saraf di kepalaku, tubuh yang kosong ini berteriak panjang sejadi-jadinya. Mataku terpejam, tanpa sadar tanganku bergerak lurus ke depan dengan telapak tangan terbuka menghadap depan seperti ingin menahan Breath Attack monster sialan itu.

Aku sudah tidak peduli lagi apakah tanganku bisa menahannya atau tidak. Segala tindakan yang kuambil dari awal bertemu monster ini sampai momen ini berlangsung, hanyalah sebatas reflex, hanyalah proses yang terjadi di alam bawah sadarku. Karena saat ini, aku sudah tidak mampu untuk berpikir apapun dan sudah tak ada hasrat untuk melakukan apapun.

Kesempatan hidup kedua yang telah dianugerahi kepadaku hanya sampai di sini saja. Aku bahkan tidak sempat menikmati keindahan dunia ini. Belum ada satu hari aku hidup disini, dan harus berakhir seperti ini.

Bagaimanapun...

Terimakasih, Dewi Nyx.

*ZZZZZHHHHOOOOOZZZZZHHH!!!*

Breath Attack pun ditembakkan oleh kadal itu. Aku tak melihatnya, tapi aku bisa mendengar suaranya.

Kurasakan radiasinya menerpa sekujur tubuhku diiringi angin yang sangat kencang. Aaahhh... Aku pasti akan mati.

Hmm...

Hm?

Aku sudah mati?

Perlahan kubuka kedua mataku. Breath Attack monster tadi sepertinya sudah berakhir. Tapi kenapa aku bisa membuka mata? Kulihat sekitar, masih di hutan. Wanita tadi masih ada, pingsan, masih ada pergerakan dinding dada dan perutnya, berarti masih bernafas.

Dan, anehnya, monster kadal yang tadi masih ada. Tapi ada yang aneh. Kenapa dia melihat ke atas dan tubuhnya seperti berkontraksi namun tidak ada pergerakan? Dan, kulihat di atasku terbuka lebar tanpa ada dedaunan maupun pepohonan yang menutupi. Terdapat tiga buah sesuatu yang sepertinya merupakan bulan bagi planet ini. Yang satu ukurannya lima kali ukuran bulan di duniaku sebelumnya, dan dua lagi ukurannya hampir sama dengan bulan di duniaku sebelumnya.

Kekosongan di hatiku yang tadi, perlahan-lahan kembali terisi. Kendali atas tubuhku juga telah kembali padaku.

Kufokuskan lagi pandanganku ke monster itu. Ada hal lain yang tidak kalah aneh. Seluruh tubuh monster itu terlilit oleh sesuatu seperti asap hitam pekat berbentuk spiral. Darimana datangnya? Kuikuti arah lilitan asap hitam itu, dan aku terkejut!

"Loh loh loh apaan ini? Kok bisa begini?"

Asap hitam pekat berbentuk spiral yang melilit seluruh tubuh monster itu berasal dari kedua telapak tanganku! Mengalir keluar dari kedua telapak tanganku tanpa henti, asap hitam itu semakin menyelimuti tubuh sang monster.

"Gggrrrr... Grrrrh..."

Sang monster hanya bisa menggeram tanpa bisa bergerak.

Yang terjadi ketika aku memejamkan mata adalah, monster itu terlilit dan tercekik oleh asap hitam entah apa itu sesaat sebelum dia menyemburkan Breath Attack. Karena tercekik, akhirnya semburannya meleset dan malah menembak ke atas, menghancurkan pepohonan yang menutupi sehingga yang tersisa kini adalah lubang besar di bagian atas hutan ini dan langit senja pun dapat dilihat dengan jelas dari sini.

Kembali ke monster di hadapanku. Melihatnya terkekang tak mampu berbuat apa-apa menimbulkan sedikit kesombongan dari dalam diriku. Posisi kedua tanganku yang masih lurus dengan telapak tangan terbuka menghadap monster itu, kucoba fleksikan semua jari di tangan kananku sedikit. Apa yang terjadi?

Tubuh monster itu meliuk ke kiri seakan kekuatan dari lilitan asap hitam yang berasal dari tangan kananku mengencang meremas bagian kiri tubuh monster kadal itu.

"Roaakk..."

Monster jelek itu tampak kesakitan!

Apa ini? Perasaan macam apa ini yang kurasakan? Seperti bahagia, puas, sombong, bercampur jadi satu melihat monster lemah yang tak berdaya itu! Inikah potensi magic yang sangat tinggi yang disampaikan oleh Dewi Nyx sebelumnya? Kekuatan seperti inikah yang diberkahinya kepadaku?

Tak sampai disitu. Kucoba fleksikan semua jari di tangan kiriku.

"Reekkk!"

Dan seluruh tubuh monster culun itu terekstensi! Ujung bibir kiriku terangkat, tak kuat menahan keangkuhan ini.

Sekarang posisi kedua tanganku seperti sedang memegang payudara wanita dengan ukuran 36D... Atau bukan. Aku belum pernah memegang payudara wanita 3D. Ya, aku memang culun. Terimakasih atas pujiannya.

"Hehee... Hehehehee..."

"Roowwk... Rowaak..."

"Muwahahahahahahahaha!"

Dengan kuat, dengan cepat, dengan bahagia, kuekstensikan kedua jempol tanganku perlahan. Bisa kalian tebak apa yang terjadi? Lilitan asap hitam spiral yang ada di sekitar leher monster sampah itu seperti berkontraksi, membuat leher kadal tolol itu juga semakin terekstensi jika jempolku semakin kuekstensikan.

"Mhihi.. mhihihi..."

Tawa iblis keluar dari mulutku. Perlahan, sedikit demi sedikit, semakin kuekstensikan jempolku. Sampai akhirnya kudengar sebuah suara yang terdengar begitu memuaskan bagi kedua telingaku.

*Krk-... Kreekkk!*

"Uuuhhhhh... MAMPOOOSSS!!! Mati kau kadal laknat!"

Aku mendengar suara fraktur cervical. Kaki belakangnya menggelepar singkat. Beberapa detik kemudian, tak ada lagi gerakan dari kadal tengik itu. Bangkainya terkulai lemas sambil tergantung di lilitan asap hitam spiral.

Kufleksikan lagi kedua jempolku hingga batas relax di posisi normal. Lilitan asap hitam menjadi longgar di bagian lehernya. Kepala kadal itupun terkulai lemas.

"Hohoho... Akulah raja iblis terkuat!!!"

Kondisi psikologis yang tadi sempat kurasakan sudah kembali tergantikan oleh kondisi psikologisku yang seperti biasa. Aku sudah kembali menjadi diriku yang lengkap lagi. Ya, aku sudah kembali menjadi Arka yang seperti itu lagi.

Sebenarnya ada hal lain yang ingin kucoba dengan magic baruku ini. I wanna squeeze it. Tanpa banyak pertimbangan, kugenggamkan kedua tanganku. Dan...

*BRRREEETTTTSSS*

Badan kadal itu remuk lalu pecah dan isi perutnya berceceran kemana-mana. Darahnya berwarna tosca dan tubuhku terkena sedikit cipratan darahnya.

"Ugghh jorok banget."

Tapi aku tak terlalu ambil pusing. Hanya noda yang sedikit berbau aneh saja tak akan membuatku mual atau eneg.

Berikutnya, aku akan periksa kondisi wanita yang kuselamatkan tadi...

***Bersambung...***

_______________________________________

Terimakasih sudah membaca sampai disini. Update berikutnya akan saya ketik jika saya ada waktu luang dan sedang good mood.