Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 7 - Chapter 5.5 (18+)

Chapter 7 - Chapter 5.5 (18+)

WARNING !!!

MATURE 18+ ONLY !!!

ANAK-ANAK DI BAWAH UMUR 18 TAHUN SILAHKAN SKIP KE CHAPTER BERIKUTNYA.

Melewatkan chapter ini tidak akan mengganggu cerita.

Silahkan berbuat kebaikan dengan cara vote cerita ini. Terimakasih atas perhatiannya.

_______________________________________

"Aku tidur di kasur yang ini yaa! Aku mau yang deket jendela!"

"Hah... Ujung-ujungnya paling kamu bikin tidurku nggak nyenyak lagi karena kesempitan dan sesak nafas."

"Hehehe... Jangan marah dong Ar... aku nggak bisa tidur nyenyak kalo nggak kayak gitu hehehe..."

Seperti biasa, kami berdua menyewa satu kamar penginapan dengan dua buah kasur yang terpisah di dalamnya. Sesampainya di Kota Dranz, hari sudah petang, kedua matahari sedang berlomba untuk bersembunyi di balik horizon.

Kami putuskan untuk langsung menyewa penginapan agar kami bisa beristirahat. Rencananya, besok kami akan mendaftar sebagai petualang resmi di guild yang ada di kota ini. Kita simpan saja itu untuk besok.

Sekarang, aku mau mandi dulu.

"Syl, aku mandi duluan ya..."

"Um," jawabnya sambil mengangguk.

Saat aku berjalan menuju kamar mandi, aku heran melihat satu hal. Hal yang aneh untuk sebuah penginapan. Pintu kamar mandinya... Terbuat dari kaca bening. Dengan kata lain, tembus pandang. Tidak ada juga tirai yang bisa digunakan untuk menutupinya.

Seketika aku baru tersadar. Penginapan ini, desain interiornya tidak seperti penginapan biasa. Entah kenapa, dari awal aku masuk kesini, seperti ada nuansa erotis pada hotel ini. Tapi karena harganya murah dan fasilitasnya bagus, aku tidak terlalu banyak berpikir. Namun, semakin kesini semakin terasa ganjil. Furniturnya, desain interior kamarnya... Jangan-jangan... Ini 'Love Hotel' ?

Hee... Ya sudah. Tidak usah berpikir yang aneh. Aku mandi saja seperti biasa. Hanya ada Syla, tak masalah. Setiap malam kami selalu tidur seranjang, walaupun kami benar-benar tak melakukan aktivitas seksual apapun, tapi tetap saja tidur seranjang. Jadi, kenapa mesti mempermasalahkan yang seperti ini.

Aku masuk kamar mandi, buka pakaianku, menyalakan air hangat di bath tub, lalu masuk ke dalamnya. Ahhh... Nikmatnya... Semua lelah dan pegal di badanku serasa larut dan menghilang. Tak terasa aku sudah berendam selama tiga menit.

*Tek tek*

"Arka... Aku masuk ya..." Kata Syla dengan volume rendah, setelah mengetok pintu kaca dua kali.

"Eh! Tung-!"

Seperti tidak mempedulikanku, Syla membuka pintu dan masuk ke kamar mandi. Dia sudah melepas semua pakaiannya sebelum masuk, dan sekarang hanya handuk yang melilit tubuhnya. Itupun handuknya bukan handuk yang lebar. Hanya mampu menutupi setengah payudaranya, sampai sebatas menutupi seluruh areola, hingga pangkal pahanya, bahkan hampir mengekspos labia mayora-nya.

Syla menutup pintu perlahan, pandangannya tertunduk, seakan tidak sanggup untuk melihatku. Tapi terus berjalan mendekatiku. Aku? Hanya bisa mematung dengan mulut setengah terbuka. Naluri hewani sedang bertempur dengan logika manusiawi di dalam kepalaku.

"A-Arka... Si-sini... Punggungmu... A-aku lap..."

Apa yang ada di pikiran Syla? Setan apa yang merasukinya? Succubus? Kenapa tiba-tiba Syla bertingkah seperti ini?

Perlahan, Syla mengangkat kakinya untuk ikut masuk ke dalam bath tub dan memposisikan dirinya di belakangku. Sekilas, aku bisa melihat seluruh lekukan dan gundukan di selangkangannya ketika dia mengangkat kaki untuk masuk. Handuknya tak mampu menutupinya. Dua kali. Terimakasih refleks mataku, kalian memang sangat sensitif terhadap impuls ero.

Melihat sekelebat vulva Syla yang bersih dari rambut, Hercules Junior memberikan respon. Oh shit, aku harus menutupinya!

"Aku lap ya..."

"A-a."

Syla mengelap punggungku dengan kain hangat yang sudah dilumuri sabun. Ternyata, rasanya luar biasa nikmat dan relaxing! Setelah sekitar satu menit mengelap punggungku...

"A-aku lap yang bagian de-depan!"

Aku merasakan bahwa Syla, saat ini dia sedang menahan malu, kondisinya adalah kebalikan dari kata relax. Entah apa yang mendorongnya sampai segila ini. Tapi tetap saja, kedua tangan Syla menyelip melalui bawah ketiakku, menuju dadaku, dan mengelap dadaku dengan kain yang digunakan untuk mengelap punggungku tadi.

Geli. Aku tak biasa dimandikan oleh orang lain seperti ini. Geli, tapi Hercules Junior malah semakin memberikan sinyal ke otakku. Sinyal yang mesum tentunya.

"A-Arka!"

"E-a-iya!"

Aku kaget dan juga bingung. Otakku sedang tidak bisa berpikir jernih. Tiba-tiba Syla setengah berteriak, memanggil namaku.

"A-Arka... Aku... Sejak hari itu... Sejak hari kita bertemu. Aku nggak bisa berhenti mikirin kamu..."

Heee... Aku sedang ditembak? Ini love confession, kan?

"Aku... U-udah berusaha untuk biasa aja..."

Suara Syla mulai bergetar. Dia hampir menangis. Dan aku merasakan kedua tangannya yang tadi mengelp dadaku, sudah menjatuhkan kain untuk mengelap, dan perlahan kurasakan seperti tangannya mulai memelukku dari belakang.

"Tapi... Tetep aja... Aku nggak bisa... Aku nggak bisa bohongin perasaanku sendiri..."

"S-Syla..."

"Kamu... Arkanava... Kamu udah bikin aku... Jadi nggak bisa tidur sendiri lagi sekarang... Dan..."

Aku merasakan pelukan Syla semakin erat. Kedua gumpalan lemak di dadanya menekan dengan penuh ke punggungku. Hercules Junior sudah memberontak.

"Dan aku udah nggak punya tujuan hidup lagi sekarang... Karena tujuanku untuk tetap hidup... Adalah... hanya untuk kamu... Arkanava Kardia..."

Pelukan Syla semakin erat. Sekuat tenaga ia keluarkan untuk memelukku. Payudaranya seperti mau meledak di punggungku...

"Aku... Mencintaimu..."

CETAAASSSS!!! Sehelai benang yang dari tadi berusaha untuk tetap menggantungkan logika manusiawiku, tiba-tiba putus. Kesadaranku kini diambil alih oleh insting hewani yang ada di dalam tubuhku. Dari momen ini, kesadaranku sudah meredup dan hilang.

"Syla... Aku... Juga... Mencintaimu..."

Kata-kata itu terucap di luar kesadaranku. Dan kedua tanganku meremas jemari Syla yang dari tadi sedang memelukku erat. Nafas Syla terdengar sesenggukan. Sepertinya dia menangis. Tangis bahagia?

"Eh- Arka?"

Jemari Syla yang tadi kuremas, tanpa sadar sudah kutuntun menuju Hercules Junior, sang penis yang dari tadi sudah tak kuat menahan deburan aliran darah menuju glans-nya. Kutuntun jemarinya Syla untuk mencengkram penisku dengan mantap tapi lembut. Awalnya Syla tersentak kaget dan gerakannya kaku, tapi tak berapa lama, kedua tangannya mengikuti tuntunanku seperti anak manis yang patuh.

Perlahan, jemari yang sudah mencengkram Hercules Junior dengan lembut itu, kuarahkan untuk bergerak, naik, turun, perlahan, ritmis...

"A-ahhhh... Syla..."

Sambil terus menuntun jemari di kedua tangannya, aku menoleh ke arah bahu kananku, dan kutemui Syla sedang tersenyum manis menatapku. Perlahan, kudekatkan bibirku ke wajahnya Syla. Syla mencondongkan kepalanya dan menempelkan bibirnya yang berwarna pink kecoklatan itu ke bibirku.

*Cupp*

Satu kecupan singkat.

"Syla... Aku sayang kamu..."

*Cupp*

Syla memberikan kecupan lagi kepadaku.

"Arka... Cintaku..."

Tangan kananku, kulepas dari jemari Syla yang sudah mengerti dan bergerak sendiri mengelus batang penisku. Lalu tangan kananku memegang bagian belakang kepala Syla, dengan sedikit kasar, kucium bibirnya sambil kutarik kepalanya agar lidahku dapat masuk ke rongga mulutnya dan menyapu seluruh permukaan rongga mulutnya.

"Mmffh... Mmmhhh..."

"Mmm... Mmmhhh..."

Lidahku, dengan buas, menjilati lidah Syla, yang perlahan ikut digerakkannya, untuk mengimbangi jilatan lidahku. Lidah kami saling melilit dan menjilati, air liur bercampur jadi satu, kulihat sebagian menetes dari pinggiran bibir Syla. Nafas Syla terdengar di telingaku, semakin lama semakin tidak beraturan.

*C'pok*

*Cupp*

Ciuman ini begitu sulit dilepaskan. Setiap terasa mulai renggang, kami pasti berusaha saling memburu bibir satu sama lainnya. Tangan kiriku menghentikan gerakan tangan Syla pada penisku, lalu aku langsung memutar badanku dan memposisikan seluruh tubuhku menghadap Syla.

"Arkanava..."

"Sylaria..."

Kami berhenti berciuman sejenak, kuletakkan kedua tanganku di bawah telinga Syla, memegang pipi hingga kepala sampingnya, sambil saling menatap mata dalam-dalam, seakan kedua pasang mata itu saling berkomunikasi satu sama lain, dan saling mengungkapkan perasaannya.

Perlahan, kudekatkan lagi bibirku ke bibir Syla. Syla tak bergerak, hanya memejamkan matanya. Bibirku menyentuh tipis di ujung kanan bibirnya Syla. Kecupan tipis itu kuulangi berkali-kali di bagian bibir yang berbeda. Tepi kanan, tengah, atas, bawah, berkali-kali, dan berpindah-pindah, hingga akhirnya Syla tak tahan lagi. Syla langsung melumat bibir bawahku, dihisapnya dengan gemas, lalu menjilati lidahku yang sengaja kujulurkan sedikit untuknya.

"Mmmhhh! Shhh.. mmmhh..."

"Syla! Mmhh... Syla..."

Sambil berciuman sangat dalam, tangan kiriku bergerak menyusuri pinggiran telinga Syla yang lancip itu, sedikit meremasnya, lalu bergerak menuju pipi kanan Syla, terus mengelusnya mengikuti garis rahangnya yang feminine, dari bagian bawah telinga, berhenti di dagu. Menciumnya lebih dalam dengan sedikit mengangkat dagunya.

Dari dagu, jemariku mengelus lehernya dari depan ke belakang, lalu turun menuju bahu kanannya. Dengan sedikit tenaga, kuremas bahu Syla.

"Hmmh!"

Sepertinya Syla menyukai sentuhan kasar pada bahunya. Oh, gadisku... Malam ini kau akan menjadi wanitaku!

Setelah beberapa saat jemariku bermain-main dengan bahu Syla, tiba saatnya bagi gunung kembar yang telah berhasil membuatku hilang akal di pertemuan pertama kami, untuk merasakan sentuhan seorang lelaki, kali ini dalam kondisi sadar. Dengan perlahan dan lembut, kutelusuri ketiak Syla, sambil kukaitkan jari telunjukku pada handuk yang menutupi keindahan payudaranya.

"Hh-!"

Syla terkejut ketika dia sadar bahwa handuknya sudah kulepas, dan kedua payudaranya terpampang jelas di hadapanku. Menarik nafas dengan cepat, tangannya berusaha menutupi payudaranya.

Kulepaskan ciumanku sambil kutatap kedua matanya dalam-dalam. Seakan mengerti apa yang dipikirkannya melalui tatapan matanya, aku mengangguk perlahan. Seakan paham dan benar-benar mempercayaiku, Syla melemaskan tangannya dan perlahan membiarkanku untuk menikmati keindahan payudaranya.

Jemari tangan kiriku berputar-putar di sekitar areolanya, tangan kananku kembali menuntun tangan kanan Syla ke batang penisku, lalu tangan kiri Syla ke arah skrotumku. Tak perlu kuajari, kedua tangan Syla otomatis bergerak mengelus batang penisku naik turun serta meremas skrotumku dengan perlahan dan lembut.

Tak mau kalah dengan Syla, jemari kedua tanganku menari-nari dengan lincah mengitari areola kedua payudara Syla. Ketika sesekali kusentuhkan jemariku ke puting susunya, tubuhnya seperti mendapat kejutan kecil, dan ritme kocokannya pada penisku juga terhenti sesaat.

Setelah kira-kira godaan pada payudaranya kurasa cukup, langsung kuremas kedua payudaranya, sambil memposisikan jempol dan telunjukku di putingnya untuk sesekali memberi rangsangan cubitan lembut sembari terus meremas payudaranya.

"Arka-ahhh! Uhh... Ahhh..."

Tanpa memberi Syla kesempatan untuk bernafas, kulumat payudara kirinya dengan mulutku. Kuhisap perlahan putingnya, diselingi jilatan memutar searah jarum jam mengitari putingnya.

"Ku-uaa..."

Badan Syla terekstensi menahan nikmatnya rangsangan hebat yang menghujani puting susunya. Membentuk tubuhnya seperti huruf "C". Dari reaksinya, terlihat jelas bahwa Syla memiliki puting susu yang sangat sensitif. Selama beberapa menit, rangsangan bertubi-tubi pada kedua payudaranya tak pernah berhenti. Hisap puting kanan, remas puting kiri. Jilat puting kiri, plintir puting kanan. Berbagai variasi rangsangan membuat Syla tak kuat lagi menahan.

Kurasakan penisku sudah tak sanggup lagi menahannya. Kocokan tangan Syla tak mampu memuaskannya. Dan aku yakin, vagina Syla juga pasti sudah terasa geli dan mulai berdenyut, meminta tumbal sebatang penis untuk menyumpalnya dan menghujamnya, masuk dari akar hingga ujungnya. Ini harus diselesaikan dengan cara yang paling klasik, cara yang paling konvensional. Tidak ada jalan lain. Hanya satu. Sexual intercourse.

"Sayang, ayo kita ke kamar..."

"Hah... Hahh... Harkah... Sayanghh..."

Nafas Syla memburu. dia kelelahan menahan nikmat pada kedua putingnya yang belum pernah dirasakan olehnya sebelum ini. Aku angkat Syla dengan 'princess carry', perlahan kuletakkan dia di atas ranjang. Ranjang hotel ini, berbentuk hati, berwarna magenta.

Badan kami masih basah sejak keluar dari bath tub tadi. Tapi aku sudah tidak peduli lagi. Aku hanya bisa mengikuti hawa nafsuku. Syla, terlihat wajahnya memerah, dan sedikit liur mengalir dari tepian bibirnya. Matanya terlihat lembab. Nafasnya, cepat dan dalam.

Syla tidur telentang, kutindih tubuhnya dengan sedikit menahan berat badanku agar tidak terlalu memberatkannya. Kukecup keningnya, hidungnya, matanya yang terpejam, pipinya, bibirnya, dagunya...

"Syla... Aku sayang kamu... Aku cinta kamu..."

"Aku juga cinta kamu, aku juga sayang kamu, Arka-ku... Miliki aku seutuhnya..."

Kulanjutkan kecupanku pada lehernya, kanan dan kiri, bahu kanan, bahu kiri, belahan dada, puting kanan, puting kiri, kecupan lembut menyelimuti seluruh jengkal tubuhnya. Kecupan di perut, di pusar, di pinggang kanan, pinggang kiri. Ciuman perlahan di mons pubis Syla yang terawat, mulus, dan tak ada rambut sama sekali. Kecupan berlanjut ke pangkal paha kanan, dan kiri. Berpindah ke labia mayora kanan, dan kiri.

Kutarik nafas panjang sambil membuka lebar rahang dan mulutku, dan kumakan seluruh vulva Syla. Kulumat seluruh lipatan licin di vulvanya.

"Hhhap! Mmhhhmm..."

"Ahhhkk-... Khahhh!"

Syla merespon dengan sangat seksi. Lalu dengan sedikit hisapan dan permainan lidah, kufokuskan jilatanku menyusuri labia minora kanan, dari arah lubang vagina ke arah klitorisnya, berpindah ke labia minora kiri, dari bawah ke atas juga, dengan sebisa mungkin kuhindari sentuhan pada klitorisnya.

Klitoris adalah ritual puncak sebelum deflorasi. Semua harus kulakukan dengan perlahan dan dengan intensitas yang semakin lama semakin tinggi.

"Kh-hahh... A-hakk... Hu-uhh... Ha-ahakk..."

Setiap kali lidahku menyisir labia minoranya, sekujur tubuh Syla seperti terkejut, dan dia selalu mengeluarkan suara yang sangat seksi. Membuat penisku semakin memberontak tak terkontrol.

Setelah beberapa menit kujilati vulva Syla, aku merasakan cairan lubrikasi pada vaginanya sudah mulai membanjiri vaginanya dan mulai merembes ke sekitar introitus vagina Syla.

Sudah waktunya kutingkatkan intensitas rangsangan. Jilatan lidahku mulai kufokuskan untuk membombardir klitoris Syla. Bagian tubuh wanita yang memiliki paling banyak ujung saraf, dimana jika rangsangan diberikan pada titik itu akan memberikan sensasi yang luar biasa bagi wanita. Jauh lebih dahsyat daripada sensasi yang dapat dirasakan pada puting susu.

"HAKKK! AR-! KA-! NA-! VAHHH!"

Tak kusangka sebegitu sensitifnya klitoris Syla. Syla setengah berteriak setiap kali ujung lidahku menyentuh klitorisnya. Terus kujilati klitorisnya dengan gerakan lidah yang bervariasi. Gerakan memutar arah jarum jam, berlawanan jarum jam, jilatan vertical, horizontal, diagonal, bahkan gerakan menyodok klitorisnya dengan lidahku, diselingi hisapan ringan ke arah klitorisnya. Jari telunjukku membantu memberikan rangsangan dengan mengelus mengitari lubang vagina Syla yang sudah benar-benar becek oleh cairan tubuhnya sendiri.

Tubuh Syla melengkung seperti huruf U terbalik. Dia sudah sangat, sangat terangsang. Seolah-olah kalau kulanjutkan 5 menit lagi, dia akan pingsan kehilangan kesadaran karena rangsangan impuls kenikmatan sudah melebihi ambang batas yang bisa diterimanya.

Penisku, yang dari tadi sudah bersabar menunggu antrian, ujungnya sudah mengeluarkan cairan lubrikan juga yang meluber sampai ke frenulum. Tidak ada kata yang dapat mendeskripsikan betapa siapnya dia untuk menjadikan gadis manis ini menjadi wanitaku yang menawan.

"Syla, aku mencintaimu. Sebentar lagi akan sakit. Tapi aku nggak akan ninggalin kamu. Kamu nggak perlu khawatir."

"...Arka..."

Syla menatap kedua mataku, tampak kedua matanya sedikit bergetar. Dia takut. Tapi dia berusaha sekuat hati untuk mempercayakan raganya, dan jiwanya, kepadaku.

"Syla..."

"Arka..."

Dengan perlahan, tapi pasti dan nyata, kudorongkan penisku ke introitus vagina Syla. Aku tak mau menghentakkannya karena bisa menimbulkan trauma bagi Syla. Kudorong perlahan, saat terasa tertahan, kutarik lagi sedikit, lalu kudorongkan lagi. Kulakukan berkali-kali agar vagina Syla benar-benar siap menerima penisku.

Semakin lama, semakin dalam. Ketika glans penisku sudah mulai masuk, dengan perlahan, kudorong terus penisku, perlahan tapi terus kudorong, walaupun ada tahanan, aku terus mendorong. Menembus batas kelenturan hymen Syla, hingga akhirnya hymen yang rapuh itu tidak sanggup lagi untuk menahan dorongan penisku, dan akhirnya robek.

Dengan perlahan, dengan hati-hati, kudorong terus penisku ke dalam vagina Syla. Hymen-nya telah robek, tak ada lagi yang bisa menahan penisku. Hingga pangkal dari batang penisku berhasil masuk ke dalam vaginanya.

"Ukk-... Arka-..."

Syla meringis menahan sakit. Kuhentikan gerakanku, agar Syla bisa bernafas sebentar. Menenangkan dirinya sejenak. Hingga dia siap untuk melanjutkannya.

"Arka... Jangan pernah tinggalin aku..." Ucap Syla dengan suara bergetar dan air mata yang tergenang di kelopak matanya, siap untuk menetes.

"Syla..."

Kukecup keningnya dengan lembut dan perlahan. Kuelus kepalanya, pipinya, dan kukecup lagi bibirnya.

"Aku mencintaimu, Syla..."

Syla tersenyum padaku. Kemudian dia menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Sesaat kemudian, dia menatap mataku, lalu Syla mengangguk perlahan.

Kurasakan cengkraman vaginanya, pada penisku yang sudah masuk seluruhnya ke dalam vagina Syla, mengendor, seperti memberikan lampu hijau kepada penisku agar dapat melanjutkan pelampiasan hawa nafsuku.

Aku membalas senyuman Syla dengan senyuman terbaikku, aku melanjutkan yang sebelumnya tertunda. Perlahan kutarik penisku keluar sampai glans penisku hampir keluar, lalu perlahan kudorongkan lagi masuk sampai ke pangkalnya. Dinding vagina Syla terasa begitu nikmat. Gerigi lembut di dinding vaginanya seakan-akan menggerus seluruh ujung saraf yang ada di kulit penisku.

Aku tahu Syla masih merasakan perih. Tapi melihatnya yang sekuat tenaga melawan rasa perih itu, dan tetap berusaha mempertahankan senyumnya yang kini sudah terlihat tidak natural lagi, aku tak ingin menyia-nyiakan pengorbanan Syla.

Kugoyangkan pinggulku maju mundur dengan ritme yang stabil dan pelan.

"Ah... ah... ah... Syla... ah..."

"Mmh... mmh... mmh... Ah... Arkah.."

Lubrikan alami di vagina Syla sudah bercampur dengan darah perawannya. Aku dapat melihatnya sambil melanjutkan tusukan-tusukan penisku keluar masuk vagina Syla.

Setelah sekitar lima menit menghantam cervix uteri Syla dengan penisku, dalam posisi seperti ini, ekspresi Syla terlihat sudah mulai relax dan kelihatannya dia sudah bisa sedikit menikmati hubungan sex pertamanya, denganku. Kucoba mengubah sensasi vaginanya Syla dengan cara mengangkat kedua kaki Syla dan meluruskannya ke atas, lalu merapatkannya.

"Oh! Ah! Ah! Syla! Enak! Oh!"

"Arkah! ah! Ah! Uh! Mmh! Mmh!

Cengkraman vaginanya jadi terasa lebih rapat! Sensasi geli dan ngilu yang kurasa di penisku, jadi meningkat dua kali lipat! Diameter vaginanya terasa semakin menyempit. Membuat tekstur dinding vagina Syla semakin jelas terasa di kulit penisku.

Setelah sekitar lima menit bersenggama dengan posisi ini, kubuka lagi kaki Syla yang tadinya rapat, kembali pada posisi mengangkang seperti semula. Sambil pinggulku terus bergoyang maju dan mundur, kudekati telinga Syla. Telinga dark elf yang lancip itu, *uff* kumasukkan ujung lancip telinganya ke dalam mulutku, lalu aku kulum dengan lembut. Syla sedikit tersentak, tapi tak lama kemudian, sepertinya dia sudah bisa menikmatinya.

Setelah puas dengan telinga yang imut itu, kudekatkan bibirku ke bibir Syla. Syla menyambut bibirku dengan ganas. Kami bercipokan sambil terus menggoyangkan pinggul kami.

Syla mulai menggerakkan pinggulnya juga untuk mengimbangi gerakan penisku. Semakin Syla ikut menggoyangkan pinggulnya, semakin kuat juga gesekan yang kurasakan. Tak sadar kedua tanganku sudah berada di lokasi favoritnya, di payudara Syla, sambil meremasnya sesuai ritme hantaman penisku.

"Mffh.. mfh.. ffh.. mmh.. mfh"

"Mhh.. mm.. mm.. mhh.. mff.."

Setelah sekitar sepuluh menit semenjak kuluruskan kaki Syla tadi, kini aku ingin mengubah posisi menjadi doggy style. Dari dulu aku penasaran bagaimana rasanya melakukan hubungan sex dengan posisi doggy style ini. Aku bingung, ya sudah aku cabut dulu penisku.

"Sylahh.. hah.. balikh.. badanmuh.."

"Hah.. hah.. ginih.. sayangh.."

"Hah.. iyah.. sayangh.. sekarangh.. nungginghh.."

"Hah.. inih.. udah.. sayanghh"

Setelah mengatur posisi kami berdua, aku mulai memasukkan lagi penisku ke dalam vagina Syla. Kali ini, masuknya lebih mudah daripada yang pertama tadi.

*Ssssslep*

"Ah!... Hah.. ah.. ah.. hah.."

"Oh! Ah.. ah.. uh.. uh.. oh.."

"Arkah.. enakh.. gelih.. ahh.. akh.."

Syla tampak lebih menikmati posisi doggy style dibanding missionary, yang sebelumnya. Kemungkinan, rangsangan gesekan pada G-spot Syla menjadi lebih efektif dengan posisi seperti ini.

Dan yang kurasakan di penisku sendiri, rasanya mengganti posisi dari missionary ke doggy style, seperti berhubungan sex dengan pasangan yang sama sekali berbeda. Rasa vaginanya berbeda, gesekan yang terjadi juga berbeda, titik-titik penekanan pada penisku juga berbeda. Benar-benar seperti bukan vagina yang sama!

Setelah sekitar sepuluh menit aku mendorong dan menarik penisku keluar masuk vagina Syla sambil selangkanganku menghantam kedua pantat bulat dan kencang di hadapanku, akhirnya kami berdua mendekati orgasme.

"Oh.. oh.. uh.. mmh.. Sylah.. ah.."

"Sayangh.. terush.. ah.. ah.. enakh.. enak sayangh.. geliih.. ihh.. hmh.. hm.. mh.. cepeth.. sayangh.. cepetinh.. ah ah ah oh oh ah u-u-u-u-u-u-u-uh cepeth cepeth cepeth AH AH AH AKK AKKK AKKK AAAaaAAaaaAAAAAAAAKKHHH!!!"

"SYLAAAAAAA-AKH! AH! AKH! OOOHH! UUUHHH! NGGGHHH!"

Syla sudah orgasme! Akupun... KELUAR! Kuhujamkan penisku sedalam-dalamnya ke dalam vagina Syla. Kucengkram dan kutarik pinggul Syla agar semakin dalam penisku menancap di vagina Syla.

*Crottt.. crot.. crot.. crot.. crot.. crot..*

Seluruh sperma yang dari tadi sudah terbendung dan terkumpul banyak, dengan tekanan yang sangat tinggi, menyembur kuat ke dalam vagina Syla. Semburannya menghantam kencang tepat ke cervix uterinya, membanjiri seluruh rongga vagina Syla.

"Hahhh... ohhh... Sylahhh... Nikmathh... Sayangkuhh..."

"Arkahhhhh... Arkahhh... Arkah... Arkaa... Arka! Arka! Arkaaa!!! Arka kamu kenapa??? ARKAAA!!! BANGUN ARKAAA!!!"

"Eh? Aku..... Mimpi?"

"Arkaaa kamu kenapa? Mimpi buruk? Nafasmu ngos-ngosan, kamu manggil-manggil nama aku, kamu mimpi apa? Aku takut liat kamu tidurnya kayak gitu!"

"Haha... Hahahahahaha... AHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA"

Kupeluk Syla. Syla kaget, bingung. Tapi dia tidak berusaha melepas pelukanku. Malah, dia juga ikut memelukku. Syla, mungkin kamu bingung. Tapi aku baru saja berhubungan sex denganmu, di dalam mimpiku. Shit. Fuck.

Beberapa saat kemudian, aku langsung ke kamar mandi, mencuci celanaku yang bau sperma. Ada sedikit perasaan kecewa di hatiku, kenapa ini hanya mimpi... Tapi di balik itu, ada perasaan lega, entah perasaan lega dari mana.

_______________________________________

Halo para pembaca! Terimakasih sudah membaca. Chapter ini sekedar 'service'. Sengaja saya tulis demikian supaya tidak mengganggu jalan cerita. Jadi, jika tidak dibaca pun tidak masalah.