Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 5 - Chapter 4

Chapter 5 - Chapter 4

Gas lagi, mumpung kerjaan masih santai di awal bulan ini. Silahkan berbuat kebaikan dengan cara vote cerita ini, terimakasih. Selamat menikmati.

_______________________________________

******

Nama : Arkanava Kardia

Ras : Manusia

Kelas : Darkness Doctor (Hero)

Level : 51

Str : 57

Int : 999 (Max) +20

Agi : 44

Vit : 51

Blessings

1. Nyx's Blessing : Memiliki potensi dark magic yang sangat tinggi.

2. Multiverse Language : Dapat memahami dan berbicara dengan menggunakan semua bahasa yang ada di seluruh alam semesta.

3. Dark Heart : Kemampuan memanipulasi energi dark magic di dalam tubuh untuk menjadi apapun yang diinginkan.

Skills

1. Darkness Grip : Manipulasi dark magic untuk mencengkram target dari jarak hingga 10 meter.

2. Darkness Creation : Manipulasi dark magic untuk menciptakan sebuah benda.

3. Defective Natural Element Magic : Kemampuan natural magic yang rusak dan tak dapat dikembangkan.

4. Basic Swordplay - Katana.

5. Advanced Medicine.

******

Selama perjalanan menuju tempat tinggal Syla, kami sesekali berpapasan dengan monster-monster dari tingkatan rendah sampai menengah. Aku dengan Kuroshi-ku, Syla dengan busur dan panahnya, kami bunuh semuanya tanpa mengalami kesulitan.

Saat kucoba mengintip statusku, kutemukan beberapa perubahan pada konten dari statusku. Levelku meningkat menjadi level 51, diiringi dengan kenaikan Str dan Vit yang tidak begitu signifikan. Sepertinya, kenaikan Str, Agi, dan Vit ini disesuaikan dengan kebiasaan dan aktivitas si pemilik status. Bervariasi di setiap individu.

Terdapat perubahan pada status Int, tapi perubahannya tidak sama dengan yang lainnya. Menjadi 999 (Max) +20. Apa itu '+20'? Kupikirkan, kuingat lagi... Jangan-jangan karena efek Bola Mata Helvaran yang kupakai sebagai hiasan gantungan di sarung katana-ku?

Coba kulepas dan cek ulang statusku. Int 999 (Max). Kupakai lagi, jadi Int 999 (Max) +20. Yap. Fixed, '+20' itu berasal dari aksesori yang terbuat dari bola mata Helvaran. Lumayan, pikirku.

Terus, skill Fresh Swordplay sepertinya sudah meningkat menjadi Basic Swordplay selama perjalanan singkat ini. Ternyata, naiknya tingkatan skill di status itu terjadi secara otomatis seiring kemahiranku dalam menggunakannya.

"Arka, kalo boleh tau, siapa nama lengkapmu?"

"Itu, Arkanava Kardia."

"Arkanava... Kardia... Apa artinya?"

"Arkanava berasal dari arkana, artinya suci. Kardia itu jantung. Kalo digabungin, artinya jantung yang suci."

"Hoo..."

Lalu hening pun melanda. Suara serangga hutan dan gesekan daun saja yang terdengar. Ini terasa awkward. Aku harus mencari bahan pembicaraan.

"Eh, Syl."

"Ya?"

"Emm... kamu jago memanah dan magic ya?"

"Orang kayak kamu bilang aku 'jago', malah kedengeran kayak hinaan," jawab Syla dengan ekspresi tersenyum miris.

"Maksudku, magic dari keempat elemen natural..."

"Aku cuman bisa aja, nggak sampe taraf jago lah... Ngomong-ngomong Arka, apa kamu seorang petualang?"

Hmm... Obrolannya mengarah ke sana. Sepertinya aku harus menjelaskan keberadaanku dengan bahasa yang sangat mudah dicerna.

"Syla, sebelum aku jelasin tentang diriku, aku minta kamu janji satu hal."

"Dan apa itu?"

"Janji kalo kamu nggak akan ceritain ini ke siapapun, termasuk orangtuamu."

"... Ok, aku janji. Demi Dewi Nyx."

!!!

Aku terkejut mendengar janji yang diucapkan Syla. Aku mendengar sebuah nama yang menjadi penyebab utama kehadiranku di dunia ini.

"Arka? Kenapa kamu kaget kayak gitu?"

"Syl, kamu tadi bilang apa?"

"Aku janji demi Dewi Nyx."

Aku tak salah dengar. Memang nama itu yang disebutkan oleh Syla. Berarti, Dewi Nyx adalah sosok dewi yang diagungkan oleh bangsa Dark Elf. Dengan begini, mungkin akan lebih mudah menjelaskannya. Okay, here we go.

"Kamu tau Dewi Nyx kan?"

"Iya lah! Dewi Nyx lah yang udah melindungi kami!"

"Dewi Nyx yang kamu tahu itu, adalah sosok yang memberikanku kehidupan di dunia ini. Di duniaku sebelumnya, aku sudah meninggal karena suatu kecelakaan. Dewi Nyx membawa jiwaku ke tempatnya lalu mengirimku kesini. Aku berada di dunia ini baru sejak tadi pagi. Dan Dewi Nyx juga lah yang memberikanku kekuatan ini."

"..."

Eh? Apa kata-kataku ada yang sulit dimengerti? Ah pastinya. Aku memang paling bodoh kalau harus menjelaskan sesuatu ke orang lain.

Syla membalik badannya, memposisikan punggungnya menghadap ke arahku. Beberapa saat kemudian, bahunya terlihat bergetar.

"Kenapa, Syl?"

Kupanggil dia sambil menjulurkan tanganku memegang pundaknya.

"Pfh-ppfffttt-AHAHAHAHAHA~"

"..."

"Aaaaahahahahahaha~"

"..."

"Ahahaha... Eh, beneran?"

"..."

"Hahahahahahahahaahahha~"

"Aku serius."

"Hihi... hmhmhm... Kamu serius?"

"Serius."

"Aaaaaaaahahhaahhahahahahaa~"

Dari tadi aku hanya memasang wajah datar, sambil diam, melihat Sylaria Wyndia Acresta tertawa terbahak-bahak. Sampai akhirnya tawanya mereda sendiri. Mungkin perutnya sudah kram karena tertawa terus tanpa henti.

"Hmhmhm... Hihihi... Huff haahhh..."

Dia menahan tawanya, menarik nafas panjang, menghembuskannya, lalu bertanya lagi,

"Kamu nggak bercanda?"

"Nggak."

"Beneran serius?"

"Beneran."

"Beneran beneran beneran serius?"

"Iya."

"Hmh... Okay. Jadi kamu berasal dari dunia lain, ketika kamu meninggal, Dewi Nyx memberikanmu kehidupan kedua di dunia ini, sejak tadi pagi. Begitu?"

"Yap."

"Baiklah. Walopun aku belum bisa percaya ceritamu, tapi aku akan berusaha untuk percaya deh..."

Obrolan antara kami berdua terus mengalir. Yang tadinya awkward berubah menjadi lumayan menyenangkan. Tak terasa kami sudah berjarak sekitar 100 meter dari gerbang pemukiman dark elf.

Di sekitar sini ukuran batang pepohonannya sangatlah besar. Karena pepohonan yang begitu besar dan sangat lebat daunnya, dihiasi cabang-cabang yang tak kalah besar serta bentuknya meliuk-liuk, membuatku sedikit merasa ngeri.

"Arka, kamu tunggu di sini bentar ya."

"O-ok..."

Syla melangkah dengan anggun mendekati dua orang pria Dark Elf yang sepertinya merupakan penjaga gerbang masuk pemukiman mereka. Mataku terfokus ke satu titik. Kemana? Ke bokong Syla. Langkah anggunnya Syla berhasil mencuri seluruh konsentrasiku. Karena setiap langkah kakinya yang menawan itu, musculus gluteus di bokongnya ikut berkontraksi.

Bentuk bokongnya yang berisi, membulat, dan padat itu terproyeksi dengan jelas dari siluet kain yang menutupinya. Dengan sedikit getaran ketika telapak kakinya menghentakkan tanah, membuat bokongnya semakin terlihat menggemaskan. Ahhh... Aku ingin meremas bokong itu...

*Plakk!*

Aku menampar wajahku sendiri. Bisa-bisanya aku malah berpikir seperti itu. Apa karena aku sudah lapar jadi muncul halusinasi rendahan seperti ini...

Aku mengamati dari jauh ke arah Syla dan dua penjaga di depan. Setelah Syla berbicara sedikit, salah satu dari dua penjaga gerbang ituberbicara kepada prajurit lain yang standby di dalam gerbang, lalu prajurit itu pergi meninggalkan mereka. Kemungkinan itu adalah prajurit pengirim pesan.

Lalu kuperhatikan sekitar mereka. Penjaga itu menjaga sesuatu yang sepertinya merupakan sebuah gerbang. Di sekeliling gerbang itu, tertutupi oleh pohon-pohon besar dengan ranting-ranting besar yang saling bersilangan. Sekilas tampak seperti tembok alami yang sangat tinggi.

Tak berselang lama, Syla sudah kembali berjalan ke arahku. Setelah kira-kira cukup dekat, dia memanggilku.

"Ayo, Arka! Kita udah dibolehin masuk!"

"Ok..."

Kami berjalan melewati gerbang. Kedua pria Dark Elf tadi seperti sedang berpose menunduk dan hormat ke arah kami sampai kami berada sudah agak jauh dari gerbang. Sempat kulirik wajah mereka berdua yang tampak kaku dan terkejut sambil melihat ke arah lengan kiriku.

Ada apa di lengan kiriku? Kulihat ke arah lengan kiriku. Oooh... Ini 'gading' yang kuambil dari rahangnya Helvaran. Sepertinya mereka mengenali ini, dan memiliki kenangan buruk tentang ini.

Aku dan Syla berjalan dengan santai menelusuri sesuatu yang menyerupai terowongan yang terbentuk dari akar-akar pohon besar di atasnya. Tak lama kemudian, kami menginjakkan kaki di sebuah pemukiman Dark Elf. Tak kusangka, di balik jajaran pepohonan besar yang kami lewati, tertata sebuah peradaban yang menakjubkan.

Peradaban Dark Elf di kedalaman hutan ini. Bangunan-bangunan tersusun rapi. Ada yang di tanah, ada yang di atas batuan besar, ada yang di batang pohon, di ranting, dan bahkan ada juga bangunan di pucuk sebuah pohon raksasa. Cahaya-cahaya yang sepertinya berasal dari magic crystal yang telah diolah sedemikian rupa, menerangi seluruh area.

Aku tak menyangka, ada peradaban dan arsitektur seindah ini di tengah-tengah kegelapan rimba. Sambil terus berjalan, aku memanjakan mataku untuk melihat-lihat seluruh keindahan di sekelilingku.

Bangsa Dark Elf memiliki kulit yang warna dasarnya adalah coklat. Tapi ada sedikit variasi di antaranya. Ada yang coklat kebiruan, coklat keunguan, coklat kemerahan, atau coklat saja seperti Sylaria. Berbeda memang, tapi tidak signifikan. Jika mereka dikumpulkan dan disuruh berbaris, dari jauh kita melihat warnanya hampir sama saja.

Begitu pula warna rambut mereka, dasar warnanya silver, tapi masing-masing bisa memiliki siluet warna yang berbeda. Dan iris mata mereka, bervariasi antara merah darah hingga ungu tua. Untuk Syla, iris matanya berwarna merah darah.

Pemukiman ini minim teknologi sains, tapi dipenuhi dengan magic. Sekitar sembilan puluh persen dari 'teknologi' disini dijalankan dengan menggunakan magic.

"Eh, Syl, kenapa semua orang yang kita lewati selalu menunduk ke arah kita ya?"

"Ooh... Biarkan saja mereka, yang penting nggak ganggu kan..."

"Kalo kamu bilang gitu..."

Ada sedikit hal yang mengganggu buatku. Semua orang di sekitar kami selalu menoleh ke arah kami dan menundukkan kepalanya. Aku tidak nyaman diperlakukan seperti ini. Tapi setelah mendengar jawaban Syla, aku jadi semakin bingung. Tapi ya sudahlah, selama mereka tidak menggangguku...

Sekitar lima belas menit kami berjalan kaki, akhirnya sampai di sebuah bangunan yang sangat besar, yang paling besar yang ada di sini kalau dibandingkan dengan semua bangunan yang sudah kulihat tadi.

Bangunan ini dibuat pada sebuah pohon yang sangat, sangat besar. Jika mau dibayangkan, bayangkanlah sebuah istana besar dan sebuah pohon besar, 'fusion' seperti Dr*gon B*ll, menjadi satu bangunan. Seperti itulah bangunan di hadapanku sekarang. Dan yang membuatku bingung...

"Yuk, Arka, kita masuk ke rumahku," kata Syla dengan santai sambil tersenyum manis.

"He? Rumah...mu?"

"Iya, ayo, ayahku udah nunggu..."

Masih bingung, banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di otakku, dan banyak juga hipotesis-hipotesis yang muncul di kepalaku. Salah satunya, jangan-jangan Syla adalah seorang putri dari raja dark elf? Atau malah dia ratunya? Berapa umur Syla? Elf kan berumur panjang, jangan-jangan umurnya Syla udah 100 tahun lebih?

Ah. Tidak perlu banyak berpikir. Itu bukan urusanku. Rencanaku hanya sebentar saja di sini lalu aku akan melanjutkan petualanganku di dunia ini.

Kami masuk melalui gerbang bangunan yang seperti istana itu. Pasukan berbaris sepanjang lorong dan menunduk dalam pose penghormatan. Sampai di dalam, kami masuk ke dalam sebuah ruangan, sepertinya ini ruangan pertemuan keluarga yang semi formal.

"Arka, kamu tunggu di sini dulu ya. Aku panggilin ayahku," ucapnya sambil tersenyum lalu pergi meninggalkanku sendiri di ruangan itu.

Tapi sesaat setelah Syla keluar, masuklah seorang wanita dark elf dengan seragam maid, menuangkan minuman hangat ke dalam cangkir yang berhiaskan ornamen artistik, diletakkan di atas meja di depanku.

"Silahkan, Tuan."

"Te-terimakasih..."

Aku agak gugup. Entah kenapa tapi nyaliku tiba-tiba serasa menciut. Perasaanku tidak enak, sepertinya ada yang salah. Untuk saat ini aku coba menenangkan diriku dan mengatur nafasku dulu. Aku coba relax. Hahhh... Andai saja ada rokok...

Sekitar 15-20 menit telah berlalu, dan dari kejauhan kudengarkan suara langkah beberapa orang mendekati ruangan ini. Setelah suaranya semakin dekat, pintu ruangan ini terbuka dan beberapa pasukan, tampak seperti pasukan elit, masuk ke ruangan dan langsung menempati pos nya masing-masing di ruangan ini.

"Raja Rubion Forvalen Acresta memasuki ruangan!"

Aku sontak langsung berdiri dari posisi dudukku. Otakku menangkap sesuatu yang tak asing di namanya. Ya, Acresta. Sama seperti nama belakang Syla, Sylaria Wyndia Acresta. Berarti, ayahnya Syla adalah seorang raja? Dengan kata lain, Syla adalah putri raja, princess. Tebakanku sebelumnya, bingo.

Setelah teriakan seorang prajurit tadi, masuklah seorang pria sekitar usia 30 tahun kalau untuk ukuran manusia biasa, bertubuh tinggi dan ramping, berkulit coklat seperti Syla namun sedikit lebih gelap, dengan pakaian mewah khas kerajaan dan mahkota menghiasi kepalanya. Dialah sang raja yang dimaksud. Jalan melangkah menuju kursi yang paling megah yang ada di ruangan ini. Di belakangnya menyusul dua orang wanita. Yang satu aku kenal, Syla, tapi yang kedua tampak seperti kakaknya Syla. Sedikit terlihat lebih tua, tapi masih muda, sekitar usia 27-29 tahun.

Sang wanita yang kuduga adalah kakaknya Syla, duduk di samping sang raja. Dia memakai mahkota yang lebih kecil dari mahkota sang raja. Sepertinya aku salah, karena kemungkinan besar dia adalah seorang ratu, ibunya Syla. Ibu dan anak terlihat seperti hanya berbeda sekitar sepuluh tahun. Memang sulit membedakan usia dark elf kalau hanya dilihat dari fisiknya. Syla duduk menghadap ke arahku, di seberang posisiku duduk.

Posisi kami duduk seperti huruf 'U', dimana sang raja dan ratu duduk di bagian bawah huruf U, sedangkan aku dan Syla masing-masing di bagian kanan dan kiri huruf U.

"Silahkan duduk, Arkanava Kardia," ujar sang raja dengan nada yang rendah.

"Oh, baik, terimakasih Yang Mulia."

Pasti Syla sudah menceritakan tentangku dan memberitahukan nama lengkapku kepada ayahnya.

"Seperti yang kau tadi sudah dengar, aku adalah Rubion, raja di Kerajaan Acresta, bangsa dark elf di sini."

Aduh aku tak mengerti dengan tata krama royal seperti ini. Mungkin sebaiknya aku sampaikan saja dari awal ya...

"Terimakasih atas keramah-tamahan dari Yang Mulia kepada saya. Sebelumnya, saya meminta maaf karena bahasa saya bukanlah bahasa yang sopan, mohon kebijaksanaannya, Yang Mulia Rubion..."

"Hahaha... Tidak usah dipikirkan, Arkanava... Kita berbicara santai saja, tidak usah terlalu formal."

"Terimakasih Yang Mulia."

Hening sejenak, kemudian sang raja membuka inti pembicaraan kali ini.

"Arkanava, aku sudah mendengar sedikit tentangmu dari putriku, Sylaria. Kau adalah seorang petualang yang sangat hebat. Bahkan kau telah menyelamatkan putriku dari Helvaran, terlebih lagi, kau membunuhnya seorang diri. Sungguh luar biasa."

"Terimakasih pujiannya, Yang Mulia Rubion."

Wah, Syla meng-cover jati diriku di sini. Terimakasih, Syla, karena telah memegang janjimu.

"Dan kudengar dari putriku, bahwa kau memberikan sebelah bola mata Helvaran, benda yang sangat berharga, kepada putriku. Dan juga tulang dari rahangnya."

"Benar Yang Mulia. Saya tak memerlukan bola mata yang satu lagi, karena satu saja sudah cukup buat saya. Untuk tulang rahangnya, mungkin bisa dijadikan busur panah, jadi saya berikan satu kepada Syla."

Mendengar jawabanku, ekspresi Raja Rubion berubah. Pandangannya sedikit menunduk, alis dan dahinya sedikit mengernyit. Kepalanya sedikit bergerak perlahan ke kanan dan kiri.

"Dari jawabanmu, aku anggap kau tidak memahami apa yang sudah kau lakukan."

"Mo-mohon maaf Yang Mulia, saya sama sekali tidak tahu jika ada yang salah dari semua yang saya lakukan. Karena dari awal niat saya hanya untuk menolong Syla."

Sang raja sedikit tersenyum mendengar jawabanku kali ini.

"Syla...? Jadi kalian sudah cukup akrab."

"E-eh? Maaf Yang Mulia?"

"Arkanava. Budaya kami, bangsa dark elf, jika seorang pria lajang dewasa memberikan hal yang sangat berharga dari hasil perburuan terbaiknya, kepada seorang wanita lajang dewasa, itu sama artinya dengan melakukan lamaran pernikahan. Dalam hal ini, bola mata Helvaran adalah benda yang luar biasa sangat berharga. Untuk menaklukkan seekor Helvaran saja, mungkin butuh seluruh pasukan yang kumiliki."

"E-eeeh..."

Raja Rubion berhenti sejenak dan melanjutkan pembahasannya.

"Sylaria, sudah berusia 18 tahun sebulan yang lalu. Usia 18 tahun bagi bangsa kami, dark elf, merupakan usia dimana pertumbuhan seseorang sudah berhenti, dan sudah dianggap dewasa. Melihat dari fisikmu sebagai manusia, aku yakin kau sudah berada di usia manusia dewasa."

"Be-benar Yang Mulia."

Pikiranku sedang berputar-putar, mencoba memahami kata demi kata yang diucapkan Raja Rubion barusan. Aku melirik ke arah Syla yang dari tadi duduk di seberangku, wajahnya tertunduk dan berwarna merah padam. Belum sempat aku mencerna semuanya,

"... Melanjutkan yang tadi, dengan sang wanita menerima pemberian sang pria tersebut, maka berarti sang wanita bersedia menikah dengannya. Dalam hal ini, putriku, Sylaria, menerima bola mata Helvaran yang kau berikan. Kau tahu artinya, Arkanava?"

"Eee... Syla- menikah- bersedia- aku- tapi- melamar- tidak-"

Lidahku, otakku, tidak sinkron. Inkoherensi yang keluar dari mulutku membuat semua orang di ruangan jadi tersenyum, bahkan, sang raja...

"Ahahahahahaha~"

".....Eh?"

Sang raja tertawa terbahak-bahak, dan aku terdiam seperti orang tolol. Otakku masih berusaha memproses semuanya.

"Arkanava, hahaha... Tenang dulu. Aku bukanlah seseorang yang tidak memahami akan adanya perbedaan budaya."

Sambil tersenyum menekan hasrat untuk tertawa, Raja Rubion melanjutkan...

"Aku tidak akan memaksakan pernikahanmu dengan Sylaria, putri kesayanganku. Semua keputusan ini terserah pada kalian berdua. Tapi, beberapa hal yang kau harus ketahui, Arkanava..."

"Ka-kalau boleh tahu, apa itu Yang Mulia?"

"Pertama... Sudah 18 tahun aku bersama putriku Sylaria, memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya, kepribadiannya, tingkahnya, tapi baru kali ini aku melihatnya tertunduk malu dengan wajah merah saga di hadapan seorang pria. Dia selalu bertingkah seperti tomboy, dan selalu ingin pergi berpetualang melihat dunia luar. Tapi sekarang? Silahkan kau lihat sendiri... Seperti 'maiden in love' dia..."

"Iiih ayaaah!"

Syla merespon perkataan ayahnya sambil menunduk dalam, menahan rasa malu. Aku hanya bisa diam. Apa yang harus kukatakan?

"Ahahaha... Tak apa, putriku... Tadi yang pertama. Yang kedua, karena Sylaria sudah menerima 'lamaranmu', dia tidak bisa menerima lamaran dari pria lain kecuali menggunakan mahar yang lebih berharga daripada yang kau berikan. Di kerajaan ini, tidak ada satu orang pun yang mampu memberikan mahar yang lebih berharga dari bola mata Helvaran. Aku tahu batas kemampuan rakyatku. Dia harus mencari pria yang lebih kuat darimu di luar sana untuk dapat mematahkan lamaranmu dengan memberi mahar yang lebih berharga. Walaupun aku meragukan hal itu."

"..."

Semua menjadi begitu rumit.

"Oleh karena dua hal tersebut, permintaanku, bawalah dia melihat dunia di luar sana bersamamu. Aku, Rubion Forvalen Acresta, menyerahkan anakku, Sylaria Wyndia Acresta, dalam perlindungan Arkanava Kardia. Dan selama aku masih hidup, Kerajaan Acresta dari Hutan Zurg akan selalu membantu Arkanava Kardia selama itu masih dalam batas kemampuan kami."

"..."

Tak bisa berkata apapun. Informasi yang kuterima dan kuproses saat ini sudah jauh melebihi kapasitas yang dapat ditampung oleh otakku. Aku hanya bisa diam. Dan aku baru tahu kalau nama hutan ini adalah Hutan Zurg. Tapi aku harus segera mengumpulkan kesadaranku.

"E-ah! Sebelumnya, terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala kebaikan Yang Mulia Rubion. Tapi, saya akan merasa sangat bangga apabila semua yang saya dapatkan merupakan hasil dari usaha dan kerja keras saya sendiri. Saya mohon kebijaksanaan Yang Mulia."

"Ahahaha... Aku menyukai kepribadianmu, Arkanava. Aku yakin, keputusanku untuk menyerahkan putriku kepadamu adalah keputusan yang tepat. Baiklah, aku hormati keinginanmu. Tapi jika kau butuh bantuanku, jangan sungkan."

"Terimakasih yang sebesar-besarnya Yang Mulia Raja Rubion!"

Kuucapkan terimakasihku dari lubuk hati yang paling dalam sambil menundukkan kepalaku.

"Baiklah, karena pembicaraan serius sudah selesai, bagaimana kalau kita makan malam sambil melanjutkan obrolan dengan topik yang ringan?"

Demikian, kami melanjutkan dengan obrolan ringan sambil makan malam. Belakangan, aku baru tahu kalau nama ibunya Syla adalah Virtena Wyndia Acresta. Syla mendapat nama tengah dari ibunya.

Setelah selesai makan, aku diantarkan ke kamar tamu untuk bermalam di sana. Sampai di kamar, aku langsung masuk ke kamar mandi yang dapat diakses dari dalam kamar tamu, untuk membersihkan seluruh tubuhku.

Sepertinya ini waktunya mengucapkan sayonara kepada Holy Armor of the Jungle. Karena mulai sekarang aku hanya akan memakai 'scrubs' dari Darkness Creation yang ternyata memang hasil ciptaannya bersifat permanen, tidak menunjukkan tanda-tanda akan lenyap. Selesai mandi, tubuhku terasa sangat fresh. Dan aku masih belum mengantuk.

"Hmm kepalaku masih pusing mikirin yang tadi. Gilaa gilaa... Oh iya, mending aku bikin peralatan bedah minor minimum dululah, kalo terjadi hal darurat yang butuh minor set kayak tadi, biar semua ready pas dibutuhin. Lumayan buat refreshing. Okehhh kita mulai..."

Darkness Creation, kuciptakan klem lurus, klem bengkok, gunting jaringan, bisturi yang sudah terpasang pada handle-nya, needle holder, jarum hecting untuk jaringan kulit luar. Masing-masing menghabiskan waktu sekitar lima sampai sepuluh menit. Dan yang paling lama, benang hecting silk non-absorbable 2/0, menghabiskan waktu ampai dua puluh menit sendiri. Karena proses membuatnya dari energi dark magic itu sangat detail dan juga ukurannya lumayan panjang, termasuk juga kubuatkan roll untuk menyimpannya dengan rapi agar mudah dibawa traveling di masa yang akan datang.

Kalau aku ingat lagi, sepertinya masih belum ada satu orang pun yang tahu tentang dark magic yang kumiliki. Mungkin Syla sudah menangkap sedikit gambaran umumnya, tapi aku belum pernah mengatakan dengan gamblang tentang magic yang kumiliki. Well, dia baru melihat kekuatan Kuroshi saja, yang merupakan bagian dari dark magic-ku, belum melihat bentuk lainnya.

Tapi mungkin lebih aman seperti ini, karena aku belum memahami konsep-konsep dasar yang ada di dunia baru ini. Tentang mata uang dan nilai tukarnya, tentang monster, tentang magic dan skill lainnya, tentang equipment, dan banyak hal dasar yang harus kuketahui sebelum aku beranjak dan memulai petualanganku di dunia yang baru ini...

Sepertinya itu saja dulu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bedah minor darurat. Kemampuanku paling hanya sebatas jahit-menjahit luka robek atau sekedar mengangkat kutil. Jangan bayangkan operasi bedah thorax atau operasi mayor lainnya.

Setelah selesai dengan Darkness Creation, aku mulai mengantuk. Aku rapikan semuanya, lalu aku bersiap untuk tidur. Tapi, sebelum kubaringkan tubuhku di kasur, aku tak sengaja melihat ke cermin.

Yang kulihat di cermin itu adalah...

Diriku. Arkanava Kardia, 22 tahun. Ya, itu adalah wajahku yang ada di cermin itu. Tapi jika diperhatikan, bentuk tubuhku secara umum berubah dari endomorph menjadi mesomorph. Tidak ada lagi perut buncit yang sebelumnya kumiliki. Tapi tinggi badanku tetap sama, 160cm. Ya, aku memang [pendek dan gendut] sebelum dipindahkan ke dunia ini. Tapi, setelah pindah, aku berubah menjadi [pendek tapi tidak gendut]. Terimakasih, Dewi Nyx.

Berbicara soal tinggi badan, kurasa Syla sekitar 168-170cm. Dia memng jelas-jelas lebih tinggi dariku. Ah aku tak peduli terhadap penampilan dan bentuk fisik siapapun. Termasuk diriku sendiri. Cukup bercerminnya. Saatnya tidur.

Hari ini, benar-benar hari yang panjang dan melelahkan ya...

***

"Sayang, kamu yakin dengan keputusanmu tadi? Menyerahkan Syla kepada seorang manusia yang baru saja dikenal?"

"Virtena, istriku... Anak kita sudah dewasa, dia bukan anak kecil lagi. Dan kamu bisa lihat dia tadi kan? Bagaimana aku bisa melakukan sesuatu yang dapat membuat Syla sedih? Di satu sisi, Syla bahkan sudah 'menerima' lamarannya. Tapi di sisi lain, anak manusia itu tidak bermaksud untuk melamar anak kita. Sekarang kamu sampaikan, apa yang seharusnya aku lakukan?"

"... Iya. Kamu benar. Dan aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Baru tadi itu kulihat wajah seorang gadis yang sedang jatuh cinta pada wajah putri tomboy kita. Aku ingin tertawa, tapi di saat yang sama, aku juga ingin menangis..."

"Ya sudahlah. Aku yakin keputusanku sudah tepat. Dan sekilas aku menilai bahwa manusia bernama Arkanava itu bukanlah manusia yang jahat. Bahkan, dia tidak serta merta menolak pernikahan dengan Syla. Tapi dia bisa menghargai perasaan Syla dan memilih diam."

"Aku juga tidak melihat adanya keburukan pada sinar matanya. Baiklah, kalau ini memang takdir mereka, kita hanya bisa berdoa agar Dewi Nyx selalu menjaga Syla..."

Raja Rubion tersenyum mendengar ucapan istrinya. Dia langsung mengecup bibir istrinya sambil memegang pipinya dengan tangan kiri. Masih terus berciuman, tangan kirinya turun ke leher, menyusuri lekukan kulit halus dari leher ke bahu, dada, lalu berhenti di payudara istrinya yang ranum itu dan langsung meremasnya perlahan.

Tangan kanannya tidak hanya tinggal diam. Perlahan menyusuri dari lutut kiri istrinya, dielusnya, semakin lama semakin ke atas, sampai di sekitar pangkal paha. Dengan lihainya jari tengah tangan kanannya terselip di selangkangan istrinya, dengan pijatan memutar searah jarum jam, dia merangsang area vulva istrinya dari balik celana dalam tipis yang masih dikenakan istrinya, yang kini mulai basah.

"Ahh~"

***

"Uuuu ayah jahat banget ngomong gitu ke Arka, di depanku lagiii..."

Di kamarnya, Syla terbaring terlentang di kasur sambil menutup wajahnya dengan bantal.

"Tapi kalo dipikir-pikir, perkataan ayah tadi ada benarnya juga. Dia bilang baru kali ini aku bertingkah seperti ini. Aku juga bingung, kenapa aku jadi bertingkah aneh di depan arka? Di satu waktu, aku jadi ngerasa pingin tersenyum terus kalau di dekat arka, tapi di lain waktu aku ngerasa maluuu banget di depan Arka, seperti tadi contohnya. Padahal aku nggak pernah kayak gitu sebelum ini? Apa aku udah gila ya?"

Dia lemparkan bantal yang menutupi wajahnya jatuh dari kasur. Dengan cepat, dia bangkit dan kini sudah dalam posisi duduk di pinggiran kasur, menatap cermin yang memperlihatkan wajahnya.

"Tapi, Arka memang harus bertanggungjawab. Dia... Dia sudah... Arka sudah melihat tubuhku! Tanggung jawaaaab, Arkaaa!"

Tak lama setelah itu, Syla tertidur, dengan sesimpul senyum masih tersisa di wajah tidurnya. Dia berencana untuk mengajak Arka berkeliling di sekitar wilayah kerajaan besok pagi. Dia tidak sabar. Ada perasaan yang mendorongnya untuk segera bertemu Arka lagi, melihat wajahnya lagi. Perasaan itu, seperti... Rindu?

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

Halo... Terimakasih sudah membaca. Mohon kritik dan saran dari semua pembaca.

Berikut nama-nama penting yang muncul di chapter ini:

-Raja Rubion Forvalen Acresta

-Ratu Virtena Wyndia Acresta

-Hutan Zurg