Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 2 - Chapter 1

Chapter 2 - Chapter 1

Halo pembaca! Silahkan berbuat kebaikan dengan cara vote cerita ini, terimakasih. Selamat membaca!

FYI, saya sudah berusaha mengedit typo sebelum publish, tapi tetap saja masih ada typo. Akhirnya saya menyerah.

_______________________________________

"Wadaw sakit ah, kentut! Bangkeee tajam amat!"

Kakiku. Kaki kiriku menginjak duri. Kenapa selalu kaki kiriku? Andai saja aku masih mengenakan sepatuku, tidak akan begini jadinya.

Sepertinya, sebelum aku keluar dari hutan ini untuk mencari pemukiman terdekat, aku harus membuat sesuatu agar dapat melindungi kakiku. Bukan hanya kaki. Tapi melindungi seluruh tubuhku. Terutama Hercules Junior.

Barusan, tanpa sengaja ada daun aneh yang di pinggirannya terdapat bulu-bulu halus mencolek mesra si Hercules Junior saat aku sedang berjalan di hutan ini. Dan sekarang menjadi terasa gatal, gatal yang semakin lama semakin menggila. Semakin digaruk, semakin gatal. Tapi enak. Jadi akhirnya aku sibuk menggaruk-garuk Hercules Junior terus.

Dermatitis kontak? Sejenis peradangan di kulit akibat adanya kontak dengan zat yang bersifat iritatif. Hmm, mungkin. Berarti, sambil mencari bahan untuk dibuat pakaian, aku juga harus mencari sumber air bersih untuk membersihkan tubuhku, terutama si Hercules Junior.

Kalau tidak dibersihkan, takutnya malah nanti menjadi luka karena digaruk terus. Tapi, enak sekali rasanya jika digaruk... Ok, fokus. Mari kita mulai kehidupan yang baru ini dengan membuat pakaian sambil mencari sumber air, yay!

Ada banyak sekali jenis daun, ranting, dan tanaman merambat yang bisa dijadikan bahan untuk membut pakaian. Tapi harus extra hati-hati. Aku kurang begitu paham soal tanaman, apalagi di dunia ini sangat banyak tanaman yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Ada yang bentuknya seperti daun ganja, tapi di permukaan daunnya terdapat bintik-bintik merah yang timbul. Kalau ingin dibayangkan, mirip seperti varicela (cacar air) yang sedang menginfeksi daun ganja.

Ada lagi tanaman merambat yang daunnya berbentuk seperti jamur kecil berwarna hijau kebiruan. Tapi untuk sekarang, sepertinya aku harus fokus mencari bahan-bahan yang bentuknya tidak mencolok ataupun meragukan.

Common sense dari duniaku sebelumnya, kalau ada tanaman atau hewan yang bentuknya dan warnanya mencolok, cerah, dan menantang, biasanya berbahaya. Entahlah, aku hanya berusaha memilih yang aman dan biasa-biasa saja.

Setelah beberapa lama berjalan di hutan, tentunya sambil menggaruk-garuk anuku, akhirnya aku menemukan daun yang sepertinya bisa dijadikan bahan untuk membuat pakaian. Ukurannya cukup lebar, sekitar empat kali lebar telapak tanganku.

Warnanya hijau tua, permukaannya licin, cukup tebal, dan tidak ada bulu-bulu yang mencurigakan di bagian atas maupun bawahnya. Bentuknya seperti hati dengan sedikit lengkungan di pinggirannya. Daun tersebut berasal dari salah satu tanaman merambat di hutan ini.

"Lumayan nih, nggak perlu susah-susah nyari tali buat ngiket. Tinggal dililitin aja ya kan fufufu.." Ucapku sambil melepaskan tanaman itu dari pohon yang dirambatnya.

Setelah aku mengumpulkan jumlah yang kira-kira cukup, aku mulai bereksperimen merancang busana pertamaku semenjak dikirim ke dunia ini. Pertama, aku lilitkan dulu di bagian pinggangku. Setelah sekitar empat atau lima lilitan dan Hercules Junior sudah tidak bisa mengintip keluar lagi, aku ikatkan ujungnya ke lilitan yang ada di bagian kanan pinggangku.

Berikutnya untuk atasan. Aku lilitkan tanaman itu mulai dari atas bahu kanan, kemudian menyilang di bagian dada, lalu ke pinggang kiri, menuju ke belakang dan ke pinggang kanan, lalu menyilang ke atas bahu kiri, dan begitu terus sampai sekitar empat sampai lima lilitan juga.

Tapi setelah selesai kueratkan ikatannya, ternyata di bagian punggung masih terlalu terbuka. Akhirnya aku tambah lagi lilitan melingkar dari dada ke punggung sambil diselipkan di antara lilitan sebelumnya sampai kurasa cukup.

"Tadaaaa~ Holy Armor of the Jungle! Defense+500, mosquito repellent grade S!" Aku berteriak sendiri di tengah hutan seperti orang gila.

Holy Armor apanya. Status macam apa itu. Jangankan defense+500, paling hanya defense+0.5 itupun kemungkinan kalau sudah kering malah jadi tidak ada defense lagi.

Yahhh minimal ada pakaian dululah supaya tidak kedinginan dan sedikit terlindung dari zat-zat berbahaya yang ada di hutan ini. Oh iya, sisa daun tadi aku lilitkan juga ke kakiku supaya ada sedikit perlindungan dari duri dan benda tajam lainnya.

Pakaian darurat militer sudah jadi. Berikutnya mencari sumber air bersih. By the way, setelah Hercules Junior tertutup daun, malah semakin susah untuk menggaruknya.

Duh, bagaimana ini. Gatalnya sampai membuat telingaku terasa panas. Terpaksa ditahan dulu sambil mengusap-usap daun yang menutupi Hercules Junior. Lumayan, gesekan daunnya memberikan sedikit efek seperti menggaruk.

Setelah sekitar satu jam aku berjalan, aku menemukan seperti kolam yang cukup besar, airnya lumayan bening. Ternyata aku tidak begitu sial seperti di kehidupanku sebelumnya. Kalau dipikir, baru berjalan satu jam dan sudah menemukan sumber air bersih di tengah hutan itu lumayan beruntung!

Eh tapi tunggu dulu. Aku tiba-tiba teringat waktu kuliah dulu pernah diajari tentang ciri-ciri air bersih itu ada tiga. Aneh. Bisa-bisanya aku ingat materi kuliah. Coba dulu ketika sedang Ujian Blok, dipastikan semua yang kupelajari menjadi blank!

Bayangkan, belajar sudah seharian full pagi siang malam. Ya iyalah, kelakuan kalau mau ujian belajarnya Sistem Kebut Semalam. Kembali lagi ke ciri-ciri air bersih selain bening atau tidak berwarna, juga harus tidak berasa dan tidak berbau.

Aku berjalan ke tepian kolam besar itu, lalu jongkok dan mengambil airnya dengan kedua tanganku. Lalu kudekatkan ke hidungku dan mencium aroma air tersebut. Tidak ada baunya.

Lalu kemudian aku coba cicipi untuk menilai rasa airnya. Rasanya... Tidak ada rasanya. Baiklah, fixed ini air bersih. Aku ambil lagi setangkup dengan kedua tanganku lalu kusiramkan ke wajahku.

"Beehhh! SEGAR!" Aku berteriak kencang setelah merasakan kesegaran airnya membasahi wajahku.

Lalu tanpa pikir panjang, aku ambil lagi setangkup dan kuminum airnya.

"Aahhh~ nikmatttt~"

Rasanya bagai air terjun Niagara mengalir deras dari cavum oris (rongga mulut) menuju oropharynx-ku (tenggorokan dekat rongga mulut) lalu masuk ke esophagus (kerongkongan) dan akhirnya tergenang di gaster (lambung). Seperti lava membara yang ada di dalam dadaku tiba-tiba dibekukan oleh air suci ciptaan para dewa.

Aku tiba-tiba teringat sesuatu yang sangat penting. Hal yang mendorong jiwa ragaku untuk terus melangkah mencari air. Iya. Si Otong a.k.a. Hercules Junior. Aku harus segera membasuhnya sebelum kulit tipis pembungkus glans Hercules Junior tercabik oleh kuku nista di jariku.

Wah, bagaimana ini? Holy Armor-ku sulit dilepas. Karena tadi sudah aku ikat mati supaya tidak mudah lepas. Sekarang malah kesulitan membukanya. Aku coba menyiram Holy Armor of the Jungle. Ternyata seluruh bagian tanaman ini hydrophobic (anti air). Nice!

*Brruuussssssshhhhhh*

Tanpa pikir panjang, aku melompat ke dalam kolam itu. Aku berenang sambil membersihkan semua bagian tubuhku. Rasa gatal menggebu pada Hercules Junior perlahan berkurang. Keringat dan kotoran yang menempel di tubuhku juga sudah bersih. Aku berenang sambil terus menggosok seluruh tubuhku dengan kedua tangan.

Setelah sekitar setengah jam aku menikmati kolam itu, aku mulai kedinginan. Telapak tangan mulai keriput. Aku putuskan untuk keluar dari kolam dan menikmati hangat matahari di sini.

Berbicara tentang matahari, di sini ada dua matahari. Jaraknya berdekatan. Kalau aku ukur dengan meluruskan tanganku ke arah dua matahari itu dan mengukurnya dengan jariku, kedua matahari itu hanya berjarak sejauh dua jariku yang ditempelkan saja.

Tapi, ukurannya lebih kecil dari matahari yang ada di duniaku sebelumnya. Jika panas radiasinya kita rasakan di kulit, tingkat panas yang dirasakan ya sebelas dua belas saja.

Untuk mempercepat keringnya tubuhku, aku melakukan gerakan yang biasa dilakukan kucing ketika mereka basah. Ya! Aku menggetar-getarkan sekujur tubuhku!

*Kepkrekk keprekkk kepreekkk*

Sisa air yang menempel di badanku dan di Holy Armor-ku hampir semuanya terciprat ke sekitarku. Terimakasih kucing atas ilmu yang telah kalian ajarkan kepadaku.

Sekarang aku duduk di tepian kolam sambil berjemur. Mengeringkan sisa air yang masih menempel di tubuhku. Lalu tiba-tiba aku teringat perkataan Dewi Nyx sebelum melemparkan aku ke dunia ini.

'Magic'

Nah ini yang membuatku penasaran. Aku diberikan potensi magic yang tinggi dengan kemungkinan yang tak terbatas. Tapi permasalahannya, bagaimana caraku mematerialisasikan magic yang ada di dalam diriku hingga menjadi kekuatan tertentu seperti di anime dan game itu?

Dari pengalamanku menonton anime dan membaca komik, biasanya untuk seorang pemula harus membaca spell atau mantra dulu untuk mengeluarkan kekuatan magic. Tapi mantranya apa ya?

Dan lagi, apa maksudnya 'kemungkinan yang tak terbatas' ya... Mungkin hal ini aku simpan dulu untuk lain waktu.

Masalah magic ini bisa aku tunda dulu. Sekarang aku prioritaskan untuk mencari pemukiman penduduk terdekat dulu. Kalau bisa aku mencari tempat untuk menumpang makan.

Jujur, aku tidak memiliki keahlian dalam berburu dan mengolah makanan. Selama ini, aku selalu makan makanan instan seperti ind*mie atau makan di warteg. Sekali sebulan bisalah ke restoran.

Tapi sayang uang bulananku kalau kupakai untuk makan di restoran. Lebih berfaedah kalau aku pakai untuk top-up game online. Top-up game online itu punya efek membuat kita ketagihan. Sekali top-up, pasti ingin lagi dan lagi. Dan aku suka itu!

"Kayaknya badanku udah cukup kering. Saatnya kita keluar dari hutan ini!"

Dari tadi aku hanya berbicara sendiri. Kalau terlalu lama di hutan ini, bisa-bisa aku mengalami depresi berat.

Aku mulai melangkah mencari jalan untuk keluar dari hutan ini. Berjalan lurus terus sambil melihat arah matahari supaya aku tidak berputar-putar di wilayah yang sama. Aku berjalan dan berjalan menembus semak belukar dan ranting pohon.

Aku mengambil sebatang ranting yang cukup kokoh tapi tidak terlalu berat untuk memukul ranting yang menghalangi jalanku sekaligus untuk berjaga-jaga siapa tahu ada hewan buas yang menyerang. Lumayan daripada tidak ada senjata sama sekali.

Selama aku di hutan ini, aku tidak menemukan satupun monster besar yang ganas dan buas. Yang ada hanya hewan-hewan kecil yang bentuknya aneh dan tidak pernah kulihat sebelumnya. Mereka cenderung menghindariku. Syukurlah, mengerikan juga kalau sampai ketemu.

Setelah sekitar beberapa jam aku berjalan, aku mulai melihat adanya tanah luas yang terbuka di kejauhan. Aku semakin mempercepat langkahku. Muncul semangat yang membara dari dalam diriku untuk bergegas keluar dari hutan ini.

Tapi, semakin lama aku melangkah, semakin dekat aku dengan tanah yang terbuka itu, semakin jelas kudengarkan suara keributan. Saat aku mendekati area pinggiran hutan, semakin jelas terlihat yang sedang terjadi.

Suara teriakan, suara ledakan, suara logam yang beradu, suara terompet, ternyata semua itu berasal dari keramaian yang ada di tanah terbuka itu.

Setelah beberapa detik aku perhatikan dari kejauhan. Sekarang aku mengerti apa yang sedang terjadi di sana. Aku yakin siapapun juga akan tahu apa itu. Ya, itu adalah...

Perang.

Bukan perang modern, namun sejatinya perang klasik. Dan senjata yang mereka gunakan bukan AK-47, bukan M-4, bukan Desert Eagle, bukan granat ataupun roket. Tapi pedang, tombak, belati, panah, dan tongkat sihir.

Logam beradu dengan logam. Darah berceceran dimana-mana. Hujan panah tanpa henti. Bola-bola api meledak di sana sini. Tombak-tombak yang terbuat dari es melesat dengan cepat menembus chain mail maupun plate mail, apalagi leather armor.

Batu-batu tajam dan angin pun terlihat sedang mencabik-cabik kulit dan daging targetnya. Tanpa kusadari, kaki dan tanganku gemetar menyaksikan peristiwa brutal di hadapanku. Jiwa otaku-ku pun bergetar.

"Anjaaay keren bet ini mah parah!" Teriakan setengah berbisik pun tak sengaja keluar dari mulutku.

Aku tersadar dan reflex menutup mulutku. Aku langsung bersembunyi di balik pohon agar tidak ikut terjebak dalam peperangan itu. Tapi aku tetap mengintip karena perang ini terlihat sangat menakjubkan.

Jauuuuh lebih keren dari semua anime yang pernah kutonton. Ini adalah perang antara pasukan yang memakai baju zirah berwarna hitam melawan pasukan dengan baju zirah berwarna silver.

Di antara kerusuhan itu terlihat beberapa individu yang penampilan dan kemampuannya jauh lebih menonjol di antara yang lainnya. Mereka yang skill dan tekniknya jauh di atas rata-rata. Bahkan tetap terlihat jelas meskipun lokasiku bersembunyi masih sangat jauh dari lokasi terjadinya pertempuran yang hebat itu.

Pertama, terdapat seseorang yang bertubuh sangat besar, menggunakan armor yang sekilas terlihat sangat tebal, berwarna hitam dengan aksen garis silver tipis di sekitar persendian antar part armornya.

Dia menggunakan helm warna senada dengan armornya yang menutupi seluruh wajahnya dan hanya memberikan sedikit lubang berbentuk garis di bagian mata. Bersenjatakan pedang besar yang dipegang dengan kedua tangannya, ia menebas semua musuh yang ada di hadapannya.

Dari kejauhan, tampak sinar pucat berwarna kebiruan yang menyelimuti seluruh bagian dari pedang besar yang sedang diayunkannya. Sekali mengayunkan pedang, tiga hingga lima orang dibuatnya melayang dan tidak mampu untuk bangun lagi.

Setiap pergerakannya, setiap langkahnya, dan setiap ayunan pedangnya tampak sangat berat dan bertenaga. Tapi tidak tampak adanya tanda-tanda yang mengindikasikan kelelahan sedikitpun.

Kalau di dalam game MMORPG, biasanya build seperti ini sering disebut 'Tank Hybrid'. Karena selain pertahanannya yang luar biasa kokoh, DPS yang dihasilkannya juga akan membuat mulut tercengang dan terbuka lebar.

Di dalam pasukan yang sama, berdiri di barisan belakang dengan bersenjatakan tongkat berwarna coklat gelap dengan batu permata besar berada di ujung tongkat tersebut. Batu permata merah yang berukuran hampir sebesar kepalanya tersebut difiksasi di ujung tongkat dengan cakar yang sepertinya terbuat dari logam khusus yang mencengkram batu permata tersebut dengan kuat.

Dia hanya mengenakan jubah berwarna hitam dengan garis merah di bagian tepi dari jubahnya dan terdapat hiasan seperti membentuk gambar api pada sekeliling jubahnya. Meskipun jubahnya sangat longgar, tetap tidak bisa menutupi dan menahan dua buah melon yang sangat besar di dadanya.

Setiap dia melontarkan sihir apapun, seolah-olah payudaranya juga akan melompat keluar dari penyangganya. Aduh, sepertinya aku jatuh cinta pada guncangan pertama...

Dia mengenakan topi khas yang membuat siapapun akan mengetahui bahwa dia adalah Mage hanya dengan sekali lirik. Rambut hitam, lurus, dan panjang tergerai mulai dari bagian bawah topi hingga hampir setinggi pergelangan kaki.

Dari semua fitur tentang dirinya, yang paling menarik perhatian adalah batu permata di tongkatnya. Bagaimana tidak, permata itu selalu berkedip-kedip menghasilkan cahaya merah yang sangat kuat. Dan setiap permata itu berkedip, selalu muncul bermacam-macam sihir baik itu elemen api, air, angin, maupun tanah. Menakjubkan.

Serangan magic yang dihasilkannya bagaikan orkestra megah. Seperti seorang dirigen yang mengatur tempo musik dan mempermainkan emosi penontonnya.

Beralih ke pasukan musuhnya. Mereka yang memakai baju zirah berwarna silver. Di barisan depan, tidak jauh dari ksatria berbadan besar dengan pedangnya yang tidak kalah besar tadi, tampak seseorang yang berbadan tinggi tetapi cukup ramping.

Dia memakai plate armor yang tipis dan ringan. Tentu saja, berwarna silver polos. Dia memakai helm yang tidak menutupi wajahnya sehingga pandangannya luas dan dapat dengan leluasa melihat pergerakan semua musuh di sekitarnya.

Dan senjata yang digenggamnya adalah halberd. Sejenis tombak yang pada bagian ujungnya merupakan kombinasi dari kapak dan ujung tombak.

Seperti tidak ingin kalah dalam hal mengintimidasi lawannya, jika dibandingkan dengan pedang milik ksatria besar berjubah hitam, ujung halberd itu juga mengeluarkan efek yang tidak kalah hebat. Seakan-akan halberd itu selalu dalam keadaan terbakar.

Setiap ayunan halberd meninggalkan percikan api dan setiap kali bersentuhan dengan musuh maka akan muncul efek ledakan api. Pergerakannya sangat cepat dan lincah. Menusuk, melompat, salto, semua dilakukan secara efektif.

Selalu ada korban dari pihak musuh dalam setiap inci gerakannya. Seperti badai api, dia menyapu bersih semua musuh yang ada di dalam area jangkauan serangannya tanpa keraguan.

Dan sosok terakhir yang tampak menakjubkan sedang beraksi pada jarak sekitar 200 meter di belakang ksatria halberd tadi. Menggunakan pakaian terbuat dari kulit tebal dan keras tetapi ringan dan memudahkan manuver tubuhnya.

Topi koboi menutupi rambut pirangnya yang sebahu. Kulitnya sangat putih. Mentaripun sepertinya takut untuk menyentuh kulitnya. Dengan tangan dan jemari rampingnya ia menari bersama busur dan panah. Busur yang digenggamnya, berwarna hijau keemasan dengan ornamen dan ukiran yang sangat indah meskipun hanya dilihat dari jauh.

Dan yang membuat aku ragu adalah, anak panah yang digunakannya adalah anak panah khusus atau jangan-jangan hanya anak panah biasa yang diimbuhi dengan kekuatan magic sehingga menghasilkan efek khusus yang begitu indah jika dilihat dari jauh, dan pastinya begitu mengerikan jika anak panah yang lepas dari busurnya tepat

mengenai aku.

Untuk yang satu ini, sempat terbersit di pikiranku, bahwa kemungkinan dia adalah salah satu bangsa Elf. Tapi aku tidak yakin karena dari kejauhan sangat sulit untuk melihat apakah wanita ramping berdada hampir rata itu memiliki daun telinga lancip yang merupakan ciri khas dari bangsa Elf, atau tidak? Entahlah.

Yang terlihat jelas adalah, setiap tembakan panahnya tidak hanya membunuh satu musuh, tapi bisa sampai lima musuh sekaligus. Dan frekuensi tembakan panah yang dilepaskannya bisa dikatakan sangat tinggi.

Anak panah yang dilepaskannya dapat menembus beberapa orang sekaligus, atau meledak dan memporak-porandakan barisan musuh. Terkadang, satu anak panah akan pecah secara magis menjadi lima anak panah dan tidak ada satupun anak panah yang meleset dari target.

"Waaa keren banget gilaaa!" Bisikku kepada diri sendiri sambil terkagum-kagum.

Aku masih menikmati pertempurannya dari balik pohon. Dari kejauhan, pastinya. Dari keempat sosok yang sepertinya adalah jendral masing-masing pasukan itu, yang paling menarik perhatianku adalah sang magician. Bukan karena dua payudaranya yang menantang, menjulang tinggi menembus awan cumulonimbus. Tapi karena kemampuannya dalam magic.

Aku tidak pernah berlatih memanah, jadi tidak ada harapan disini. Aku tidak memiliki tubuh yang kekar berotot bulat-bulat kotak-kotak untuk bisa mengangkat halberd, apalagi pedang besar. Aku juga bukan orang yang atletis dan lincah. Satu-satunya yang lincah dariku hanyalah jari tanganku, karena telah bertahun-tahun terlatih untuk bermain game.

Itulah alasan kenapa Mage ini yang paling membuatku tertarik. Aku ingin mempelajari semua magic yang dilontarkannya. Aku perhatikan cara dia mematerialkan magic dari kejauhan. Aku perhatikan wajahnya. Aku fokuskan lagi ke bibirnya. Pink, tidak terlalu tebal, tidak terlalu tipis, dengan kelembaban yang pas. Sangat menggiurkan.

Tapi bukan itu yang ingin kuketahui. Aku fokus pada observasiku. Ya. Bibirnya tidak terlihat seperti Mage yang sedang mengucapkan mantra. Aku perhatikan terus sampai mataku sipit mencoba melihat dengan jelas pergerakan bibirnya. Tidak. Dia tidak mengucapkan mantra.

Otakku yang sudah lama hibernasi karena sangat jarang digunakan ini kupaksa berpikir keras. Berarti, magician itu bisa mematerialkan magic-nya tanpa perlu mengucapkan mantra.

Tapi bagaimana caranya? Bagaimana dia bisa melakukan itu tanpa mengucapkan mantra? Dia pasti magician kelas atas. Tapi, pasti ada! Pasti ada caranya agar aku juga bisa! Ayo berpikir berpikir berpikir otak pemalas!

Hmmm... Mungkin aku mulai dari hal-hal yang lebih mudah kupahami. Coba aku umpamakan, seorang dokter spesialis yang sudah senior dan memiliki sangat banyak pengalaman, dia bisa mendiagnosis penyakit pasien tanpa perlu terlalu banyak berbicara.

Caranya? Dengan pengalamannya, ditambah kemampuannya memproses informasi dari hasil pemeriksaan yang dilakukannya, ditambah intuisi, feeling, dan kemampuan deduksi yang akurat. Di sini ada faktor selain faktor-faktor yang sifatnya logika dan sains. Yaitu faktor intuisi dan feeling. Ok, coba aku kaitkan dengan magic. Aku yakin Dewi Nyx tidak akan berbohong bahwa dia akan memberkatiku dengan potensi magic yang tinggi. Fufufu.

Ok, aku coba dengan magic dari elemen api yang paling standar. Fire Bolt. Sebelumnya, aku harus paham dulu faktor-faktor yang dibutuhkan untuk terjadinya api. Selain itu aku harus berkonsentrasi memfokuskan magic power yang ada di dalam tubuhku ke tanganku yang akan kugunakan untuk mematerialkan api.

Konsentrasi, rasakan aliran magic yang ada di dalam tubuhku. Fokus, konsentrasi, rasakan. Setelah beberapa menit mencoba merasakan aliran magic di dalam tubuhku, akhirnya samar-samar aku rasakan adanya aliran energi yang tenang di dalam tubuhku.

Setelah semakin jelas kurasakan aliran energi tersebut, aku mencoba tahap yang lebih lanjut. Aku coba berkonsentrasi mengarahkan energi tersebut ke telapak tangan kananku. Terasa! Aku bisa merasakannya! Energi magic itu seakan-akan mengalir dari seluruh tubuhku menuju telapak tangan kananku.

Sepertinya aku memang sangat berbakat di dunia magic ini. Ahlinya ahli, intinya inti, core of the core. Begitu kalau kata seseorang di yout*be. Dan akupun tak lupa tersenyum hari ini. Sekarang aku sudah sedikit menguasai teknik memanipulasi aliran energi magic yang ada di dalam tubuhku. Lupakan semua kata-kataku di paragraf ini. Memalukan.

Berikutnya proses materialisasi energi magic menjadi api. Untuk bisa menghasilkan api, faktor-faktor yang kita butuhkan adalah panas, oksigen, dan media. Kita bahas satu per satu dulu.

Panas muncul akibat adanya gesekan antar atom. Untuk meningkatkan gesekan yang terjadi antar atom, aku akan menggunakan energi magic untuk mempercepat gerakan atom-atom yang ada di sekitar telapak tangan kananku.

Semakin cepat gerakannya otomatis akan semakin banyak gesekan yang terjadi, kemudian gesekan-gesekan itu akan meningkatkan suhu di sekitar telapak tanganku. Dipercepat lagi dan semakin dipercepat lagi, kualirkan lagi lebih banyak energi magic sehingga suhu meningkat terus sampai pada suhu yang diinginkan.

Kemudian oksigen. Senyawa oksigen ada banyak di udara ini. Aku hanya perlu mengumpulkannya sehingga konsentrasi oksigen menjadi cukup tinggi di sekitar telapak tangan kananku. Ok yang satu ini cukup mudah.

Berikutnya media. Yang dimaksud dengan media di sini adalah zat yang mudah terbakar dan dapat mempertahankan eksistensi dari api tersebut. Yang biasa kita temui di kehidupan sehari-hari, contoh dari media ini bisa berupa alkohol, BBM, kayu, kertas, dan batu bara.

Di sini aku coba fokuskan magic di tanganku untuk dapat menjadi sesuatu yang mudah terbakar dan dapat mempertahankan apinya supaya tidak langsung lenyap. Baiklah sepertinya seperti ini sudah cukup.

Berikutnya, tahap final adalah dimana aku harus mengontrol ketiga proses di atas agar dapat bekerja secara serentak. Sekaligus mengontrol energi magic di tubuhku agar tidak lepas kendali. Aku mulai.

Meningkatkan gesekan atom-atom di sekitar telapak tangan kananku supaya menghasilkan panas yang cukup, lalu mengumpulkan oksigen, dan di saat yang sama aku mengalirkan energi magic untuk dijadikan media.

Harus fokus, tetap fokus, titik itu, konsentrasi, atur semua proses yang dibutuhkan untuk menciptakan api, jangan pikirkan tentang peperangan yang sedang berlangsung di depanku, jangan pikirkan tentang buah dada Mage tadi.

Lalu setelah kurasakan semuanya berjalan dengan lancar dan cukup stabil...

"Fire Bolt..."

Kuucapkan dengan suara yang sangat pelan. Takut didengar oleh pasukan yang sedang berperang. Khawatirnya nanti mereka malah terkejut dan ketakutan melihat kekuatanku, kekuatan super novice mage!

Satu detik... Belum ada reaksi.

Dua detik... Masih belum ada tanda-tanda munculnya api.

Tiga detik... Aku mulai meragukan potensi dan bakat magic yang kugembor-gemborkan tadi.

Empat detik... Apa aku dibohongi oleh Dewi Nyx?

Lima detik... Muncul sedikit percikan api seperti percikan korek gas yang sudah habis isi gasnya.

*Fusshh...*

Dari tangan kananku muncul api yang simple, singkat, kecil, langsung hilang, dan sama sekali tidak menyeramkan.

SKILL MAGIC PERTAMAKU !!!

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

_______________________________________

Halo! Terimakasih sudah membaca chapter kedua dari novel yang sedang saya garap di waktu senggang ini...

Enjoy~